Kata Pengantar
Lebih dari dua bulan lamanya MANIFESTO PARI JAKARTA,
(adalah Manifesto kedua, yang pertama dibentuk di Bangkok pada bulan Juni
1927), disebarkan ke seluruh Indonesia. Sambutan yang sangat menggembirakan
terjadi disemua tempat yang menurut susunan masyarakatnya harus mempunyai satu
Partai yang berdasarkan Kelas Pekerja.
Penyebaran MANIFESTO JAKARTA tidak sedikit mendapatkan para
Pejuang baru. Terutama pula penyebaran itu seolah-olah memanggil keluar Kawan
seperjuangan lama yang-tersembunyi dan tidak dikenal oleh pembentuk Manifesto
ini, sejak Manifesto Bangkok. Kejadian ini amat mengharukan hati-nya sang
pembentuk, seperti seorang Bapak yang terharu hatinya setelah berjumpa dengan
anak-nya sendiri, yang ditinggalkan ketika masih dalam kandungan ibunya.
Sekarang si pembentuk-nya sendiri sudah berada
ditengah-tengah gelombang Pemberontakan seluruh Rakyat Indonesia, yang sudah
lama diperkirakan, diharapkan dan ditunggu-tunggu datangnya. Rakyat Indonesia
sekarang membuktikan Kesadaran Politik yang tidak akan bisa lagi dikaburkan
atau diombang-ambingkan oleh segala tipu dan daya penjajah manapun juga diatas
muka bumi ini. Dan Rakyat Indonesia dalam berlusin-lusin perjuangan di Jakarta
dan sekitarnya, Semarang dan sekitarnya, sekarang di Surabaya dan sekitarnya, seperti
juga di Sumatra, membuktikan kemauan dan kesungguhan yang tidak mungkin dapat
dipatahkan begitu saja. Keberanian dan ketabahan yang disertai kecerdikan
berjuang, sekarang baru mulai menggemparkan dunia Internasional yang menganga
tercengang, Musuh yang Angkuh, Sombong dan Rendah.
Pula si-pembentuk Manifesto ini merasa berbahagia yang tidak
terhingga, berada ditengah-tengah Kawan Seperjuangan dan berada juga
ditengah-tengah para anak-anaknya Kawan seperjuangan – Maafkan perasaan seorang
Veteran Revolusioner yang sebagai manusia tidak luput dari pengaruh perasaan
!!! – Para anak-anak yang baru dijumpai, yang sedang mengambil bagian terbesar
dalam usaha mendirikan dan mempertahankan Republik ini.
Lebih dari 18 tahun yang lalu. Manifesto sebagai satu penafsiran
tentang gerakan Ekonomi—Sosial—Politik dunia dan Indonesia diuraikan di
Bangkok, sesudah gerakan Rakyat mendapat pukulan hebat ditahun 1926.
Lebih dari dua bulan pula penafsiran tentang gerakan
Ekonomi—Sosial—Politik luar dan dalam Indonesia diuraikan dalam Manifesto
Jakarta ini. Diuraikan dalam masa perobahan dan segala kebimbangan. Pada satu
pihak Imperialisme Jepang kalah dan menyerah serta siap kembali kenegaranya.
Pada pihak lain Imperialis Inggris--Belanda sembunyi dibelakang kedok yang
dinamai Sekutu ( United Nation ) belum siap untuk menyerbu masuk melakukan
segala tipu muslihatnya, seperti sudah dikenal seluruh dunia. Pada saat itulah
para pemimpin Indonesia, yang selamanya menjadi pembantu “sehidup semati” TENNO
HEIKA ( Tuhannya Jepang )……………. Rezim Otokratis—Militeristik – Para Pemimpin
Indonesia tadi, tidak mengherankan kalau dalam keadaan bimbang, karena
dugaannya pasti memang itu dan “Politik Persatuan Jepang—Indonesia berdasarkan
HAKKO ITJIU” itu gagal sama sekali. Kepada para Pemuda-lah Indonesia dikemudian
hari akan berterima kasih karena mereka yang sebenarnya membangun Republik
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 itu. Apabila Para Pemimpin Besar masih
mengharapkan “Komando dari Tokyo” yang sudah bertekuk lutut sebelumnya “Pecah
sebagai Ratna”. Maka golongan Pemuda mendorong dalam arti yang
sebenar-benar dan sepahit-pahitnya Para Pemimpin Besar menyatakan Kemerdekaan
Indonesia dan mempertahankan Republik Indonesia yang berdaulat.
Sangat terharulah Pembentuk Manifesto ini, apabila sekarang
mengetahui bahwa sebagian besar, boleh dikatakan semuanya para pemuda pendorong
yang insyaf dan bertindak sebagai seorang Jantan itu sudah bertahun-tahun
bergerak dengan Manifesto Bangkok sebagai Obor. Kegembiraan suci tak terharu
itu bertambah pula ketika mendapat kepastian bahwa pelopor pemberontakan
Surabaya yang sedang berlaku sekarang ini, sebagian besar terdiri dari
Pengikut Partai Republik Indonesia ( PARI ) pula.
Berdirinya Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945
itu dan pembelaan yang gagah perkasa dan terus menerus dilakukan dimana-mana
oleh para Pemuda dan pengikut PARI, membuktikan senyata-nyatanya, bahwa
tafsiran Nasional dan Internasional dalam Manifesto Bangkok tidak berapa jauh
dari kebenaran.
Komentar yang panjang, tidak perlu dan belum pada waktunya
untuk diberikan.
Mudah-mudahan penafsiran gerakan Ekonomi—Sosial—Politik
Indonesia dan Dunia sekitarnya yang diuraikan dalam MANIFESTO JAKARTA ini
tidak seberapa pula jauhnya daripada kebenaran.
Tetapi tidak-lah bisa disimpan dalam hati saja, bahwa kita
sekarang merasa sangat malang ( tidak beruntung ), karena sampai sekarang belum
juga mendapat keterangan yang cukup dan syah tentang keadaan yang sebenarnya
terhadap gerakan Ekonomi—Sosial—Politik tadi.
Tetapi akan lebih malang-lah kita jika “tafsiran” tiada
dijalankan sama sekali. Lebih baik mempunyai Tafsiran yang berdasarkan bukti
kurang sempurna, daripada tidak mempunyai tafsiran sama sekali.
Bukan-kah sesuatu “sikap” harus didasarkan atas suatu
Tafsiran? Bukankah pula sikap yang pasti dan dijalankan dengan serempak
walaupun berdasarkan bukti yang kurang cukup, lebih baik daripada sikap laksana
“Pucuk Pohon Aur” yang terkenal ditiup angin kian-kemari, walaupun sikap tadi
berdasarkan bukti yang sempurna.
Tentulah sikap yang sempurna itu adalah sikap yang yang
berdasarkan bukti yang syah serta cukup dan dijalankan serempak-serentak dengan
teguh-tetap, kebenaran ini-pun tidak perlu diberi komentar.
Ada pula para penerima MANIFESTO JAKARTA yang sangsi akan
syahnya “sumber” MANIFESTO JAKARTA itu, karena katanya memakai perkataan baru;
ialah “ASLIA”. Kalau kelak waktu dan tempat mengijinkan, maka akan dibuktikan
senyata-nyatanya, bahwa istilah ASLIA itu mengandung satu tambahan yang bukan
berarti satu “pemalsu” dari salah seorang penyamar yang menamakan dirinya
Tan Malaka. Kalau waktu, tempat dan teman membenarkan tidak akan lama lagi akan
dikeluarkan satu buku lagi yang dinamakan “GABUNGAN ASLIA”. Malah boleh jadi
pengarangnya sendiri akan keluar dari goa persembunyiannya selama hampir dua
lusin tahun.
Sudah nasibnya Tan Malaka sendiri menjadi bola sepakkan para
tukang kabar angin yang mempunyai kepentingan sendiri. Empat kali kabar, bahwa
ia masuk dengan kapal terbang jepang sebagai pembesar. Pada waktu menulis kata
pengantar ini di Surabaya telah ditangkap beberapa penyamar musuh yang mengakui
dirinya Tan Malaka. Pembaca dan pengikut PARI tentulah cukup mengerti akan
maksud kaum Provokator dan Penghianat
Tan Malaka akan keluar menurut keadaan dan kekuatan Rakyat,
dan dia sudah berada disini semenjak Jepang masuk. Tetapi dia masuk sendiri
tidak dengan pertolongan dan perlindungan kapal perang atau kapal terbangnya
Jepang. Dia memang bekerja pada salah satu perusahaan dibawah pengawasan
Jepang. Tetapi dia menjadi Buruh dan tidak sedikit-pun mencampuri politik
Imperialisme Jepang. Lagi pula belum pernah sepatah kata pun membenarkan
apalagi memuji politik Jepang dimuka umum. Malah sebaliknya, dua atau tiga kali
perkataan yang diucapkan didepan umum, yang membela Kemerdekaan dan Kaum
Pekerja amat membahayakan dirinya. Cuma perkataan itu tidak diucapkan sebagai
wakil dari salah satu badan yang mengandung politik dan bukan pula oleh seorang
yang bernama Tan Malaka. Pendek kata Tan Malaka ada di Jawa semenjak kira –kira
pertengahan tahun 1942. Dia mengabdi seikhlas-ikhlasnya kepada Kaum
Buruh, Made in Jepang yaitu ROMUSHA dengan segala kegembiraan, hasil dari
suatu pemerintahan yang semunafik-munafiknya, sekejam-kejamnya,
serakus-rakusnya, dan sebinatang-binatangnya di kolong langit.
Dengan Amerika-pun pengalamannya cukup pahit! Penangkapan di
Manila bulan Agustus tahun 1927, walaupun diprotes oleh seluruh rakyat
Philiphina, tipu-muslihat kaki tangan Imperialis Amerika selalu digagalkan oleh
Rakyat Philipina, akhirnya pembuangan dari Philipina serta percobaan dari
Konsul Amerika dibantu oleh Konsul Inggris, Perancis dan Belanda di Amoy untuk
“menculik” Tan Malaka di pelabuhan Amoy , tetapi gagal karena tindakan sendiri
dan teman-teman, semua itu adalah pengalaman Tan Malaka berhubungan dengan
Demokrasi Made in Amerika itu. Dengan Inggris-pun mengalami pengalaman yang
tidak kurang pahitnya dengan Demokrasi Belanda dan Amerika. Juga Demokrasi
Inggris dalam satu perkara pun tidak menjalankan Demokrasi yang dianggapnya
sakti itu terhadap massa yang terpisah dari Negara dan Rakyatnya! Satu
undang-undang Internasional yang dianggap sakti untuk dirinya sendiri dan untuk
semua kulit putih diperbolehkan dilakukan terhadap Tan Malaka – Pengasingannya
didalam Bui ( penjara ) Hongkong lebih kurang dua bulan lamanya ditahun 1932,
desakkan dari semua Imperialisme dunia didalam Bui, pemindahan dari sel ke sel,
dari sel kulit putih ke sel orang hukuman Tionghoa, penolakan semua negara
Imperialis dengan negara jajahannya buat menerima Tan Malaka sebagai pelarian
politik ( Political Refugee ), pengusirannya dari Hongkong dengan tidak
menetapkan negara yang aman untuknya terlebih dahulu, menurut undang-undang
bangsa “Sopan” didunia ini, ancaman dari Belanda yang berusaha keras untuk
menculik, berbagai bahaya dijalani pada masa pembuangan ketiga kalinya itu dan
sebagainya – semuanya adalah Pengalaman hidup seorang Pemimpin Indonesia yang
pada masa saat itu amat pula terganggu kesehatannya. Semuanya berserah dengan
darah diatas kulitnya Tan Malaka.
Cukup sebab maka Tan Malaka memilih Waktu, Tempat dan Teman
untuk menyaksikan dirinya sendiri kedepan mata Rakyat Indonesia…………………………….
MERDEKA 100%
PEMBENTUK MANIFESTO JAKARTA
TAN MALAKA
****