1. Berbagai Cara Pemerasan dan Penindasan
"Tuhan menciptakan dunia menurut gambaran-Nya
sendiri".
Orang asing yang menjajah Asia selama 300 tahun adalah untuk
memenuhi kebutuhan mereka masing-masing dan mereka memerintah negeri-negeri
taklukannya dengan berbagai cara. Adapun secara ekonomis, dari dulu sampai
sekarang dapat dibagi sebagai berikut.
a. Perampokan terang-terangan, dahulu dilakukan oleh
Portugis dan Spanyol.
b. Monopoli, yang dalam praktiknya sama dengan perampokan,
masih terus dilakukan oleh Belanda di Indonesia sampai sekarang (± tahun 1926,
peny.).
c. Setengah monopoli, mulai dilakukan oleh Inggris di India.
d. Persaingan bebas, mulai dilakukan oleh Amerika di
Filipina.
Cara-cara imperialis lain hampir dapat disamakan dengan cara
yang tersebut di atas.
Adapun cara penindasan dalam politik adalah seperti di bawah
ini.
a. Imperialisme biadab, yakni menghancurkan sekalian
kekuasaan politik bumiputra dan menjalankan pemerintahan yang sewenang-wenang,
misalnya adalah Spanyol di Filipina.
b. Imperialisme autokratis, yakni yang hampir tak berbeda
dengan yang tersebut pasal a seperti Belanda.
c. Imperialisme setengah liberal, yakni imperialisme yang
memberikan kekuasaan yang sangat terbatas kepada bumiputra yang berkuasa
(raja-raja atau kepala negara yang turun-temurun seperti Inggris di India).
d. Imperialisme liberal, yakni imperialisme yang memberikan
kemerdekaan sepenuhnya kepada tuan tanah yang besar serta kepada borjuasi
bumiputra yang mulai naik, misalnya adalah imperialisme Amerika di Filipina.
2. Sebab-Sebab Perbedaan
Perbedaan dalam cara pemerasan dan penindasan terhadap si
terjajah disebabkan bukan oleh perbedaan tabiat manusia di negeri-negeri
imperialis tersebut. Tetapi karena kedudukan kapital dari masing-masing negeri
waktu mereka sampai di Asia, dan juga cara menjalankan kapital tersebut.
Waktu Spanyol dan Portugis kira-kira tahun 1500 datang di
Asia, mereka belum terlepas sama sekali dari feodalisme. Portugis dan Spanyol
adalah negeri pertanian, pekerjaan tangan, kaum bangsawan dan kaum agama (jadi
belum ada industri).
Barang-barang industri yang dapat dijual di pasar-pasar
tanah jajahan belum ada. Mereka datang ke koloni-koloni untuk merampok
hasil-hasil di sana lalu dijual dipasar Eropa dengan harga tinggi. Karena
mereka sangat keras memeluk agama Katholik yang baru saja mengusir Islam dari
Spanyol, maka bangsa Indonesia yang memeluk agama animis di Filipina itu
dipaksa menjadi orang Kristen. Siapa yang tidak suka mengikut paksaan itu
dipancung dengan pedang.
Waktu Belanda mengikuti Spanyol dan Portugis sampai ke
Indonesia kira-kira tahun 1600, sebagian besar dari feodalisme Belanda telah
didesak oleh borjuasinya. Mereka telah melepaskan diri dari tindasan feodalisme
serta Katholikisme dan mengambil jalan menuju perdagangan merdeka, liberalisme
dan Protestanisme. Negeri Belanda ada di dalam zaman kapitalisme muda.
Inggris yang pada tahun 1750 dapat berdiri tetap di India,
sebenarnya telah 100 tahun lamanya menyelami revolusi borjuasi di bawah
pimpinan Cromwell.
Setelah itu kapitalisme Inggris semakin maju dengan sangat
cepatnya, disertai dengan paham-paham perdagangan bebas, liberalisme,
konstituationalisme dan kepercayaan merdeka.
Amerika sampai di Filipina pada tahun 1898 setelah mengalami
dua revolusi borjuasi (1775 dan 1860). Ia kokoh memegang paham Monroe,
demokrasi dan politik pintu terbuka.
3. Akibat dari Berbagai Macam Cara Pemerasan dan Penindasan
Sebagai buah dari cara perampokan itu, maka Portugis dan
Spanyol akhirnya dihalau dari tanah jajahannya (Siapakah yang akan dihalaukan
sekarang).
Sekalipun semangat revolusioner di Indonesia sudah matang
dan menyala-nyala tetapi persediaan belum cukup, maka imperialisme Belanda
masih berdiri.
Dengan jalan memberikan konsesi-konsesi yang besar, kalau
terpaksa, serta politik kompromis kepada segolongan orang India, maka
imperialisme Inggris masih berdiri di sana.
Dengan berkedok untuk mengasuh, menolong dan mengasihi
manusia serta memberikan otonomi-ekonomi, politik ekonomi yang besar kepada
bumiputra di Filipina maka, imperialisme Amerika masih dapat membuat kekacauan
di sana.
a. India
Meskipun Waren Hasting dan Lord Clive membunuh dan merampok,
perbuatan mereka tidak boleh disamakan dengan perbuatan Daendels, van den Bosch
serta lain-lain, sebab sistem kolonial Inggris dari segi "material dan
riwayat" jauh lebih mendingan daripada sistem Belanda (tentu saja kita tak
menghendaki imperialisme macam apa pun). Nafsu membunuh dan merampok dari
imperialisme Inggris tak dapat menghancurkan kemauan bangsa India.
Kemauan itu memperlihatkan dirinya terutama dengan
barang-barang hasil India yang belum dirampok oleh Inggris. Setelah mengalami
beberapa perjuangan politik dan ekonomi, dapatlah bangsa India mendirikan
industri, pertanian besar, dan perdagangan besar nasional. Selain itu,
imperialisme Inggris mengadakan sekolah dari tingkatan terendah sampai
sekolah-sekolah tinggi (lebih dari lima universitas) dan semenjak beberapa lama
telah mengadakan sistem pemerintahan sampai kepada "dominion" atau
lebih jauh lagi. India telah mempunyai seorang Tilak, Mahatma Gandhi, Das,
Tagore, Dr. C. Bose dan Dr. Naye yang termashur ke seluruh dunia. Sekalian kaum
terpelajar ini dilahirkan dalam pengakuan imperialisme Inggris.
Karena Inggris di negerinya sendiri mempunyai bahan-bahan
untuk industri (arang dan besi), dengan sendirinya ia menjadi bengkel dunia.
Sebab ia tak mempunyai kapas pada permulaannya, dijadikanlah India sebagai
kebun kapas. Selain itu, sebagai negeri industri yang mempunyai penghasilan
yang amat besar, Inggris membutuhkan pasar-pasar. Karena itulah, tanah Inggris
(negeri industri semata itu) terpaksa bekerja bersama-sama dengan India,
meskipun pada permulaannya secara tak langsung. Bukankah firma-firma dan
maskapai-maskapai, baik impor atau ekspor dalam perdagangan yang sedemikian
besarnya antara Inggris dan India, membutuhkan kaum saudagar pertengahan bangsa
India sebagai perantaraan? Dan lagi bukankah tak selamanya "bayonet"
dapat memaksa suatu bangsa untuk membeli barang-barang? Mau tak mau ia mesti
menaikkan taraf hidup, jika ia ingin memperoleh pembelian yang tetap. Inilah
yang memaksa imperialisme Inggris memberikan pendidikan Barat kepada segolongan
bangsa India. Sekolah Tinggi pertama di Benggala yang sekarang sudah berusia
100 tahun, yang pada mulanya hanya boleh dimasuki oleh anak orang kaya dan
aristokrasi, kemudian dibenarkan juga buat anak orang biasa.
Dalam waktu yang singkat, sekolah-sekolah tinggi itu pun
menghasilkan sekian banyak kaum terpelajar, hingga birokrasi Inggris tak dapat
menerima mereka sama sekali. Timbullah di sana kelas yang terdidik secara Barat
dan yang merasa tak senang, yaitu kaum buruh halus. Dari kelas inilah kemudian
lahir beberapa orang pemimpin pergerakan kemerdekaan yang terkenal sebagai
ekstrimis, yakni kaum kiri. Demikianlah, imperialisme Inggris melahirkan
musuhnya serta menggali kuburnya sendiri.
Dengan pimpinan Tilak yang termashur itu, timbullah aksi
boikot pada tahun 1900-1905. Maksudnya supaya industri dan perdagangan nasional
hidup, yaitu dengan jalan memboikot barang-barang pabrik Inggris yang diimpor
ke India (kapas ditanam di India, sesudah itu dikirimkan ke negeri Inggris,
dengan harga yang berlipat ganda dijual pula kepada pembeli bangsa India).
Dengan mempergunakan barang-barang yang belum dirampok
"sebagai senjata", kaum terpelajar memperoleh kemenangan. Tuan tanah
yang besar-besar dan saudagar-saudagar memberikan pertolongan berupa kapital,
semangat dan alat untuk memenuhi program kaum ekstrimis. Meskipun penuh dengan
rintangan-rintangan politik, ekonomi, keuangan dan alat yang luar biasa dapat
jugalah Tilak dan kawan-kawannya meraih kemenangan. Berbagai industri, termasuk
industri tenun — industri nasional waktu sekarang — adalah buah tangan yang
terpenting dari Tilak dan kawan-kawannya. Pun industri itu sudah mempunyai
lapangan internasional. Sebagian besar kemenangan itu juga tergantung pada
pertolongan buruh dan tani bangsa India.
Berdiri di atas kemenangan Tilak, dapatlah Mr. Gandhi meraih
kemenangan dalam pergerakan noncooperation atau gerakan boikot. Hampir semua
pabrik tenun di Bombay (lebih kurang 200 jumlahnya) sekarang dimiliki dan
dikelola oleh otak dan tenaga India. Kapas Inggris terpukul dalam persaingan
yang hebat, bukan saja di India tetapi juga di Afrika, Melayu, Tiongkok dan
lama-kelamaan juga di Eropa.
Undang-undang perdagangan India belakangan ini melindungi
kapas keluaran India. Tidak sedikit kebun-kebun firma dan bank sekarang bekerja
dengan kapital India dan dipimpin oleh bangsa India. Industri-industri seperti
arang dan besi; serta industri logam yang modern sekarang dipegang oleh bangsa
India. Jika waktu perang dunia Inggris membeli gerobak kereta api dari "Tata
Coy", sekarang (semenjak lebih kurang 2 tahun) ia membuat perjanjian akan
membeli juga mesin-mesin kereta api. Pendeknya, tanpa kekerasan imperialisme
Inggris, kapital nasional India berdiri — yang berakibat perjuangan yang tak
mau kalah, yang kadang-kadang menimbulkan pertumpahan darah. India sekarang ada
di zaman industri besar yang modern. Negeri Inggris bukan lagi jadi pusat
bengkel di dunia meskipun di dalam kerajaannya sendiri; dan India bukan lagi
kebun kapas bagi Britania.
Setelah Inggris takluk dalam percaturan ekonomi, terpaksalah
ia mengakui kemenangan India dalam politik. Di sana sekarang berdiri industri
nasional yang kepentingan materialnya dalam beberapa hal bersamaan dengan
kepentingan penjajah. Tinggal lagi bagi Inggris memberikan konsesi-konsesi
politik kepada wakil-wakil tuan tanah yang besar dan borjuasi modern.
Memang inilah artinya kerja islah pemerintahan negeri yang
telah bertahun-tahun dilakukan — MontageuChelmsfordsplan. Daerah besar-besar
yang berpenduduk 50,000,000 seperti Benggala dan Daerah Tengah setelah diadakan
islah (hervorming) dengan perantara majelis-majelis daerah, hampir jatuh ke
tangan bangsa India sepenuhnya. Pemilihan dewan yang tertinggi (Duma bangsa
India), dipengaruhi oleh kaum Swaray, militer, perguruan, dan pengadilan, dalam
beberapa tahun ini disediakan - ditempati oleh putera-putera India yang cakap
dan setia.
Meskipun demikian, belumlah ada satu perwakilan rakyat
(parlemen) dan kabinet yang bertanggung jawab. Sungguhpun islah pemerintahan
India jauh lebih sempuma dari Dewan Rakyat ala Belanda, tetapi belum sampai
seperti Dominion Canada, konstitusi Filipina atau Mesir. Tetapi sejumlah
pemimpin dan kaum ekstremis dapat ditarik hatinya oleh islah itu. Karena itu
pergerakan kaum revolusioner untuk sementara waktu "terkandas" hingga
imperialisme Inggris memperoleh kesempatan untuk menarik napas.
b. Filipina
Keadaan di Filipina berlainan sedikit dengan di India.
Bangsa Amerika datang, pada tahun 1898, waktu bangsa Filipina telah "tiga
perempat berhasil" melemparkan kekuasaan Spanyol. Awalnya Amerika berlaku
sebagai kawan, tetapi setelah kokoh pendiriannya dia tinggal terus dalam negeri
itu. Perang Filipina -Amerika yang 33 tahun lamanya (1898-1901) tak berhasil
menghalau pencuri itu. Sebelum kedatangan Amerika, bangsa Filipina sudah dapat
menunjukkan beberapa nasionalis besar seperti Dr. Rizal (yang ditembak orang
Spanyol dari belakang); seorang organisator, Bonifacio, seorang diplomat
Mahbini dan panglima perang Luna serta Aquinaldo.
Karena itu perlulah dipakai suatu tipu daya yang sangat
fisik untuk mengelabui mata sebuah bangsa yang gagah lagi cerdik, seperti
rakyat Filipina itu.
Disebabkan oleh kebesaran dan kekayaan Amerika dan oleh
salah satu paham anti-imperialisme di antara bangsa Amerika yang berpengaruh,
dengan segera kaum imperialis mengerjakan islah. Politik dalam negeri, dengan
perantara "Senat" dan "House of Representative", sekarang
boleh dikatakan ada di dalam tangan bumiputra. Semua wakil dari kedua dewan itu
— kecuali dari beberapa daerah Islam — dipilih dengan hak memilih yang
sepenuh-penuhnya dan semuanya adalah orang Filipina. Sebagian besar gubernur
dari daerah-daerah adalah juga orang Filipina. Hanya beberapa kepala departemen
saja orang Amerika. Di dalam satu konstitusi, Amerika mesti berjanji akan
memberikan "kemerdekaan" yang seluas-luasnya "kepada bangsa Filipina
setelah mereka dapat menunjukkan kecakapan mendirikan pemerintahan yang
tetap".
Sekolah rendah diperhatikan dengan sungguh-sungguh dan
mementingkan pertanian.
Perusahaan yang menjadi pokok dari ekonomi Filipina sekarang
dipegang oleh bumiputra sepenuhnya. Beberapa pabrik, rumah-rumah perdagangan
dan maskapai-maskapai kapal adalah kepunyaan atau dipimpin oleh orang Filipina.
Empat buah Universitas dan beberapa sekolah tinggi setiap tahun meluluskan
putera dan puteri Filipina dalam jumlah besar untuk mempertahankan bangsa yang
12,000,000 jiwa itu dari tipu daya dan kecurangan Amerika.
Hanya sedikit sekali penduduk yang buta huruf. Boleh
dikatakan semua anak-anak masuk sekolah. Hingga sampai ke sudut-sudut yang
jauh, selain dari bahasa sendiri, pemuda-pemudanya mengerti bahasa Inggris.
Biarpun perguruan di sana tak menyenangkan hati seorang
Belanda yang terpelajar seperti Dr. Nieuwenshuis - yang tentu sekali akan
selamanya menjilat-jilat kudis pemerintahannya sendiri, sambil menghinakan
perbuatan orang lain, tetapi karena ketinggian intelek Filipina, orang-orang
Amerika yang hebat dan kaya-kaya itu tak dapat berbuat sesuka hatinya sendiri.
Sebab Amerika pada tahun 1925 mesti membayar harga karet f
540,000,000 lebih banyak daripada tahun 1924 kepada Inggris, timbullah pikiran
orang Amerika untuk membuka kebun di Filipina Selatan yang tanahnya bagus buat
karet.
Tetapi pemimpin-pemimpin Filipina bekerja keras untuk
menghindari terkaman "serigala-karet" bangsa Amerika. Sebelum mereka
bertindak lebih jauh buat memperoleh tanah yang luas untuk kebun karet, dalam
konsesi — berkat usaha pemimpin-pemimpin Filipina, anggota Senat dan House
dengan hukum tanah (landwet) nya yang lama ditentukan bahwa "tidak lebih
dari 2500 acres (satu acre 4840 yard persegi) yang boleh disewakan kepada orang
asing. Belum berapa lama berselang serigala karet itu, dengan perantaraan
Firestone datang meminta konsesi untuk kebun karet itu. Mereka disambut dengan
perkataan bahwa hukum tanah Filipina "tidak memberi izin".
Pemimpin-pemimpin Filipina berpendapat bahwa apabila Amerika
menanam kapitalnya di Filipina, selain rakyat segera akan menjadi sengsara
(seperti di Jawa) juga Amerika akan mendapat satu alasan untuk merintangi
kemerdekaan Filipina. Imperialisme Amerika yang tidak kurang cerdiknya dari
imperialisme Anglosakson bukankah kelak dapat mengatakan, bahwa satu
kegoncangan boleh jadi akan muncul karena kepergian Amerika yang belum pada
waktunya? Kepentingan-kepentingan Amerika membahayakan di Filipina.
Inilah sebabnya maka pemimpin-pemimpin Filipina dengan
tergesa-gesa mengeluarkan hukum tanah tersebut dari kitab undang-undang dan
membeberkannya kepada seluruh rakyat... Layaknya sebuah kampung kedatangan
seekor macan.
Sebuah bangsa yang sudah terbuka matanya seperti Filipina,
tambahan pula diberi wawasan oleh surat-surat kabar bumiputra (disebabkan
sekolah tinggi yang dikutuki Dr. Nieuwenshuis yang terpelajar itu!), dapat
melihat dan melaksanakan kebenaran dari pemimpin-pemimpinnya. Dengan diiringi
oleh seluruh rakyat, dapatlah pemimpin-pemimpin Filipina setiap waktu memanah
serigala karet imperialisme Amerika dengan panah hukum tanah yang liat itu.
Tidak seorang pun yang mencela sistem perguruan yang tidak
nasional itu selain dari pemimpin-pemimpin Filipina sendiri. Selain itu pun ada
kesulitan-kesulitan untuk mengambil peran perdagangan dari bangsa asing. Tetapi
semuanya mereka sekata (semufakat) bahwa sistem perguruan yang sehat dan
perubahan ekonomi yang sebaik-baiknya hanya dapat dilakukan dengan sempurna
setelah tercapai kemerdekaan bangsa. Dan di sudut dunia manakah hal itu
dipandang secara berlainan? Adanya Gubernur Jendral yang mempunyai hak mencegah
(recht van veto) menjadi rintangan bagi islah ekonomi yang semata-mata bagi
bangsa Filipina. Itulah sebabnya, saudara-saudara kita di sebelah utara sana
masih terus berjuang semata-mata untuk kemerdekaan yang seluas-luasnya.
Konsesi yang besar-besar, yang dengan terpaksa diberikan
oleh Amerika mulai 25 tahun yang silam tak dapat mendinginkan sanubari bangsa
Filipina untuk merampas hak kelahiran dan kemerdekaannya.
Seandainya yang dipertuan bangsa Filipina bukan Amerika
(satu negeri yang terkuat dan terkaya di atas dunia), tetapi "perampok di
tepi Laut Utara (Belanda) yang termashur itu", niscaya telah lama yang
dipertuan itu dihalau mereka masuk ke dalam neraka.
Inggris menguasai karet lebih dari dua pertiga dan Amerika
memakai 72 % dari hasil dunia. Disebabkan masih berlakunya "Stevenson
Rubber Restriction's policy", tuan-tuan kebun dan mereka yang mempunyai
monopoli, bangsa Inggris sajalah yang menguasai karet sedunia ini — verslag
kamer van koophandel Amerika yang diumumkan dalam Manila Tribune, 26 Juli '25.
c. Indonesia
Keadaan India dan Filipina yang saya kemukakan di atas, saya
maksudkan untuk menambah pengetahuan kita tentang imperialisme.
Perihal Indonesia, sekarang dan nanti, akan kita uraikan di
belakang dengan panjang lebar. Setelah memperhatikan semua yang diuraikan di
atas, niscaya tak sudah bagi pembaca untuk mengartikan perampokan, pembakaran,
dan pembunuhan yang dilakukan orang Belanda. Karena itu, kita tidak akan
berlama-lama menggambarkan hongi-hongi (merica di Ambon), kebun kopi yang
sekarang dipanggil penanam merdeka. Semuanya telah terkenal dan dikutuki oleh
setiap manusia yang berotak.
Jauh dari maksud kita mengatakan bahwa sekalian kejadian itu
adalah semata-mata perbuatan "manusia" Belanda. Kita sendiri telah
cukup mengenal pekerti dan tabiat bangsa Belanda. Tetapi lagak dan lagu
imperialisme Belanda menjadikan seorang bangsa Belanda seperti yang kita kenal
dulu dan sekarang — jahat dan bengis.
Tatkala Belanda mengarahkan kapal pembajaknya ke Indonesia,
waktu itu negeri mereka hanyalah negeri tani dan tukang warung kopi yang
kecil-kecil.
Juga sekarang negeri itu masih tetap tinggal sebagai negeri
tani dan saudagar. Dan ia tidak akan menjadi lain, karena ia tak mempunyai
bahan dasar untuk industri besar, yakni arang, besi dan kapas. Sekiranya negeri
Belanda tidak mempunyai tanah jajahan niscaya ia tak dapat menyamai Belgia atau
Swedia.
Setinggi-tingginya ia hanya satu negeri tani dan saudagar-saudagar
kecil yang sunyi seperti Denmark.
Dengan keberanian dan kemauan seorang bajak laut serta
ketamakan seorang tukang warung kopi yang kecil, habislah sekalian hasil negeri
Indonesia dirampasnya. Tak ada sebutir batu pun untuk perumahan ekonomi bumiputra
yang ketinggalan. Bagaimana mungkin kita harapkan pemerintahan bijaksana dari
bajak laut, tukang warung kecil ini ! (Hoe kan men okk vooruitziensheid en
staatsmanschap van een piraat - kruidenier verwachten!).
Sebelum datang Kompeni Hindia-Timur, orang Tionghoa,
Hindu-Arab (lama-kelamaan) menjadi orang Jawa atau setidak-tidak terus tinggal
di negeri ini, tetapi bangsa Belanda datang ke Indonesia dan balik ke negerinya
dengan karung yang penuh berisi. Di sana dihambur-hamburkan uang Indonesia dan
di sanalah mereka menyedot dana pensiunnya dari peti uang Indonesia. Akibatnya,
bocor dan keringlah ekonomi Indonesia!
Sekiranya negeri Belanda adalah sebuah negeri industri yang
maju niscaya lambat laun terpaksalah ia seperti Inggris dan Amerika, memakai
politik yang lain.
Ia tentu akan memakai politik liberal terhadap orang Jawa
atau Indo-Jawa serta bangsawan Jawa. Dengan demikian, kemajuan politik dan
ekonomi sebagai sekarang terjadi di Filipina dan India, boleh juga terjadi di
Indonesia. Biarpun Belanda semenjak 20 tahun belakangan ini mulai
mengindustrialisasi Indonesia, tetapi tujuannya tetap monopoli. Kapitalnya
tetap kapital luar negeri.
Jurang antara penjajah dan si terjajah sekarang masih tetap
sebagai di zaman Daendels dan van den Bosch. Hanya suara revolusi yang gemuruh
sajalah yang dapat menimbun jurang yang dalam itu.
Tetapi agaknya oleh karena hal inilah maka Indonesia dan
negeri-negeri Asia yang lain kelak memberi selamat kepada imperialisme yang
dipertahankan Belanda itu. Sebab dari pertentangan sosial yang tajam di
Indonesia itu, satu masa niscaya akan timbul kodrat baru yang dapat melepaskan
Indonesia dan seluruh Asia dari tindakan Barat untuk selama-lamanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar