PENGANTAR
TIGA MINGGU yang lampau Inggris-Nica dengan alasan yang
dicari-cari dan berputar-putar dari tempo ke tempo, memajukan tuntutan pada
kota Surabaya: supaya rakyat dan tentara dilucuti senjatanya. Maksudnya ialah
supaya sesudah rakyat dan tentara dilucuti senjatanya, barulah Nica mau
berunding dengan para pemimpin rakyat.
Tuntutan itu cuma satu artinya: Rakyat Indonesia lebih
dahulu mesti dilucuti senjatanya. Kemudian akan dijajah kembali oleh Belanda,
dengan Inggris sebagai pembantunya.
Rakyat Surabaya tak mau dilucuti senjatanya dan tak mau
dijajah kembali. Tak mau pula ia berunding dengan senjata musuh di depan
dadanya. Ini cocok dengan kemauan Rakyat Indonesia seluruhnya. Cocok pula
dengan anjuran para pemimpin terkemuka di zaman Jepang. Cocok pula dengan
semangat kemerdekaan yang sudah didengungkan selama 40 tahun. Cocok dengan hak
dan kehormatan suatu Negara Merdeka.
Inggris-Nica dalam hakikatnya mau menjajah. Tuntutannya di
atas tadi yang ditolak oleh rakyat Surabaya, dilaksanakannya dengan serangan
gabungan dari laut, darat, dan udara.
Serangan yang sedahsyat-dahsyatnya selama ini.
Tiga minggu lamanya rakyat Surabaya sudah menahan serangan
ini.
Hampir berbarengan dengan serangan Suarabaya, dengan maksud
begitu juga dan alasan sejenis itu juga —yakni alasan “macan mau memakan anak
kambing” menurut cerita terkenal— dengan alasan pura-pura itu sedang terjadi
pertarungan hebat di Semarang, Ambarawa, Magelang, Jakarta, Bandung, dan
Sumatera. Di mana-mana rakyat menang kalau cuma menjumpai perlawanan pasukan
melawan pasukan. Tak ada pasukan Inggris-Nica yang bersenjata lengkap yang bisa
menahan serangan pasukan Indonesia bersenjata serba kurang. Inggris bisa menang
cuma dengan senjata luar biasa, yang membuat “orangnya” Inggris-Nica tak kelihatan
lagi. Makin dekat ke pantai makin besar keuntungan dan kekuatan Inggris. Makin
jauh dari pantai makin besar pula keuntungan dan kekuatan Indonesia. Dari
Magelang Inggris-Nica sudah terusir sama sekali! Selalu saja Inggris, Belanda,
Gurkha ... ataupun Jepang lari tunggang langgang kalau berhadapan pasukan
melawan pasukan, orang melawan orang!
Rakyat Indonesia sudah menyambut “PERANG” yang tiada
dinyatakan dengan “PERANG”. Rakyat kita sudah benar sikapnya! Rakyat sedang
berjuang mati-matian membela sikapnya yang benar itu. Rakyat Indonesia sedang
membikin sejarah buat Negara Indonesia dan dunia lain. Rakyat Indonesia ada di
bawah pengobaran dunia. Kalah atau menangnya kelak Rakyat Indonesia tiadalah
terletak pada kalah atau menangnya berjuang dalam peperangan yang tak sama
persenjataan itu!
Kalah atau menangnya itu terletak pada “salah atau
benarnya”. Ia mengambil “sikap” terhadap kecerobohan. Dan juga pada lemah atau
kuat imannya memegang sikap yang sudah diambilnya. Seandainya pada tanggal
10-11 November itu rakyat Surabaya bertekuk lutut terhadap tuntutan yang
melanggar hak dan kehormatannya sebagai bangsa merdeka, maka dunia luar dan
anak cucu Rakyat Indonesia sekarang akan mengutuki sikap bertekuk lutut itu.
Seandainya kelak Rakyat Indonesia karena kalah sementara
pada satu tempat saja sudah patah hatinya dan kemudian mengubah sikapnya,
berkhianat kepada sikapnya bermula, maka dunia luar dan anak cucu Rakyat
Indonesia tiada akan memandang Rakyat Indonesia masak buat merdeka. Tetapi jika
sikap yang benar itu tiada bisa menang dalam perjuangan ini, maka di hari depan
sikap itu akan diteruskan dipakai pada perjuangan yang akan datang sampai
maksud itu tercapai.
Rakyat Indonesia pendeknya sedang berjuang buat kebenaran
dan keadilan! Apakah muslihat yang mesti dijalankan dalam peperangan yang tidak
sama persenjataan ini?
Di tengah-tengah dentuman mortir dan bom, sambil
memperhatikan sikap tegak-tenang di pihak rakyat dan prajurit Surabaya, saya di
masa ini lebih yakin lagi akan kebenaran MUSLIHAT yang mesti dijalankan,
MUSLIHAT mana sudah lama terkandung dalam pikiran.
MUSLIHAT dalam arti seluas-luasnya dan sedalam-dalamnya
itulah yang saya coba bentangkan di sini!
Mudah-mudahan brosur ini akan memberi faedah pada para
pemimpin perjuangan Indonesia yang maha dahsyat dan paling modern ini. MERDEKA
!!!
I. Suasana
A. IKLIM PERJUANGAN
Republik Indonesia yang didirikan pada tanggal 17 Agustus
1945 berada dalam perjuangan yang hebat dahsyat. Percakapan yang berhubungan
dengan Indonesia Merdeka diteruskan oleh MR. APAL, TOKE, DENMAS, PACUL, dan
GODAM. Dalam hal merundingkan muslihat yang patut dijalankan ini pun nyata
bahwa masing-masing pembicara terkungkung oleh sifat golongan sendiri-sendiri.
SI PACUL : Merdeka!
BERSAMA : Merdeka, Cul! Perubahan besar, Cul, buat engkau
dari ucapan selamat pagi, apa kabar sampai merdeka! Kami kira engkau akan
menyerbu dengan Kyai Kebal ke Surabaya! Sudahkah engkau terima jimat dan
berkahnya Kyai Kebal. Mukamu berseri seperti baja saja, penuh kepercayaan.
SI PACUL : Betul saya percaya tetapi tidak atas kekebalan
diriku sendiri. Saya percaya atas kekebalan 70 juta rakyat Indonesia. Asal saja
semua syarat perjuangan dipahamkan dan MUSLIHAT dijalankan 70.000.000 manusia
takkan dapat dijajah kembali.
SI TOKE : Apa kabar yang paling akhir? Bagaimana keadaan
kita sekarang?
SI PACUL : Saya juga bukan ahli, Kek! Saya juga mendapat
pertanyaan dari surat kabar dan radio. Tetapi semalam kebetulan berjumpa
beberapa teman yang baru kembali dari semua medan pertempuran kecuali dari
seberang.
SI TOKE : Kabarkan, Cul, bagaimana keadaan pertempuran kita?
SI PACUL : Bermula marilah kita sebentar mengheningkan cipta
buat ribuan rakyat dan prajurit perwira Indonesia yang tewas dalam medan
pertempuran. Kedua, marilah kita peringatkan pula bahwa kini tiga setengah
bulan Republik Indonesia berdiri. Bandingkanlah perubahan jiwa Rakyat
Indonesia, di masa 3½ abad di bawah telapak imperialisme Belanda dan 3½ tahun
di bawah telapak imperialisme Jepang dengan 3½ bulan di bawah iklim
kemerdekaan.
SI TOKE : Berbeda Cul, seperti siang dan malam. Jiwa
berserah sekarang menjadi jiwa dinamis berontak. Semangat takluk dan percaya
pada pimpinan asing, sekarang bertukar menjadi semangat melawan dan percaya
pada pimpinan negara sendiri, sama diri sendiri, bahkan sama tombak bambu dan
golok sendiri. Siapa sangka Cul, penjelmaan yang begitu besar bisa terjadi
dalam tempo sependek itu.
MR. APAL : Baru saja saya kembali dari perjalanan dari Anyar
ke Surabaya. Terlampau melebihi kalau saya katakan bahwa sepanjang jalan
tiap-tiap km diperhentikan. Oleh siapa? Bukan oleh musuh polisi Belanda atau
kempei Jepang. Melainkan oleh rakyat jelata Indonesia atas dorongan kalbunya
sendiri. Siang malam mereka berjaga-jaga mengawasi mata-mata musuh yang memang
berkeliaran mencari-cari kelemahan.
DENMAS : Di masa Diponogoro cuma rakyat Jawa Tengah saja
yang berjuang, tak pula seluruhnya. Di masa Imam Bonjol cuma sebagian kecil
rakyat Minangkabau yang bertempur dengan Belanda. Di masa Teuku Umar, cuma
rakyat Aceh saja yang berperang. Tetapi sekarang seluruh Jawa sudah bertempur.
Seluruh Sulawesi, seluruh Kalimantan, dan seluruh Sumatera sedang bangun
serentak mengikuti jejaknya Jawa.
MR. APAL : Perjuangan sekarang ialah perjuangan nasional
yang sebenarnya! Inilah yang diimpikan oleh kaum nasionalis semenjak 40 tahun
ini.
SI TOKE : Perjuangan Indonesia sudah betul-betul menjadi
perjuangan internasional. Dewan Selong menyatakan simpatinya terus terang
berpihak Indonesia. Buruh Australia memergoki kapal Belanda yang mengirimkan
senjatanya ke Indonesia buat memukul Republik Indonesia. Tentara Australia
membantu pemberontak Indonesia di Kalimantan. Rusia dan Tiongkok mengakui
Republik Indonesia. Dari Amerika pun terdengar suara simpati dari sebagian
penduduk di sana. Begitu pula dari sebagian kaum buruh Inggris. Tetapi Cul, apa
jawabnya pertanyaan saya yang bermula? Apa kabar yang paling akhir? Bagaimana
keadaan pertempuran kita?
SI PACUL : Semuanya yang direntangkan di atas memang
berhubungan rapat dengan keadaan kita sekarang. Tentang keadaan pertempuran
lebih kurang amat menyenangkan. Kabar radio dan kabar temanku yang baru kembali
dari Surabaya mengatakan bahwa Surabaya yang hampir rusak binasa itu sudah
digenangi air. Inggris dan Gurkha-nya boleh terus menduduki Surabaya tetapi
tank, truk, dan meriam besarnya baiklah mereka angkut saja ke tempat yang
kering. Sebagian besar dari rakyat yang tak ikut bertempur sudah menyingkirkan
diri. Biarlah Inggris-Nica dan seluruhnya insyaf bahwa rakyat Indonesia selain
jiwa raganya juga siap sedia mengorbankan semua. Katanya buat membela
kemerdekaan negaranya. Rakyat Indonesia juga insyaf bahwa di luar kota
“mesinnya” tentara Inggris yang modern itu sudah kalah, mustahil berjalan
terus!
SI TOKE : Bagaimana keadaan di lain tempat?
SI PACUL : Magelang, bekas benteng Belanda yang dahulu amat
kuat itu sudah kita rebut kembali. Tentara Inggris sekarang terkepung dalam
rawa, juga benteng Belanda, yang dahulu dianggap kuat. Di Jakarta dan
sekitarnya pertempuran hebat terus menerus berlaku. Di Bandung dan sekitarnya,
rakyat mendesak ke dalam kota. Di mana-mana gedung besar-besar dipertahankan
oleh pemuda dengan gagah berani, di luar dugaan bermula. Di Bandung
pemuda-pemuda pun tak ketinggalan. Seringkali Jepang dipakai oleh Inggris
melawan Indonesia. Begitu keadaan di Jawa, Sulawesi, Kalimantan, dan Sumatera.
Umumnya tentara Indonesia lebih ulung dan lebih berani dari tentara
Inggris-Belanda. Tetapi kekuatan senjata tak berbanding. Tank Inggris
bermaharajalela di jalan raya, meriam besar mereka tak ada lawannya. Kapal
terbang dan kapal perang amat leluasa. Walaupun begitu tak sedikit tank yang
ditangkap, kapal perang ditenggelamkan, dan kapal terbang ditembak jatuh oleh
prajurit kita. Bermacam-macam senjata, seperti pistol, senapan mitraliur,
meriam dll dirampas oleh rakyat jelata dengan bambu runcing, golok dan tinju
saja.
SI TOKE : Jadi rupanya rakyat Indonesia dengan tombak bambu,
golok dan tinju melawan Inggris-Nica-Jepang yang bersenjata modern buat tentara
darat, laut dan udaranya!
SI PACUL : Tetapi ada senjata yang tak ada pada mereka dan
ada di pihak kita.
SI TOKE : Apa Cul?
SI PACUL : Kebenaran! Keadilan! Akhirnya, Rakyat Murba!
B. DIPLOMASI dan DIPLOMASI
SI PACUL : Aku yakin bahwa kita dalam kebenaran dan
keadilan. Aku juga percaya bahwa rasa kebenaran dan keadilan yang ada bersarang
dalam hati sanubari rakyat di negara luar, akhirnya kan menyambut teriak
kebenaran dan keadilan dari pihak kita. Lagipula kita sudah yakin bahwa Rakyat
Murba kita tak menghitung laba rugi lagi dalam melaksanakan perasaan kebenaran
dan keadilan itu. Tetapi diplomasi apa yang mesti kita jalankan supaya
perjuangan rakyat sekarang ini berhasil, inilah yang saya ingin dengar dari
Tuan sekalian yang hadir di sini.
SI TOKE : Memang diplomasi itu penting sekali. Denmas memang
beradik berkakak dengan diplomasi. Cobalah bentangkan paham Denmas perkara
diplomasi itu lebih dahulu.
DENMAS : Yang menjadi dasar diplomasi itu buat saya ialah
kekuatan kita sendiri. Diplomasi itu mesti kita jalankan menurut kekuasaan kita
sendiri, berbanding dengan kekuatan musuh. Kekuatan kita seperti sudah
dijelaskan tadi, di udara, di laut, di darat adalah kurang sekali daripada
musuh.
SI TOKE : Jadinya kita mesti bertekuk lutut lebih dahulu?
Kemudian tunggu saja apa yang dihadiahkan oleh Sekutu kepada kita?
DENMAS : Oh, tidak.... tidak persis begitu!
SI PACUL : Jadi bagaimana persisnya Denmas?
DENMAS : Sebab dengan kekerasan kita agak susah mendapatkan
pengakuan dari negara luar, maka diplomasi kita juga mesti disandarkan atas
simpati luar negeri.
SI GODAM : Pengakuan luar negeri itu bukanlah syarat
hidupnya Republik Indonesia.
SI PACUL : Diam dulu, Dam! Aku sudah maklum mau ke mana
engkau pergi.
SI TOKE : Memang kita mau mendapatkan simpati dari semua
negara lain di dunia. Kalau kita tidak bisa mendapatkan simpati dari semua
negara lain, cukuplah sudah dari Sekutu saja. Tetapi bagaimana jalan
mendapatkan simpati Sekutu itu?
DENMAS : Tuhan membentuk manusia serupa dengan bentuknya
sendiri. Sekutu juga akan lebih menyetujui bentuk negaranya sendiri. Sekutu
sudah berperang menghancurkan fasisme. Sekarang bentuklah negara yang tiada
bercorak fasisme! Tentu akhirnya Sekutu akan akui.
MR. APAL : Memang bentuk Republik dan isi demokrasilah yang
cocok dengan perasaan Sekutu. Maka dari itu marilah kita adakan tata negara
yang demokratis, pemerintah yang dipilih menurut kehendak rakyat. Akhirnya
perlakukanlah rakyat asing di negara kita ini menurut Undang-Undang Internasional
dan akuilah kehendaknya Sekutu! Dengan begitu kita akan mendapat simpati,
persetujuan, dan pengakuan dari Sekutu.
SI TOKE : Tetapi bagaimana kalau Inggris mau memakai
Belanda- Nica sebagai perisai? Bagaimana kalau Inggris seperti imperialismenya
di Afrika, Asia, dan Indonesia, membikin perjanjian buat diinjak-injak dan
menipu saja? Di mana imperialisme Inggris pernah berlaku jujur terhadap bangsa
berwarna? Apakah kita sendiri tidak akan dianggap berkhianat terhadap Negara
Indonesia, jika kita sandarkan sikap kita atas kepercayaan pada kejujuran satu
imperialisme yang belum pernah berlaku jujur, dalam sejarahnya yang sudah kita
kenal?
SI PACUL : Inggris katanya diserahi oleh Sekutu pekerjaan
buat melucuti senjata Jepang. Tetapi di mana-mana Inggris mengadu Jepang dengan
Indonesia. Di Magelang dan Semarang Jepang dibohongi oleh Inggris. Katanya
orang Indonesia sudah membunuh para pembesar Jepang. Di Bandung Jepang
tiba-tiba menyerang rakyat atas persetujuan Inggris. Di Pesing, dekat Jakarta,
serdadu Jepang diperintah oleh Inggris menembak orang Indonesia. Begitu pula di
Palembang dan semua tempat lain. Berapa ribu rakyat Indonesia mati karena
politik Inggris mengadudomba Jepang dengan rakyat Indonesia.
SI TOKE : Sebenarnya Republik Indonesia bisa, wajib, dan
berhak melucuti senjata Jepang. Itu mulanya dilakukan oleh rakyat Indonesia di
Surabaya, Yogyakarta, Magelang, Bandung, dan Malang. Semuanya bisa berjalan
baik, kalau di belakangnya Inggris tidak memerintahkan Jepang menggempur rakyat
Indonesia.
SI PACUL : Lagipula Inggris katanya cuma mau melayani orang
tawanan Eropa! Tetapi apa yang dikerjakannya? Inggris memasukkan Nica
bersenjata lengkap dari luar negeri buat menghancurkan Republik Indonesia. Dia
memakai organisasi damai seperti Palang Merah dan RAPWI buat mempersenjatai dan
mengerahkan tawanan Belanda buat menyerang rakyat Indonesia di mana-mana.
SI TOKE : Satu kali Inggris duduk di satu tempat, di sana
Nica keluar, memperkosa merampas harta dan menembaki rakyat Indonesia. Apalagi
tempat itu kacau, karena rakyat Indonesia melawan, maka Inggris adakan
pemerintah militer. Ini artinya membatalkan pemerintah Republik.
SI PACUL : Jadi teranglah sudah maksud Inggris yang
sebenarnya ialah: Duduki satu kota Indonesia, keluarkan Nica buat mengacau dan
adakan pemerintah militer. Kalau semua tempat penting sudah diduduki tentara
Inggris, ketentraman tercapai, maka dari kantongnya imperialisme Inggris akan
dikeluarkan bonekanya, yakni Nica. Sesudah beres maka kapitalis kebun, minyak,
dan pabrik Inggris akan kembali ke Indonesia menguasai arah-arahnya hasil
Indonesia dan menguasai hasil itu sendiri, lebih dari sebelum masa perang.
Bersama dengan jagoannya Belanda maka rakyat Indonesia akan diperas,
ditelanjangi, dan ditendangtendang buat membangunkan negeri Belanda dan Inggris
yang jatuh ke lembah kemiskinan dan kemelaratan itu.
SI GODAM : Bajing itu bisa hilang bulunya, tetapi tak akan
hilang nafsunya buat mencuri kelapa. Selama giginya ada, tak ada kelapa yang
boleh dipercayakan kepadanya. Muslihat yang benar ialah mencabut giginya atau
memotong lehernya sama sekali.
SI PACUL : Perumpamaan lagi. Pastikan saja!
SI GODAM : Selama peraturan ekonomi, politik, dan sosial
Inggris masih seperti sekarang, yaitu kapitalis, selama itulah pula nafsunya
buat menjajah negara lain bergelora. Imperialisme Inggris bisa pura-pura jujur
kalau ada “pelor” di depan dadanya. Persis seperti kucing patuh jinak selama
ada tongkat di depannya. Begitu juga Belanda.
SI PACUL : Betul sekali ususnya prajurit Inggris dan Belanda
tak kuat menghadapi pelor Jepang pada peperangan di Malaka dan Indonesia.
Sekarang pun ususnya kendor kalau bertemu muka dengan prajurit Indonesia. Golok
atau bambu runcing saja sudah membikin serdadu Inggris atau Nica gementar
seperti tikus melihat kucing. Belum pernah tentara Inggris atau Nica dalam
perjuangan seorang lawan seorang. Tetapi dalam tank baja dan kapal udara yang
terbang tinggi mereka amat berani.
SI GODAM : Tetapi muslihat kita tak bersandarkan senjata
lahir semata-mata.
SI PACUL : Apa senjata muslihat kita?
SI GODAM : Pertama keyakinan dan konsekuensi. Syarat adanya
Republik Indonesia terletak semata-mata atas kemauan rakyat Indonesia saja.
Pengakuan negara lain tiadalah menjadi syarat adanya republik kita. Melainkan
syarat buat berhubungan baik dengan negara lain. Berhubung dengan sahnya
Republik Indonesia menurut keyakinan kita, maka diplomasi kita mesti dipusatkan
pada daya-upaya lahir dan batin memberi keyakinan pada dunia lain, bahwa kita
mau dan bisa berlaku sebagai satu Negara Merdeka yang mempunyai “kehormatan
atas diri sendiri”.
SI PACUL : Jadi dengan berpikir, berkata, dan berlaku
seperti orang merdeka, kita bisa merebut hati, simpati, persetujuan, dan
pengakuan Rakyat Merdeka atau Rakyat yang mau Merdeka di dunia luar.
SI GODAM : Tepat Cul! Bukan dengan sikap masa bodoh dengan
tipuan dan kecerobohan negeri asing “Kalau sudah ditipu terus percaya. Sudah
ditendang terus minta terima kasih”. Sikap budak semacam itu tidak akan
mendapatkan pengakuan sebagai negara merdeka, melainkan sebagai budak, lagipula
persetan sama putusan Sekutu, yang tidak diketahui apalagi disetujui oleh
rakyat Indonesia, nyata pula negara besar seperti Rusia, Tiongkok, dan Amerika
tiada menyetujui tindakan Inggris, perfide Albion itu. Diplomasi Indonesia
Merdeka bukanlah diplomasi mengemis dan menerima! Diplomasi berjuang dan
merebut, itulah diplomasi kita.
II. Kemungkinan
SI GODAM : Laba rugi dalam suatu perjuangan itu memang mesti
diakui lebih dulu sebelum perjuangan itu dilakukan.
SI PACUL : Bagaimana kemungkinan itu buat kita, Dam?
SI GODAM : Kemungkinan itu mesti dihubungkan dengan beberapa
perkara yaitu: 1. perkara bumi iklim (geografi) 2. keadaan internasional 3.
cacah jiwa (man power) 4. kebatinan (moral) 5. kemiliteran 6. kecerdasan 7.
disiplin 8. persatuan 9. organisasi
SI TOKE : Jadi semuanya ada 9 (sembilan) perkara yang mesti
kita periksa.
SI GODAM : Sebenarnya lebih! Tetapi buat sementara cukuplah
yang 9 itu. Maksud kita dalam brosur ini juga bukan mengadakan penyelidikan
yang sempurna. Melainkan buat memberi petunjuk sekadarnya saja. Penyelidikan
yang lebih dalam dan lebih luas boleh diadakan di lain tempat dan di lain
tempo.
SI PACUL : Cobalah periksa perkara itu satu persatunya.
SI GODAM : Dalam garis besarnya boleh dikatakan bahwa empat
perkara yang bermula menguntungkan kita. Tetapi dalam 5 perkara di belakang
kita banyak mempunyai kelemahan. Untunglah pula kelemahan itu bisa dilenyapkan
sama sekali, asal saja kita mengerti dan mau.
SI TOKE : Mulailah memeriksa!
SI GODAM : Tidak perlu diperpanjang lagi bahwa bumi iklim
membantu kita dalam perjuangan. Bumi iklim kita membiarkan padi, ubi, sayur
tumbuh 12 bulan dalam setahun. Jadi terus-menerus. Sedangkan di hawa dingin,
gandum, sayur itu dibiarkan tumbuh dalam enam bulan saja. Jadinya tak perlu
mengadakan persiapan selama enam bulan bumi beristirahat. Sambil berjuang,
pertanian bisa diteruskan. Pakaian boleh disusutkan kepada sarung dan celana
pendek saja. Tak ada musim dingin yang akan mengirim kita ke liang kubur kalau
tak berpakaian tebal dari bulu domba. Dalam hal menyesuaikan badan ke hawa
kita, sudahlah tentu kita di pihak yang beruntung pula. Sebaliknya musuh yang
dari iklim dingin mesti mengadakan persediaan-persediaan makanan, pakaian dll
lebih dari kita. Lebih susah pula mereka menyesuaikan dirinya dengan bumi iklim
kita yang umumnya panas itu.
SI TOKE : Pendeknya bumi iklim itu, apalagi jendral hujan di
bulan duabelas dan satu berada di pihak kita!
SI GODAM : Keadaan Internasional! Walaupun belum begitu
terang, karena kabar amat sedikit yang kita terima, tetapi keadaan
internasional makin lama makin menguntungkan kita. Dalam garis besarnya dunia
sekarang boleh dibelah dua. Pada satu pihak, ialah imperialisme Inggris-Amerika
dengan punakawan yang diangkatnya kembali yakni Perancis dan Belanda yang sudah
kapok tadi. Pada pihak lain ialah Soviet-Rusia di samping beberapa negara kecil
di Eropa yang merasa tertindas dan seluruh bangsa berwarna yang dijajah di Asia
dan Afrika. Tetapi imperialisme Anglo- Amerika itu bukanlah kekuatan bulat dan
tetap. Dalam badannya sendiri kapitalisme Inggris-Amerika itu terbagi atas dua
golongan bertentangan, yakni kaum proletar dan kaum hartawan (borjuis).
SI PACUL : Jadi salahlah pengiraan orang yang membulatkan
saja kekuatan kapitalisme Inggris dan Amerika itu.
SI GODAM : Memang salah! Orang yang berpikir secara mesin
memang tidak atau kurang sekali memperhatikan pertentangan. Pertentangan itu
sehari demi sehari bertambah tajam. Perjuangan Republik Indonesia bukan “tiada”
mempengaruhi pertentangan di dunia luar itu. Percayalah bahwa kelanjutan
perjuangan Indonesia Merdeka akan memperdalam dan memperluas pertentangan itu.
Pertentangan itu mungkin menguntungkan Indonesia.
SI PACUL : Perkara ketiga, cacah jiwa, bagaimana?
SI GODAM : Praktis 70 juta rakyat Indonesia bisa
menggerakkan 14 juta orang. Yang paling kuat buat penyerbuan saja ada 7 juta
orang. Andaikan musuh bisa memasukkan 200.000 serdadunya ke Indonesia, jadi
satu musuh mesti menghadapi 35 orang Indonesia, bulatkan 36 orang. Apa artinya
kelebihan bilangan itu?
SI TOKE : Ya, apa artinya man power, kekuatan orang itu?
SI GODAM : Andaikan (buat memudahkan berpikir saja) satu orang
Gurkha bersenjata tommy-gun dikepung oleh 35 orang bergolok dan bambu runcing
(andaikan orang Indonesia tak mempunyai granat tangan, bom pembakar mitraliur,
ataupun bedil atau meriam). Yang punya 35 bambu runcing, yang mengepung satu
Gurkha itu bergiliran menurut tiga rombongan. Tiap-tiap hari selama 24 jam
perkelahian terus menerus. Apa akibatnya? Prajurit Indonesia bisa tidur dan
beristirahat, si Gurkha mesti terus menerus berjaga- jaga. Tiap-tiap rombongan
Indonesia yang terdiri dari 12 orang itu bisa bergiliran tiga kali sehari untuk
menjaga satu orang Gurkha. Satu giliran 12 orang cuma selama 6 jam. Jadi
tiap-tiap giliran, maka 12 orang Indonesia cuma perlu bertempur 8 jam saja dan
kelak bisa 16 jam sehari mengaso atau tidur. Sedangkan satu Gurkha satu Inggris
atau satu Nica mesti terus menerus 24 jam sehari menjaga 12 golok! Satu hari
bisa berjalan dengan beres. Tetapi jika sampai dua atau tiga hari si Gurkha,
Ingggris atau Nica terus menerus menjaga 12 tombak atau golok, maka mereka bisa
mati, karena momok golok saja.
SI PACUL : Memang begitu dalam teori! Dan teori itu penting!
SI GODAM : Kalau teori itu dijalankan dengan kecerdasan
mesti ada akibatnya yang baik. Perkara keempat, kebatinan tak perlu dituturkan
panjang lebar. Laki perempuan, tua muda, orang Indonesia sekarang tak kalah
lagi dengan rakyat yang serevolusinya di dunia ini di zaman manapun juga. Jadi
empat perkara di atas yang amat penting sekali berada di pihak kita! Memang
empat perkara itu lebih susah merombaknya, seandainya empat perkara itu tidak
berada di pihak kita. Karena keempat perkara itu, terlebih tiga perkara
pertama, adalah di luar kekuasaan kita (lebih obyektif).
SI PACUL : Apa artinya di luar kekuasaan kita?
MR. APAL : Memang tak bisa kita mengubah bumi iklim, keadaan
internasional, dan cacah jiwa itu, yaitu secara lekas dan langsung.
DENMAS : Memang syukurlah semuanya itu ada di pihak kita.
Perkara keempat itu, kebatinan, kalau buat seorang saja memang bisa diubah.
Tetapi kalau untuk 70 juta manusia tentulah mustahil bisa diubah dalam sehari,
sebulan, ataupun setahun. Kini kebatinan itu pun ada di pihak kita.
SI PACUL : Sekarang cobalah selidiki 5 perkara yang tiada di
pihak kita itu!
SI GODAM : Bukan sama sekali di pihak kita. Jangan kau salah
mengerti, Cul. Sebagian ada di pihak kita. Tetapi memang kurang! Jadi perkara
kelima, kemiliteran: kurang menyenangkan. Pertama, opsir yang sungguh menerima
ilmu kemiliteran amat kurang sekali. Tetapi nyata di mana ada, opsir itu bisa
dipakai. Walaupun “dai-dancho” cap Jepang cuma mendapat latihan beberapa bulan
saja, tetapi sudah terbukti bisa dipakai dengan hasil memuaskan. Opsir rendahan
latihan Jepang juga amat memuaskan. Apalagi prajurit biasa! Beberapa prajurit
biasa yang sudah pecah sebagai ratna! Sungguh menggembirakan dan memberi
harapan besar buat tentara Republik Indonesia di hari depan.
SI TOKE : Aku pikir begitu juga. Sudah 22 hari sampai
sekarang kita bisa tahan serangan serentak dari darat, laut dan udara Inggris.
Dengan pompa air saja dulu Belanda bisa mengacau- balaukan rakyat berkumpul.
Teruskan Dam!
SI GODAM : Latihan juga amat pendek. Tetapi juga memuaskan.
Yang tidak memuaskan tentulah persenjataan. Di laut kita tak berdaya. Di udara
kita tak bisa bikin apa-apa. Terhadap mortir, tank, dan kereta baja kita dengan
keberanian luar biasa saja bisa mendapat satu dua kemenangan. Pabrik senjata
kita tak punya. Kita belum bisa bikin tank, meriam, kapal perang, dan kapal
terbang.Walaupun ada barang kita buat dijual kita tak punya hubungan dengan
dunia luar buat jual beli.
DENMAS : Memang semua itu masih terlampau kurang! Tetapi
senjata penting buat rakyat, yang sudah mulai kita bikin sendiri.
SI TOKE : Perkara keenam, kecerdikan, bagaimana?
SI GODAM : Bukti saja! Ketika Nica bersarang dan menyerang
di Kebayoran, maka berduyun-duyun rakyat Banten datang menyerbu. Mereka datang
dalam rombongan, biasanya dikepalai oleh seorang Kyai. Tetapi satu rombongan
sampai di Kebayoran menyerbu menang dan usir musuh dari bentengnya. Rombongan
menang tadi kembali ke desanya dan tinggalkan benteng begitu saja. Kemudian
Nica itu masuk kembali. Pasukan lain dari Banten datang pula menyerbu,
menang...... kembali ke desa. Nica kembali! Demikianlah seterusnya, tak ada
pergabungan (koordinasi) di antara pasukan dan pasukan kita. Tak pula ada
“rencana” yang mesti pasti dijalankan dengan tanggung jawab yang pasti dan
serempak.
MR. APAL : Sungguh banyak contoh yang membuktikan kekurangan
kita dalam hal “kecerdikan” menyusun dan mengerahkan tenaga dan senjata
peperangan itu. Di sini kita bisa mengadakan perubahan besar.
SI GODAM : Disiplin! Tentulah ini jiwanya suatu organisasi
dan perjuangan. Tak perlu kita panjangkan uraian ini. Disiplin itu mesti berupa
hubungan bapak dan anak, kakak dan adik. Tetapi bagaimana juga sifat disiplin
itu mesti ada! Perintah dari pimpinan itu mesti dijalankan dengan baik. Kalau
tidak mesti timbul kekacauan. Tiap orang akan bertindak sendiri-sendiri menurut
tempo, tempat, dan cara yang ditentukan masing-masing. Perkara tata tanggung
jawab, perkara memberi dan menerima perintah, perkara menjatuhkan dan menerima
hukuman (disiplin) masih banyak sekali yang mesti diperhatikan. Tetapi dengan
kelemahan disiplin kita itu, heran juga kita melihat hasil perjuangan yang
begitu mengagumkan. Apalagi pula kalau disiplin itu dipererat. Perlukah
sekarang saya rundingkan perkara kedelapan, persatuan?
SI TOKE : Dalam garis besarnya perlu juga! Persatuan yang
rapi antara pulau dan pulau amat terganggu. Itu tak mengherankan. Kita tak
mempunyai armada yang kuat menjaga persatuan itu. Alangkah kuatnya Indonesia
kalau armada buat memelihara persatuan itu ada! Sekarang persatuan Jawa,
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku cuma dalam batin saja. Seberang yang
sana jiwa hasratnya dengan Jawa dengar dari jauh bagaimana Jawa bertindak dan
ambil pula tindakan semacam itu. Rencana bersama dibikin bersama dan dijalankan
bersama serentak tak bisa dilakukan sekarang! Jangankan persatuan antara
seberang dan Jawa! Antara provinsi dan provinsi saja di Jawa ini, malah antar
daerah dan daerah (keresidenan) masih banyak kekurangan. Yang tak kurang
menyedihkan pula ialah persatuan berembuk dan bertindak antara jabatan Negara.
Kurang adanya persatuan Pemerintah Pusat dan Rakyat. Kurang persatuan
Pemerintah Pusat dan Provinsi atau Daerah. Kurang persatuan antara Jabatan
Politik. Jabatan Pertahanan Perekonomian di pusat, di provinsi ataupun kota.
SI PACUL : Sesudah kau sebut semuanya itu menjadi kusut
hatiku, Dam. Akupun bisa tambah dengan beberapa contoh. Betapa tipisnya
semangat kerja sama di antara awak sama awak. Belakangan ini ada penyakit baru:
curiga mencurigai, tuduh menuduh, dan tangkap menangkap, culik menculik.
SI TOKE : Memang itu kemenangan musuh sampai sekarang!
Daerah yang diduduki hampir tak ada artinya selama kita bersatu. Tetapi kalau
racun perpecahan itu terus bermaharajalela di dalam barisan kita, maka akan
berlaku kebenaran pepatah: “Bersatu kita kokoh berpecah kita roboh.”
MR. APAL : Mata-mata musuh itu memang satu bahaya yang mesti
dibasmi. Tetapi janganlah “kecurigaan semata-mata” (kecurigaan melulu) yang
menjadi dasar penyelidikan. Dasar kecurigaan melulu itu dari seseorang ke orang
lain, tentulah menimbulkan kecurigaan si lain itu terhadap seseorang tadi pula,
begitulah tak akan ada lagi orang yang percaya pada yang lain malah pada
dirinya sendiri. Dalam hal itu kecurigaan menjadi penyakit yang tak terbasmi
lagi dan memudahkan pekerjaan musuh yang selalu mengintai-intai saja, buat
mengadudomba awak sama awak. Akhirnya kita sama kita akan bertempur seperti di
zaman lampau.
SI TOKE : Bagaimana membasmi penyakit curiga mencurigai itu?
MR. APAL : Beranikanlah hati melihat tiap-tiap warga itu
sebagai teman seperjuangan. Tenangkan pikiran menghadapi “bukti” yang
dituduhkan terhadap seseorang Indonesia, apalagi kalau ia seorang yang pernah
atau sedang bertempur di garis depan atau seorang pemimpin. Pisahkanlah tuduhan
seseorang yang maksudnya cuma menaikkan diri sendiri dengan jalan menurunkan
orang lain! Periksalah semua tuduhan dengan teliti. Baru kalau sah buktinya,
jatuhkan hukuman yang sepadan dengan kesalahannya. Cuma kalau seorang Indonesia
dalam suatu pertarungan mengerjakan pekerjaan penghianat maka dia dilayani
secara kita melayani pengkhianat dengan tangkas dan hebat. Jika masih ada tempo
mesti diadakan pemeriksaan yang seksama, sekali-kali kehormatan si tertuduh tak
boleh diganggu.
DENMAS : Memang kita bertarung buat kehormatan Indonesia
sebagai bangsa dan negara. Marilah lebih dahulu kita menghormati tiap-tiap
warga negara republik, malah tiaptiap manusia!
SI PACUL : Delapan perkara sudah kau ajukan Dam! Kurasa
betul bahwa empat perkara yang amat menguntungkan kita ialah: perkara bumi
iklim, keadaan internasional, cacah jiwa, dan kebatinan. Benarlah pula bahwa
lima perkara di belakangan, yakni perkara “kemiliteran, kecerdasan, dan
organisasi” masih belum memuaskan sama sekali.
SI TOKE : Tetapi Godam, belum lagi engkau menguraikan
organisasi.
SI GODAM : Sebenarnya perkara organisasi berseluk beluk juga
dengan kemiliteran kita, kecerdasan, disiplin, dan persatuan. Berhubung dengan
itu, maka kelemahan yang masuk dalam empat perkara tersebut masuk juga ke dalam
kelemahan organisasi. Lagipula organisasi itu mengandung banyak perkara
lain-lain yang amat penting artinya buat perjuangan. Sebab itu baiklah berikan
pemandangan teristimewa tentang organisasi itu.
III. Organisasi
SI PACUL : Organisasi juga kita sebut susunan, bukan? Apa
bentuknya organisasi kita itu dan apa isinya, Dam?
SI GODAM : Kita sekarang dalam masa perperangan yang tidak
dipermaklumkan! Tetapi tetap peperangan tulen, peperangan modern. Jadi bentuk
yang cocok dengan keadaan ialah “Organisasi Rakyat Berjuang”. Isi susunan kita
ialah “tuntutan perjuangan” kita pertama: MERDEKA 100%. Terus sesudah merdeka
100% mendirikan masyarakat sosialistis berdasarkan industri berat nasional.
SI TOKE : Jadi dua tingkat itu mesti dipisahkan? Dalam
tingkat pertama, seperti sekarang berada dalam perjuangan merebut MERDEKA 100 %
begitukah?
SI GODAM : Benar, mesti dipisahkan, tetapi tak bisa
diceraikan. Apa yang dimaksudkan pada tingkat kedua itu, sebagiannya sudah
boleh malah mesti dijalankan pada tingkat pertama.
SI PACUL : Apakah Organisasi Rakyat Berjuang menghadapi tiga
negara itu, sesudah maksud kita tercapai akan terus berdiri, atau akan ditukar
dengan susunan lain?
SI GODAM : Cul, jauh benar perginya pertanyaanmu itu. Boleh
kujawab bahwa dalam tingkat berjuang buat MERDEKA 100% itu “seluruh” Rakyat
Pemberontak patut disusun dalam satu “KALANGAN” (platform). Dalam masa MERDEKA
100% boleh jadi tak semua anggota patut mau atau bisa dalam Organisasi Rakyat
Berjuang tadi. Barangkali, bahkan mestinya ada anggota yang tak cocok sama
sosialisme, atau tak cukup kuat iman buat mendirikan Industri Berat Nasional.
Dalam hal itu, kalau perlu dan tak merugikan Indonesia Merdeka, biarlah
sebagian itu keluar dari Organisasi Rakyat Berjuang dan mendirikan partai baru.
Tetapi begitu perkara nanti. Saya pikir dalam pancaroba sekarang dan sepuluh
tahun atau lebih sesudah Indonesia Merdeka 100%, maka paling baik kalau di
Indonesia cuma ada satu “Partai Murba” saja. Putusan bisa lekas diambil dan
kesalahan bisa lekas diperbaiki, percekcokan satu partai dengan partai lain
seperti dalam negara berparlemen bisa dihindarkan. Semakin kurang percekcokan,
semakin lekas mengambil keputusan dan semakin cepat menjalankan suatu putusan
dan memperbaiki sesuatu kesalahan, semakin lekas sampainya Indonesia Merdeka ke
zaman KEAMANAN. Seperti sudah saya bilang di tempat lain, “Keamanan” itu baru
mungkin ada sesudah Indonesia Merdeka memiliki dan menyelenggarakan sendiri
Industri Berat Nasional.
SI PACUL : Terlampau panjang kau bicara ini kali, Dam. Tunggu
dulu! Kuulang sekali lagi.
SI TOKE : Ya, ulang lagi, Cul. Aku juga bingung!
SI PACUL : Pertama sekali rupanya Dam, masa (periode)
perjuangan kita kau bagi dalam dua tingkat besar! Pertama menuju ke arah
MERDEKA 100%. Kedua menuju ke arah keamanan, ialah ber-Industri Berat Nasional.
SI GODAM : Benar, Cul itu sudah kusebut lebih dahulu!
Mendirikan Industri Berat Nasioal itu masih kuhitung sama berjuang.
SI PACUL : Memang sudah kau sebut Dam. Tetapi perlu diulangi
lagi buat titik melompat. Jadi Dam, kedua engkau bedakan pula arti “Kalangan”
dan Partai. Rupanya “Kalangan” itu ialah medan perjuangan beberapa golongan
masyarakat yang dalam arti khusus mempunyai berlain-lain hasrat, tetapi dalam
arti umum mempunyai satu hasrat saja, ialah Indonesia Merdeka 100%.
SI GODAM : Seperti biasa engkau jitu Cul! Boleh juga
dibilang engkau itu ahli mamah! Gampang sekali engkau mengartikan dan
melaksanakan sesuatu paham.
SI PACUL : Lu, Dam! Aku bukannya lembu atau kambing Dam!
Buat meneruskan golongan tadi, bukanlah Denmas masuk golongan Ningrat? Sekarang
Denmas ingin Merdeka 100%, tetapi sesudah Merdeka 100% itu bukanlah Denmas
mengidamkan suatu “Kerajaan”?
DENMAS : Jangan begitu Cul! Aku juga akan menyokong
pemerintah proletar! Malah aku akan ikhlas memulangkan semua tanahku kepada
proletar tanah.
SI PACUL : Kupegang perkataan itu Denmas! Aku tahu engkau
jujur. Tetapi bagaimana golonganmu, golongan ningrat umumnya? Kuteruskan pula!
Mr.Apal tentu keberatan atas konfiskasi (penyitaan) Perusahaan Bangsa Asing
yang sudah memerangi kita yang membunuh perempuan dan anak-anak kita yang tak
berdosa itu?
MR. APAL : Asal jangan membahayakan kedudukan kita sebagai
negara merdeka, akupun tak keberatan menyita perusahaan asing yang ceroboh
memerangi rakyat Indonesia!
SI PACUL : Kupegang pula perkataan itu, Mr. Apal. Kuharap
semua golongan tuan akan menyetujui politik sitaan itu. Walaupun begitu,
bukanlah mungkin banyak di antara kaum cerdas (intelek) dan borjuis umumnya
yang ngeri menghadapi politik “sitaan” itu?
MR. APAL : M u n g k i n !
SI PACUL : Toke, sekarang buat engkau! Bukankah ada di
antara golongan tengah yang tak akan cocok dengan diktator proletar? Artinya
itu kalau perlu kaum proletar mesin dan tanah sementara tempo mengadakan
pemerintahan berdasarkan “kediktatoran” dari kelas proletar mesin dan tanah.
Saya bilang kalau perlu.
SI TOKE : Kalau buat saya Cul, apa saja pemerintahan
kuterima. Asal cocok dengan keamauan golongan rakyat yang bertambah dalam
negeri dan bisa membawa kita ke arah Merdeka 100% dan Indonesia Merdeka ber-Industri
Berat Nasional.
SI PACUL : Percaya aku akan perkataanmu, Kek! Tetapi tak
semua golongan kaum tengah berpaham seperti kau. Mungkin banyak yang tak setuju
dengan pahammu itu.
SI TOKE : M u n g k i n !
SI PACUL : Mungkin juga setelahnya Indonesia Merdeka 100%,
engkau Kek, malah bersama Mr. Apal dan Denmas, tak mengucapkan merdeka lagi
kepadaku dan kepada Godam... dan terus jalan perpisahan atau..... (Denmas, Mr.
Apal, Toke serentak memprotes!).
SI GODAM : Cul, gara-garamu itu baik jangan diteruskan. Bisa
mendatangkan salah paham. Kembalilah kau pada pembicaraan bermula.
SI PACUL : Aku tahu Toke, Denmas, dan Mr. Apal orang jujur.
Sebab itu pula kuberani bergara-gara. Pendeknya dengan mereka seperti yang
hadir sekaranglah kita membikin satu Kalangan. Jadi Kalangan itu mengikat
golongan ningrat, borjuis proletar mesin dan tanah yang berhasrat Indonesia
Merdeka 100%. Bukanlah begitu maksudmu, Dam? Hasrat “Kalangan” ini ialah HASRAT
PERSAMAAN di antara beberapa golongan rakyat. Berbeda dengan hasratnya satu
partai yang biasanya mengenai hasratnya satu golongan saja. Saya bilang
biasanya, umpamanya kelas proletar saja atau kelas borjuis saja. Bukan begitu,
Dam?
SI GODAM : Tepat, Cul, benar pak!
SI TOKE : Jadi kita perlu satu “Kalangan” di masa berperang
ini dan “mungkin” memakai satu partai saja di zaman pembangunan Industri Berat
Nasional.
SI PACUL : Sekarang bagi kita yang berada dalam peperangan
melawan tiga negara ini (2 Desember 1945), seandainya “sudah mempunyai satu
Kalangan Rakyat Berjuang”, apalagi yang penting, Dam?
SI GODAM : Yang paling penting tentulah kontak, yakni ikatan
erat di antara kalangan tadi dengan Rakyat Murba. Kalau ikatan itu tak ada atau
kalau ada tetapi tidak erat, maka pada suatu perjuangan mungkin kalangan tadi
berada jauh di depan rakyat. Atau jauh di belakang rakyat. Itu berbahaya
sekali. Hal ini mesti disingkiri.
SI PACUL : Tentu begitu! Kalau Rakyat Murba terlampau ke
muka, karena kalangan berada terlalu di belakang, atau sebaliknya kalau Rakyat
Murba terlampau di belakang karena kalangan terlampau di depan, maka itu
berarti Rakyat Murba tak mempunyai pimpinan yang dibutuhkan. Rakyat Murba dalam
hal itu gampang terjerumus!
SI TOKE : Bagaimana mengadakan ikatan yang erat itu?
SI GODAM : Carikan besi berani yang menarik dan mengikat
dirinya dengan besi lain!
SI PACUL : Perumpamaan lagi, Dam. Bilangkan yang pasti nyata
saja!
SI GODAM : Carilah sesuatu tuntutan yang bisa mengikat
pikiran perasaan dan kemauan, pendeknya yang mengikat juga Rakyat Murba.
SI PACUL : Di desaku, Pak Kyai memajukan perang sabil!
SI TOKE : Kaum pedagang ingin berparlemen!
MR. APAL : Memang Badan Perwakilan Rakyat itu dirasakan
betul oleh Rakyat.
SI GODAM : Ada tuntutan lahir yang tarikannya kuat seperti
besi berani. Buat proletar tani, apa tuntutan yang lebih menarik daripada
“tanah”?
SI PACUL : Tanah buat yang tak punya tanah, tentulah nasi
buat yang lapar.
SI GODAM : Kita percaya kepada idealisme. Tetapi idealisme
itu mesti berdasarkan materi, yakni benda dan kenyataan. Nasi itu adalah benda
yang nyata. Bisakah orang berpikir kalau perut lapar? Apakah tuntutan berupa
hak lahir yang nyata?
SI PACUL : Benar pikiranmu, Dam. Tetapi apa tuntutan yang
nyata buat golongan proletar mesin yang mengambil bagian besar dalam perjuangan
kita ini?
SI GODAM : Di masa damai tuntutan proletar pada masyarakat
kapitalistis tentulah: naik gaji, kurang lama kerja, perbaikan rumah dll,
berkumpul bersidang, dan sebagainya. Tetapi sekarang semua perusahaan besar di
daerah Republik sudah dimiliki oleh Republik, oleh kaum proletar sendiri.
Tuntutan proletar cuma campur mengurus produksi dan distribusi. Kalau kelak
Negara Republik Indoensia itu berdasarkan proletaris sudahlah tentu kaum
proletar yang akan menguasai produksi dan distribusi. Negara Republik Indonesia
niscaya akan berdasarkan proletaris, kalau kaum proletarlah yang menjadi
pelopor pergerakan kemerdekaan ini. Di Surabaya memang proletar mesinlah yang
paling terkemuka dan paling tahan dalam semua perjuangan yang seru sengit.
SI PACUL : Jadi apakah tuntutan proletar di masa perang ini?
SI GODAM : Tuntutannya yang langsung tentulah terutama
politik. Yaitu menuntut dicabutnya kembali tentara asing manapun juga. Baru
tuntutan yang lain-lain bisa dijalankan. Baru kota dan pabrik yang sekarang di
tangan musuh itu bisa dimiliki dan diselenggarakan oleh kaum proletar.
SI TOKE : Tuntutan “menyuruh mencabut kembali Tentara asing
manapun juga” tentulah dirasa oleh semua golongan rakyat Indonesia. Jadi
tuntutan ini boleh jadi tuntutan “kalangan”. Artinya dirasakan oleh semua
golongan dalam kalangan.
SI GODAM : Ada beberapa tuntutan lain dan akan dirasa, yang
bisa mengikat kemauan pikiran dan jiwa semua golongan rakyat yang memberontak.
MR. APAL : Baik susun saja nanti semua tuntutan itu sebagai
Program Kalangan Rakyat Berjuang, dalam bagian teristimewa.
SI PACUL : Betul begitu. Cuma terangkanlah Dam, apa lagi
yang kau rasa penting buat organisasi.
SI GODAM : Banyak lagi Cul! Cuma saya takut, kalau
pembicaraan ini akan terlampau panjang dan membosankan.
SI PACUL : Kalau perlu diperpanjangkan, apa boleh buat, kita
mesti cukup mengerti semua perkara yang berhubungan dengan organisasi itu.
SI GODAM : Sekarang “kalangan” sudah ada, tuntutan nyata
sebagai “tali pengikat” sudah diketahui juga. Bagaimana pula sekarang mengikat
rakyat Murba dan di mana ditaruh “tampuk murba”, yang memperhubungkan kalangan
dan Rakyat Murba itu?
SI PACUL : Yang kau maksudkan dengan tampuk itu tentulah
“sel” bukan?
SI GODAM : Betul Cul! Saya sebut tampuk buat menggambarkan
bahwa Murba itu seolah-olah buah dan tampuk itu adalah sangkutan. Di situlah
tali ikatan yang dibentangkan dari kalangan tadi disangkutkan.
SI PACUL : Bagus perumpamaanmu Dam, tetapi kurang nyata bagi
saya.
SI GODAM : Begini Cul! Kalangan tak perlu dan tak mungkin
bisa berhubungan langsung dengan rakyat Murba seluruhnya. Dia bisa cari
beberapa orang jujur aktif pada tiap-tiap golongan Murba. Umpamanya di golongan
pekerja beberapa orang itu bisa didapat dalam pabrik besi atau bengkel, di
tambang arang atau minyak. Dua tiga orang jujur aktif itulah yang sel, yang
tampuk. Dengan perantaraan dua tiga orang sebagai tampuk di kota Surabaya itu
umpamanya bisa dimajukan tuntutan nyata. Dengan begitu seluruh perusahaan besi
bisa bergerak, maju menyerang. Dengan dua tiga orang pada tampuk bisa
perusahaan besi di Surabaya dikerahkan. Boleh jadi perusahaan besi mempelopori
seluruh buruh Surabaya, pekerja minyak, listrik, kereta, dll. Baiklah pula
tampuk itu dibikin di perusahaan lain di kota Surabaya itu, seperti di perusahaan
minyak dan lain-lain tadi.
SI PACUL : Kalau begitu di golongan kaum tani perlu pula
diadakan tampuk menurut tingkatan milik proletar tani (proletar tulen, setengah
proletar, tani kecil [melarat] tani tengah dan besar).
SI TOKE : Di antara golongan kecil dan menengah majikan
kecil dan tengah (besar tak ada atau tak berarti di Indonesia) mestinya ada
pula tampuk!
SI GODAM : Jadi kalau sudah ada tampuk dalam golongan
proletar mesin, proletar tanah, dan perusahaan kecil dan menengah maka dengan
tuntutan nyata sewaktu-waktu Kalangan Rakyat Berjuang itu bisa memanggil dan
mengerahkan rakyat Murba.
SI PACUL : Jadinya ikatan itu cuma dalam tempo menyerang
musuh saja.
SI GODAM : Tepat pertanyaanmu, Cul! Tentulah tidak dalam
waktu berjuang saja mesti ikatan itu ada. Dalam masa persiapan pun itu mesti
ada.
SI PACUL : Apa ikatan itu di masa persiapan, di masa damai?
SI GODAM : Di waktu persiapan mesti ada selalu hubungan
langsung antara Pusat Kalangan dengan Cabang dan tampuk di pabrik, bengkel,
kebun, atau desa. Yang menghubungkan ialah “putusan” yang diambil oleh pusat
yang mesti dilakukan oleh Cabang dan Tampuk. Sebaliknya pula mesti ada kritik
dan usul dari pihak Tampuk dan Cabang ke Pusat. Kritik dan usul pun adalah
perkara yang memperhubungkan Cabang atau Tampuk dengan Pusat. Putusan di atas
mesti diambil sesudah mendengarkan kritik dan usul dari bawah dan dari para teman
pengurus pusat. Apabila suatu putusan yang diambil secara demokratis, dalam hal
berunding dan mengkritik, dimajukan ke Bagian Dalam Pusat ataupun ke Cabang dan
Tampuk, maka wajiblah putusan itu dilakukan dengan jujur, teliti, dan
rajin.Walaupun putusan yang sah demokratis itu tidak disetujui oleh suara
terkecil (minority), maka wajiblah suara terkecil itu menjalankan putusan yang
sendirinya tiada disetujui itu.
MR. APAL : Memang putusan dari suara terbanyak atas
perundingan yang demokratis itu wajib dijalankan oleh seluruh anggotanya. Atas
yang tiada menjalankan atau menyabot putusan itu mesti dijalankan disiplin.
Kalau seorang dalam suatu perkumpulan cuma menjalankan suatu putusan yang
dicocokinya sendiri saja maka kumpulan semacam itu tak mempunyai kekuasaan
apa-apa.
SI PACUL : Mengertilah saya maksudnya disiplin dalam
Kalangan Rakyat Berjuang itu. Apakah sudah habis perkara penting yang mesti
dikemukakan?
SI GODAM : Mesti nyata, dirasa oleh pendengar. Dengan begitu
siaran itu bisa membangunkan pikiran dan seluruh jiwa pendengar. Buat tani,
kehidupan tani yang berhubungan dengan tanah, ternak, pekerjaan, dan
kewajibannya terhadap negaralah siaran (propaganda) yang nyata bisa dirasa.
Buat proletar mesin kehidupannya sebagai pekerja di samping mesinlah yang mengikat
hati dan pekerjaannya. Begitu pula siaran di golongan kaum tengah, kehidupan
yang mengikat perhatian dan pikiran sehari-harinyalah pula yang mesti dijadikan
syarat-syarat siaran itu.
SI PACUL : Pendeknya terhadap Murba siaran yang nyata
terasalah yang mesti kita lakukan. Tetapi apa isinya program buat Kalangan
Rakyat Berjuang yang kau majukan tadi Dam?
SI GODAM : Baiklah diperundingkan program itu di waktu lain
bersama-sama dengan susunan yang cocok dengan Kalangan Rakyat Berjuang itu.
IV. Program dan Susunan Kalangan Rakyat Berjuang
A. PROGRAM
SI PACUL : Bolehkah kita pastikan, bahwa program itu ialah
sarinya hasrat kita?
MR. APAL : Tak salah begitu, Cul.
SI TOKE : Cobalah susun sarinya program kita itu Dam!
SI GODAM : PROGRAM KALANGAN RAKYAT BERJUANG itu lebih
kurang:
Mendirikan Pemerintah Berjuang oleh rakyat berjuang
Mendirikan Laskar Rakyat
Membagikan tanah pada tani melarat
Melaksanakan hak pekerja mengatur produksi
Melaksanakan Ekonomi Berjuang
Membersihkan Indonesia dari tentara asing
Melucuti senjata Jepang.
SI PACUL : Sedikit penerangan Dam! Baik juga kau batasi
Pemerintah itu. Sungguh benar kalau kau sebut Pemerintah Berjuang. Pemerintah
yang tiada berjuang bersama-sama dengan rakyat yang sedang berjuang itu adalah
pemerintah yang mengharapkan hadiah dari atau kompromis dengan imperialisme
ceroboh! Pemerintah berjuang itu mesti dipilih oleh rakyat berjuang pula.
Mereka yang menunggu-nunggu kemenangan Inggris-Nica tiada berhak memilih
Pemerintah Berjuang itu.
SI GODAM : Sebetulnya begitu Cul!
SI TOKE : Jadi Laskar Rakyat itu maksudnya ialah Laskar
Rakyat Berjuang yang dipimpin oleh Pemerintah Rakyat Berjuang tadi. Laskar
Rakyat itu mestinya lepas sama sekali dari pimpinan atau pengaruh semangat yang
ingin “kompromis” atau takluk bertekuk lutut.
SI GODAM : Begitulah, Kek.
SI PACUL : Pembagian tanah itu ada sedikit sulit, Dam.
Kepada siapa terutama dibagikan tanah itu? Apakah tanahnya ningrat juga
sekarang mesti dibagi-bagikan?
SI GODAM : Dasar pembagian itu dalam garis besarnya yang
berpunya kelebihan dikurangkan sampai cukup buat dirinya sendiri, buat
dikerjakan sendiri. Yang kekurangan ditambah sampai cukup buat dikerjakan
sendiri. Di mana ada satu golongan yang mau memiliki tanah itu bersama dan
menyelenggarakan bersama, kemauan golongan itu harus dibantu.
SI PACUL : Jadi yang pertama mesti dikasih tanah ialah
proletar tani, ialah tani yang tak punya tanah sama sekali. Kedua yang punya
setengah cukup. Ketiga yang cukup, tetapi sederhana saja. Tapi tanah siapa yang
mesti dibagibagikan itu?
SI TOKE : Sekarang engkau dapat bagian, Denmas.
DENMAS : Aku? Aku tidak keberatan!!
SI GODAM : Tanah Ningrat biasanya tak luas!
SI PACUL : Seandainya ada yang luas?
SI GODAM : Kalau Ningrat yang bertanah luas itu menentang
Republik dan seorang kaki tanganya Nica, baiklah tanahnya dibagi-bagi.
SI TOKE : Semuanya tanah kapitalis asing dibagi-bagi
pulakah?
MR. APAL : Memang patut kebunnya Inggris-Belanda yang sudah
memerangi rakyat Indonesia itu disita saja. Mereka sudah memerangi kita dan
mengambil puluh ribuan jiwa rakyat kita.
SI PACUL : Jadi kalau kita mengambil harta bendanya
kapitalis ceroboh itu, yang sebenarnya tanah kita sendiri dan diusahakan oleh
tenaga kita sendiri, pekerjaan kita itu tidak berlawanan dengan aturan
internasional. Bukankah satu negara yang memerangi negara lain hartanya disita
oleh negara lain itu?
SI GODAM : Siasat pembagian tanah itu mengandung dua maksud.
Pertama, sebagai siasat kemakmuran. Ialah satu siasat yang dijalankan dengan
maksud menambah kemakmuran. Dalam masa berjuang inipun hasil itu tak boleh
dikurangkan. Kedua sebagai siasat memberontak. Apabila tanah itu diterima dan
dikerjakan oleh seorang penentang imperialisme ceroboh maka pada ketika itulah
pula dia menjadi seorang prajurit perjuangan yang taat setia pada kemerdekaan.
Buat dia kemerdekaan itu berarti harta benda yang diperolehnya itu, yang mesti
dipertahankan mati-matian. Kehilangan Kemerdekaan Indonesia buat dia berarti
kehilangan mata pencaharian, yang sudah dipegangnya dan diselenggarakannya buat
dia dan anak istrinya.
SI PACUL : Ringkasnya siasat pembagian tanah itu berwujud
kemakmuran dan semangat perjuangan.
MR. APAL : Pabrik, bengkel, tambang, kereta dan lain-lain
perindustrian sudah dimiliki oleh Republik. Apakah lagi tindakan yang sekarang
mesti diambil?
SI GODAM : Selekas mungkin mereka mesti diberi hak mengatur
produksi dan distribusi. Lagipula mereka mesti ditarik ke dalam badan politik,
di kota daerah dan negara. Dengan begitu mereka betul-betul menjalankan hak
mereka mengatur produksi, distribusi, dan politik. Dengan begitu mereka
betul-betul merasakan hak mereka lahir-batin.
SI PACUL : Cuma dalam masa perjuangan ini mesti dipelajari
lebih dahulu apa industri yang mesti diteruskan atau ditambah. Perdagangan
dengan luar negeri sudah putus. Sebagian besar perindustrian Indonesia sekarang
terhenti dengan terhentinya perdagangan dengan luar negeri itu. Perindustrian
Indonesia di bawah Belanda didasarkan barang bahan dan barang yang
diperniagakan ke luar negeri.
SI TOKE : Jadi perindustrian sekarang mesti dicocokkan
dengan keperluan perjuangan saja.
SI GODAM : Tepat Kek. Ini menuntut pemeriksaan yang pertama,
serta perundingan dan tindakan yang cepat tepat. Ini berhubungan dengan
“Rencana Ekonomi” yang akan dibrosurkan pula. Dengan begitu maka Titik 6, yakni
perkara melaksanakan Rencana Ekonomi Berjuang kita tunda ke lain waktu dan lain
perundingan.
SI PACUL : Perkara 6, dan 7, yakni membersihkan Indonesia
dari tentara asing dan melucuti senjata Jepang adalah akibat yang terdasar
pertama oleh timbulnya Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus dan kedua,
oleh perebutan “agresif ” (ceroboh) dari pihak Inggris dan bonekanya Nica
sendiri.
SI GODAM : Hak membalas “perang” dengan “perang” itu adalah
cocok dengan hak mutlak dan kehormatan Negara Merdeka. Manusia Merdeka dan
Berkehormatan itu juga berhak dan terus balas “jotos” dengan “jotos”. Di dunia
hewan cuma anjing yang merangkak kembali kepada tuannya sesudah dipukul. Dalam
masyarakat manusia cuma budak yang menerima pukulan dengan tidak melawan.
Republik Indonesia Merdeka akan sendirinya terlempar ke jenis “anjing atau
budak”, kalau “perang” tidak dibalas dengan “perang” pula. Tak ada pengakuan
yang kita, Indonesia Muda, akan rebut dari hati sanubari Negara Merdeka dan
Rakyat Merdeka di luar Indonesia.
SI PACUL : Benar! Negara dan Rakyat Merdeka di dunia ini
akan jijik melihat sikap kita. Dalam hatinya mereka akan berkata: “Republik”
Budak di Indonesia itu sudah sepantasnya “diakui”, tetapi bukan sebagai Negara
Merdeka, melainkan sebagai Dominion, Gemennebest atau corak jajahan lain-lain
buat diinjak-injak oleh Inggris atau Belanda selama dunia berkembang.
MR. APAL : Memang akibatnya pengakuan kita atas kemerdekaan
kita sendiri itu mengandung pengakuan dan kewajiban: “kita sendiri melucuti
Jepang”.
SI PACUL : Itu sudah logis dan semestinya.
B. SUSUNAN
SI GODAM : Yang dimaksudkan di sini bukanlah susunan
pemerintah, tetapi susunan “Kalangan Rakyat Berjuang”. Maksudnya terutama
memang berjuang. Perkara yang lain-lain seperti pendidikan, kesehatan, dll
dalam arti yang dalam dan luas sepatutnyalah kalau diserahkan kepada pemerintah
saja.
SI PACUL : Tepat Dam! Maksud “kalangan” itu yang pertama dan
terakhir ialah “MEMANG BERJUANG”. Pada “kalah menangnya” rakyat kita dalam
perjuangan inilah tergantung “tumbang atau tumbuhnya” Republik kita dan hidup
matinya Rakyat Indonesia.
SI GODAM : Buat susunan perjuangan itu, saya pikir ada tiga
bagian yang penting sekali, pertama Bagian Politik, kedua Bagian Pertahanan,
ketiga Bagian Ekonomi.
DENMAS : Manakah bagian yang terpenting?
MR. APAL : Dalam Negara Republik berdasarkan Kedaulatan
Rakyat dan Sosialisme, sudahlah tentu Bagian Politik itu yang terpenting.
Bagian Politik itulah yang menentukan arah jalannya Negara, seperti seorang
nahkoda menentukan arah kapalnya berlayar. Jadi dalam hal putus memutus Bagian
Politik-lah yang menjatuhkan kata terakhir.
SI PACUL : Memang kalau putusan terakhir itu jatuh di tangan
Bagian Pertahanan, maka mungkin negara kita akan bersifat militeristis. Keadaan
sifat begitu mesti kita singkirkan dari sekarang.
MR. APAL : Akibat pemerintahan militeristis yang terdiri
dari ratusan pulau ini akan memberi jalan kepada perpecahan. Satu diktator
militer di Jawa umpamanya akan mengundang adanya diktator militer di Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi, mungkin pula di Ambon atau Maluku. Republik kita dan
kemerdekaan kita jatuh atau berdiri dengan “kata mufakat”. Kalau kepulauan
Indonesia tak bisa mengadakan pemerintahan yang didirikan atas “kata mufakat”
maka besarlah bahaya kita atas perpecahan.
SI GODAM : Pendeknya putusan penghabisan dalam pimpinan
politik negara mesti terletak di tangan Bagian Politik. Apabila arah politik
sudah ditentukan dan diputuskan oleh kalangan buat berjuang maka kepada Bagian
Pertahananlah diserahkan menetukan siasat dan pimpinan perjuangan.
SI PACUL : Sudahlah tentu Bagian Politik tidak akan berdiam
diri saja.
SI GODAM : Tentu tidak! Siasat berjuang dan pimpinan
berjuang itu senantiasa mesti diketahui dan diawasi oleh Bagian Politik. Pun
Bagian Ekonomi bukanlah satu bagian yang terpisah dan menonton saja. Pada
Bagian Ekonomilah terletak kewajiban menjaga keekonomian. Makan minum,
pemondokan, perawatan, pengangkutan dll dari tentara yang sedang berjuang
mati-matian itu membutuhkan perhatian pikiran dan kemauan para pengurus
sepenuh-penuhnya.
MR. APAL : Ringkasnya mesti ada kerja tolong-menolong antara
Bagian Ekonomi, Bagian Pertahanan, dan Bagian Politik. Tetapi putusan tertinggi
dan bertangngung jawab terhadap Rayat Berjuang mestinya berada di tangan Bagian
Politik.
SI PACUL : Memang kekuasaan dan tanggung jawab itu mesti ditentukan
lebih dahulu. Kalau tidak akan timbul kekacauan kiri-kanan seperti sekarang.
Apalagi kalau tentara kita di medan perang sedikit mendapat kemunduran, maka
kekacauan dalam Badan Pimpinan itu bisa memasukkan biji “devide et empera”,
pecah dan kalahkan dari pihak musuh yang mengintai-intai itu.
SI GODAM : Tiap-tiap tiga bagian itu mempunyai cabang
(pembagian) pula. Bagian Politik saya pikir terutama dibagi empat cabang besar
pula, ialah : 1. Urusan garisan politik Kalangan 2. Usaha menyelidik semua hal
yang mengenai politik 3. Urusan penerangan 4. Urusan susunan.
SI TOKE : Memang pembagian pekerjaan dan tanggung jawab itu
perlu sekali. Semua cabang di atas saya anggap penting. Garis politik mesti
dipegang betul supaya kita jangan menyimpang dari garis yang sudah ditetapkan
oleh Sidang Kalangan. Barangsiapa yang menyimpang dari garis itu mesti dikenai
disiplin, ialah sesudah diperoleh bukti yang sah. Urusan penyelidik mestilah
selalu siap sedia menjaga supaya jangan masuk orang atau paham yang merugikan perjuangan
kita. Sudahlah terang bahwa penerangan dan siaran itu penting sekali. Keyakinan
dan siaran itu penting sekali. Keyakinan dan semangat rakyat bisa dipegang dan
diperhebat dengan jalan penerangan dan siaran. Bahaya mata-mata musuh itu tak
ada selamanya bisa didapat dengan jalan penerangan dan penyiaran. Rakyat yang
serba gelap gampang dimasuki setan pemecah belah. Akhirnya susunan di pusat,
cabang, dan tampuk mesti dicocokkan buat seluruh negara, pulau, provinsi,
daerah, kota, dan desa. Itulah perlunya cabang urusan susunan di atas.
SI GODAM : Kupikir baiklah Bagian Pertahanan itu kita bagi
pula atas empat urusan : 1. Urusan Tentara Rakyat 2. Urusan Kepolisian 3.
Urusan pemuda berjuang 4. Urusan porewa (milisi)
SI PACUL : Urusan tentara itu sudah tentu berhubungan dengan
latihan kemiliteran pimpinan tentara berupa opsir dan persenjataan. Begitu juga
urusan kepolisian. Urusan pemuda yang berkenan dengan pertahanan itu
sesungguhnya pula perlu mendapat perhatian teristimewa. Boleh dikatakan bahwa
di bahu pemudalah sebagian besar terletaknya pertahanan Negara Republik. Yang
mestinya tak kurang mendapat perhatian ialah urusan perang. Dalam masa
Imperialisme Belanda ada satu golongan orang Indonesia yang berdarah merdeka
dan bersifat pemimpin, mereka tak mau terikat oleh aturan yang ditimbulkan oleh
Imperialisme Belanda, baikpun aturan yang berhubungan dengan ekonomi ataupun
politik. Mereka mempunyai para pengikut, tiap-tiap pemimpin sampai 500-1.000
orang, yang ikut pemerintah pemimpinnya dengan tak menghitung laba rugi, hidup
mati. Di masa imperialisme Belanda mereka dianggap musuh ketentraman masyarakat
yang memang bobrok itu. Sekarang mereka sendiri tak menginginkan masyarakat
jajahan itu dikembalikan. Di mana-mana mereka mengadakan tindakan sendiri menghadapi
musuh yang ceroboh bersenjata lengkap. Di mana mereka menerima kepercayaan
Murba dan tanggung jawab, di sana mereka mengadakan perubahan yang baik. Mereka
yang dibentuk oleh masyarakat jajahan dahulu itu, kaum porewa, yang semangat
berontak dan senantiasa serempak serentak berontak dan mesti ditaruh di bawah
perhatian dan pimpinan yang sehat. Kalau tidak, mereka akan bertindak sendiri
dan mungkin merugikan perjuangan.
SI GODAM : Memang kita mesti urus dan perhatikan semua
golongan manusia yang kita warisi dari masyarakat jajahan yang busuk itu.
Memang gampang melamunkan “prajurit suci” yang beridaman “suci”. Tetapi dalam
dunia perjuangan ini, kita tiada mengelamun. Kita mesti praktis! Kita mesti
berjuang dengan alat berupa barang, dan manusia yang ada pada kita. Akhirnya
Bagian Ekonomi mesti mempunyai cabang pula buat: 1. Urusan pekerja, 2.
Pertanian, 3. Perusahaan, dan 4. Pasar. Prajurit pekerja dan proletar tani
tentulah mesti mendapat perhatian luar biasa. Buat proletar muda mesti diadakan
latihan dan kursus, supaya mereka disiapkan buat memimpin perusahaan,
pertanian, politik, dan pertahanan negara. Perhatian kita mesti memusatkan
kepada ini, karena merekalah yang paling aktif dan sudi berkorban dalam
perjuangan yang paling hebat dahsyat ini. Seboleh- bolehnya kaum pedagang dan
perusahaan kecil dan tenaga itu disusun pula dalam satu organisasi seperti
koperasi. Semangat perorangan yang mengendali perhatian dan aksi mereka mesti
dibelokkan pada semangat kolektif, gotong-royong buat membantu republik yang
dalam marabahaya ini. Kaum dagang di pasar pun termasuk pada golongan ini juga.
Begitulah susunan “Kalangan” itu dalam garis besarnya.
SI PACUL : Memang kalau susunan semacam itu bisa
dilaksanakan di pusat, di pulau, di provinsi, di daerah kota, 70 juta rakyat
Indonesia ini tak akan bisa lagi digertak atau ditipu pembujuk ataupun bajak
perampok dari arah manapun juga datangnya. Siaran si perampok ataupun siaran
pelor-bom akan melayang tersia-sia saja!
V. SYARAT SERTA TAKTIK BERJUANG
SI PACUL : Sekarang (2 Desember 1945), “seandainya” kita
sudah mempunyai Kalangan Rakyat Berjuang seperti sudah kita uraikan di atas.
“Kalangan” itu seandainya pula sudah berdisiplin yang kuat kokoh. Semuanya
rakyat yang berontak sudah terikat di bawah pimpinan atau pengaruhnya.
Janganlah pula dilupakan beberapa perkara di bawah ini: Musuh kita
Inggris-Belanda hakikatnya amat bertentangan. Dalam tentara Inggris dan Nica
tak kurang adanya pertentangan. Sekutupun terbagi atas pro dan anti Indonesia
Merdeka. Seluruh Asia dan Afrika yang dijajah memihak pada Republik Indonesia.
Dunia proletar Internasioal tak menyukai Perang Dunia Ketiga. Akhirnya Soviet
Rusia dan Tiongkok memperamati dan 100% menyetujui Republik Indonesia. Apakah
syarat dan taktik strategi atau TIPU MUSLIHAT berjuang?
SI GODAM : Seperti dalam perjuangan, maka di atas
segala-gala yang terpenting tentulah “keyakinan” dan kekuasaan menang.
DENMAS : Memang keyakinan dan kehendak itu adalah uap kereta
dan listrik buat mesin, ialah satu kodrat pendorong. Tetapi di luar Rakyat
Murba apalagi di antara kaum intelek masih banyak yang sangsi atas kemenangan.
Alasan mereka tentulah sebab kekurangan senjata. Kekurangan ini, kekurangan
itu!
SI PACUL : Yang sangsi itu mestinya ada di dalam semua
perjuangan. Tetapi Rakyat Murba tidak main hitung semacam itu. Ada atau tak ada
pimpinan, mereka terus gempur Inggris-Nica yang ceroboh dan yang mulai
bertindak melucuti senjata prajurit Indonesia.
SI TOKE : Memang maksud Inggris-Belanda sekarang sudah lebih
terang! Keterangan dari Perdana Menteri Inggris bahwa Pemerintah Inggris cuma
mengakui Hindia-Belanda sudah cukup terang.
SI PACUL : Semua tindakan Inggris-Nica sendiri sudah lebih
terang buat mereka yang “mau” mengerti. Tetapi buat mereka yang tak mau
mengerti karena dalam hati sanubarinya sudah terpendam “kemauan buat kompromi”,
apapun juga bukti tentang maksud Inggris-Belanda yang sebenarnya tak akan
dimengerti oleh mereka. Mereka mau kompromi dengan Inggris-Belanda,
bermusyawarah dengan Inggris-Belanda, sedangkan “musuh” masih dalam negara
kita. Barangkali nanti debat mendebat dalam permusyawaratan, pilih memilih
wakil buat Dewan ini dan itu, pendeknya rebut merebut kursi, pangkat, dan gaji.
Sedangkan musuh masih “dalam” Negara!
SI GODAM : Asal kalangan berjuang selalu berdiri di tengah-tengah
Rakyat Murba dan memimpin Rakyat Murba dengan keyakinan dan kemauan menang dan
perhatikan semua syarat dan taktik berjuang, kita bisa dengan tenang
menyerahkan hari depan Republik Indonesia kepada Sang Waktu.
SI TOKE : Apakah pula syarat itu, Dam?
SI GODAM : Banyak juga. Tetapi terutama yang mesti
dilakukan: 1. Pegang ini tiap-tiap menyerang. Artinya siasat menyeranglah yang
kita utamakan. 2. Cari gelang rantai pertahanan musuh yang lemah. Putuskan
rantai itu. Kepunglah masing-masing putusan itu dan hancurleburkan. 3. Selalu
hitung lebih dahulu: kekuatan pertahanan musuh dan kekuatan kita menyerbu. 4.
Selalu bisa memilih mana yang baik: menjalankan muslihat menyerang dari depan
atau dari samping atau mengepung. Gempurlah rombongan kecil-kecil! Seranglah
sekonyong-konyong. 5. Selalu ada persiapan menggempur mata-mata musuh (tetapi
jangan berlaku tidak adil atau kejam karena terburu nafsu). Periksalah dengan
seksama.
SI TOKE : Apa yang “jangan” dilakukan? Engkau sudah bilang
apa yang “mesti” dilakukan?
SI GODAM :
1. Jangan lupa bahwa kita bukan melawan tentara. Senjata
kita terutama politik, ekonomi dan gerilya.
2. Jangan lupa mendengungkan ke dalam dan ke luar negeri
bahwa Republik Merdeka adalah 100% hak kita dan Inggris-Belanda tak berhak
mencampuri urusan rakyat Indonesia. Satu persen pun tidak!
3. Jangan lupa bahwa walaupun dunia internasional membiarkan
kota Indonesia dibom atom, desa dan gunung Indonesia cukup banyak buat
perlindungan kita. Bumi cukup kaya buat hidup tak dengan kota. Tetapi Inggris-Belanda
dengan tentara modern tergantung sebagian besar pada kota modern di Indonesia.
4. Jangan lupa bahwa Inggris, Nica, Gurkha, dan Jepang
selalu kalah kalau berada jauh dari armada yang membantu dengan meriam dan
kapal terbangnya. Jangan lupa contoh Magelang. Jangan putus asa kalau kalah di
pantai. Di gunung pasti menang, kalau mau menang. Jadi jangan hilang akal kalau
sebentar terpaksa meninggalkan kota. Jangan lupa menggempur kembali ke kota,
apalagi dalam gelap dan hujan. Sekarang Jendral hujan sudah memanggil.
5. Jangan lupa bahwa Inggris-Nica dan pengkhianat di
sampingnya tak bisa hidup tak dengan air, makanan, sayur, daging, dan
pertolongan rakyat Indonesia. Jangan lupa bahwa setiap jam setiap hari tentara
Inggris- Amerika terhalang maksudnya, jutaan rupiah ongkos yang mesti
dipakainya dan dipikulkannya ke bahu rakyat yang sudah miskin melarat itu.
6. Jangan lupa bahwa kesabaran rakyat Inggris, Belanda, dan
rakyat dunia lain yang ingin damai, ingin barang bahan Indonesia itu, ingin
karet, minyak tanah, timah, gula, kina itu ada batasnya. Rakyat dunia itu tidak
bisa selamanya membiarkan Inggris dan Belanda mengacau di Indonesia, bagian
bumi yang penting buat perdagangan dan lalu lintas itu.
7. Dalam menjalankan taktik greliya dan kalau perlu taktik bumi
hangus dan terendam, janganlah menyerang dari depan kalau musuh terkumpul dan
bersenjata lengkap. Singkirkanlah peperangan tentara menghadapi tentara.
Janganlah lupa bahwa Rakyat Murba mendapat senjata baru yang cocok buat taktik
gerilya, ialah GRANAT TANGAN yang sekarang ada bertimbuntimbun. Jangan lupa
bahwa granat tangan dan bambu runcing berkali-kali mengacau-balaukan dan
mempontang- pantingkan gabungan Inggris, Nica, Gurkha, dan Jepang. Jangan lupa
bahwa Bukit Barisan Indonesia dari Aceh ke Lampung, dari Banten ke Banyuwangi
terus ke Timor, di Malaka, Kalimantan dan Sulawesi selama ini menunggu-nunggu
putera Indonesia yang pahlawan-perwira buat bersembunyi sebagai pahlawan hutan
Indonesia. Sang macan.... menghancurleburkan penjahat manapun juga di abad ke
20 ini.
SI PACUL : Tepat Dam...... Bukit Barisan yang sebagai macan,
dengan taktik macan menunggu-nunggu penjajah buat diterkam dirobek-robek. Naik
semangatnya Dam!
SI TOKE : Aku pun begitu Dam! Tadi sesudah mendengar kabar
kekalahan kita di Surabaya terharu betul hatiku. Hampir percaya kepada kaum
pengeluh. Ah, kita kekurangan ini, kekurangan itu, kita akan kalah! “Kasihan
sama Rakyat”. Tetapi sekarang aku yakin Bukit Barisan kitalah benteng kita yang
terakhir.
MR. APAL : Ingat sama Fabius, ahli mundur! Dia adalah
seorang pahlawan Romawi melawan tentara Punisia yang kuat, di bawah pimpinan
Jendral Punisia yang gagah perwira yang cerdik sekali. Tetapi akhirnya dengan taktik
teratur Romawi menang juga.
DENMAS : Memang mesti dicamkan juga pada rakyat, bahwa
tentara yang berperang itu tidak semestinya maju saja. Ingatkan pula bahwa
senjata kita bukanlah senjata api semata- mata. Senjata kita juga berada dalam
ekonomi dan politik. Malah Jendral Hujanpun satu senjata kita.
SI PACUL : Ya! Sebenarnya kita sedikit salah di Surabaya
terhadap rakyat kita.
SI TOKE : Apa salahnya Cul ?
SI PACUL : Sebenarnya kita mesti bagikan kain kepada rakyat
ketika kita sudah sita kain bertimbun-timbun. Rakyat kita butuh kain! Kain itu
adalah hasil kemenangan rakyat Surabaya yang berjuang merebut kembali hak
miliknya. Pada saat itu juga mestinya rakyat yang ditelanjangi Jepang itu
ditutupi badannya. Satu muslihat buat melaksanakan siasat kemakmuran dan
mempertinggi semangat pemberontak!
SI TOKE : Baiklah hal itu menjadi pelajaran di hari depan.
Lekas PENUHI KEBUTUHAN RAKYAT di mana saja. Jangan ditunggu-tunggu lagi! Rakyat
sudah kebosanan JANJI!!
MR. APAL : Sekarang rasanya sudah cukup kita rundingkan apa
siasat dan taktik yang perlunya dijalankan berjuang. Tentu masih ada
ketinggalan di sana-sini. Tetapi saya pikir baiklah Godam membikin satu pidato
di depan kami, satu pidato sebagai contoh buat seorang propagandis di depan
umum. Kami mau pakai sendiri.
SI GODAM : Saudara sekalian tahu, bahwa sesungguhnya aku
bukan ahli pidato.
SI TOKE : Tak perlu kita caranya melaksanakan pidato itu,
cara itu tidak penting buat Rakyat Murba yang sedang berjuang mati-matian. Yang
penting ialah “ISI” pidato itu.
SI PACUL : Silakan Godam!
DENMAS : Aku seorang ningrat, Dam. Engkau berasal dari kelas
benggolan, bekas stoker, bekas masinis. Tetapi dalam semua perundingan kita
engkau perlihatkan kecerdasan, keberanian, dan kejujuran. Kuangkat pecisku di
depan kecakapanmu, Dam. Aku mengaku muridmu, Dam.
MR. APAL : Aku seorang bertitel meester, Dam. Dunia intelek
di zaman Belanda mengakui tingginya pengetahuanku, Dam. Mr. ialah pengakuan
yang tertinggi tentang pengetahuan dalam hal undang-undang. Engkau seorang
keluaran sekolah rendah saja. Tetapi engkau seorang “self-made-man” yang jaya.
Contoh di segenap sejarah manusia cukup banyak kau ketahui! Contoh yang
membuktikan bahwa “genie” itu tak selamanya keluaran sekolah tinggi. Aku tak
malu, Dam, mengakui ketangkasanmu dalam berpikir dan bersoal jawab. Aku sudah
mendapat pengakuan atas pengetahuanku. Tetapi sekarang aku insaf bahwa dalam
masa pancaroba ini aku tak sanggup menyelami jiwa Rakyat Murba, menyusun
menggerakkan tenaga Murba, yang diserahkannya pada pimpinan perjuangan itu.
Berdirilah Dam, buat kami, buat contoh, buat MURBA, yang bergelora semangatnya,
sesudahnya kami sendiri bertahun-tahun sudah membangunkannya ialah semangat
MERDEKA. Apabila sekarang mereka melaksanakan apa yang kami kaum intelek
sendiri, bangunkan dan muliakan itu, kami kaum intelek terutama saya sendiri
sebagai intelek tidak berdiri di tengah rakyat, memimpin atau membantu, maka
saya sendiri rasa bahwa kaum intelek tidak jujur terhadap rakyat dan dirinya
sendiri. Dan kalau rakyat Murba sekarang sebagai akibatnya propaganda puluhan
tahun di mana-mana tiada “dipimpin” dan dibiarkan dirobek-robek oleh pelornya
Inggris- Nica-Gurkha-Jepang, maka hal itu, aku Mr. Apal, anggap sebagai satu
pengkhianatan si sejarah Indonesia yang terpenting.
SI PACUL : Silakan Dam!
SI GODAM : Saudara dan saudara! Tiga minggu yang lampau
Inggris menuduh kita rakyat Surabaya membunuh seorang opsirnya. Dia tidak mau
mengadakan pemeriksaan atas benar tidaknya pembunuhan itu. Dia tidak mau tahu
apakah matinya opsir itu disebabkan tembakan dalam pertempuran kacau balau atau
oleh pelor serdadunya sendiri yang menembak rakyat Indonesia. Bahkan dia tiada
mau tahu apakah opsir itu benar mati apa tidak. Pihak Indonesia tiada
mendapatkan opsir itu hidup, luka, atau mati di tempat pertempuran itu
dilakukan. Pihak Indonesia siap sedia mau mengadakan pemeriksaan yang seksama.
Tetapi tidak sekali ini saja Inggris pintar mencari alasan. Sudah kita ketahui
bahwa pada hari itu Inggris sudah mempunyai rencana yang pasti dan beres.
Rencana itu ialah menduduki Surabaya bersama serdadu Nica yang sudah tiba dari
luar negeri. Ada atau tidaknya kesalahan Indonesia tuduhan mesti dikemukakan.
Benar tidaknya tuduhan itu tuntutan mesti dilakukan. Inggris, Saudara, menuntut
supaya rakyat dan tentara Republik Indonesia dilucuti senjatanya. Rakyat dan
tentara Republik Merdeka mesti bertekuk lutut menyerahkan semua senjata. Cuma
rakyat satu negara yang mau melepaskan hak kemerdekaannya, yang mau dihina dan
diperlakukan sebagai budak belian, yang sanggup memenuhi tuntutan Inggris itu.
Inggris bukannya diserahi oleh Sekutu melucuti senjata rakyat Indonesia,
melainkan melucuti tentara Jepang. Seandainya diserahi perlucutan itu,
Indonesia tak perlu dan hina sekali kalau ia membenarkan tuntutan Inggris itu.
Tuntutan itu berlawanan dengan kedaulatan Rakyat Merdeka. Rakyat Indonesia
sejak tanggal 17 Agustus ialah suatu negara merdeka. 70 juta rakyat Indonesia
menyetujui dan ternyata menyokong kemerdekaan itu dengan harta benda serta jiwa
raganya. Patutkah rakyat suatu negara merdeka dilucuti senjatanya? Satu syarat
pertama negara merdeka ialah kemerdekaan kemauan dan kesanggupan negara itu
mempertahankan kemerdekaannya. Hilanglah kemerdekaannya kalau rakyat itu tiada
bersenjata lagi. Maksud Inggris bukanlah melucuti senjata Jepang, melainkan
melucuti senjata rakyat Indonesia. Rakyat yang tiada bersenjata itu akan mudah
digertak, diinjak-injak, atau disembelih oleh Nica yang disiapkan oleh
imperialisme Inggris sebagai penjajah Indonesia. Apabila pemerintah Nica sudah
teguh tegap kembali menjajah Indonesia ini, maka Inggris berharap akan mendapat
kembali kebun, tambang, pabrik, dan tokonya. Inilah maksud Inggris yang
sebenarnya. Betapapun Inggris menyangkal tuduhan kita dan dunia lain bahwa
bermaksud mengembalikan Indonesia ke derajat suatu jajahan, semua bukti
menyaksikan hasrat Inggris itu. Lagipula semua Inggris di Asia dan Afrika
menyaksikan kebohongan, kelicikan, dan kebuasan Inggris dalam hal jajah
menjajah. Suara imperialisme Inggris adalah suara perempuan lacur. Perkataannya
tak boleh dipercaya. Musnahlah kemerdekaan Indonesia kalau alasannya atau
anjurannya didengarkan. Selama tentara Inggris berada di Indonesia janjinya
mesti dianggap sebagai tipu muslihat belaka. Tetapi rakyat Surabaya tiada
mendengarkan tujuan dan alasan wakil imperialisme Inggris itu. Rakyat Surabaya
yang bukan juris itu mengerti sungguh akan haknya satu Rakyat Merdeka. Rakyat
Surabaya pegang senjata di tangannya. Dengan senjata di tangannya dia akan
pertahankan kemerdekaannya. Itulah sifat jantan! Itulah sifat yang cerdik
berdasarkan keinsyafan akan hak sendiri, kewajiban sendiri, dan kehormatan akan
diri sendiri. Barangsiapa yang tak menjalankan sifat itu dia tidak mau merdeka,
dia tidak mempunyai kehormatan atas dirinya sendiri. Dia itu adalah orang
budak, atau agen Nica yang bersembunyi. Dalam hakikatnya dia adalah seorang
pengkhianat. Ada yang mengeluh, kita tiada bisa melawan tank raksasa, melawan
kapal perang dan kapal terbang Inggris. Saya jawab, bukankah sudah tiga minggu
kita menahan hujan pelor? Berapakah kerugian yang diperoleh musuh dalam tiga
minggu itu? Apakah kemenangan yang diperolehnya dalam tiga minggu itu? Bisakah
Inggris-Belanda mengurusi pabrik, toko, atau kebun di tempat yang didudukinya?
Selama dia tidak bisa mencari untung dengan menghisap keringat dan darah rakyat
Indonesia, selama itulah perampasan sejengkal atau dua jengkal tanah itu satu
kesulitan bagi dirinya sendiri. Tanah yang dirampas itu mesti dipertahankan
siang dan malam terhadap serangan rakyat dan tentara Indonesia. Ongkos
mempertahankan sehari demi sehari bertimbun-timbun. Sehari demi sehari
Inggris-Nica akan merasai tajamnya senjata rakyat Indonesia yang tak kurang
tajam dari senjata biasa. Senjata ekonomi, di samping penyerbuan secara gerilya
yang tak putus-putusnya, bukanlah senjata yang bisa diabaikan begitu saja,
walaupun Inggris lengkap bersenjata. Seandainya Inggris-Nica bisa merebut semua
kota-kota di pesisir ini belum berarti mereka menang! Masih jauh jalan yang
mesti mereka tempuh. Selama rakyat Indonesia bersatu, berdisiplin, dan insyaf
akan muslihat yang harus dijalankan serta yakin akan kebenaran sendiri serta
kesalahan musuh, selamanya Inggris-Nica masih dalam tingkat permulaan. Di
Magelang di mana kekuatan armada tak berlaku, di sana Inggris dikalahkan. Dikalahkan,
Saudara! Apakah artinya kalau tentara yang paling modern di dunia, tentara yang
sudah mendapat ujian di medan perang modern, dikalahkan, diusir, atau
dimusnahkan oleh rakyat dan tentara Indonesia yang tak beropsir, tak
bersenjata, dan tak berlatih cukup? Kepada prajurit Indonesia aku tak perlu
insyafkan atau tanyakan kejadian Magelang yang maha penting buat sejarah
Indonesia ini! Kepada pengeluh, pengesah, pengecut, kepada yang sangsi akan
kekuatan rakyat Indonesia, sangsi dengan segala yang berhubungan dan berbau
Indonesia, saya mau tanyakan sekali lagi artinya kemenangan Magelang itu. Saya
tambah pula tidak di Magelang saja rakyat Indonesia dan tentara Indonesia
menang berperang dengan tentara Inggris-Nica. Di semua tempat, di mana pasukan
berhadapan dengan pasukan, di sana Indonesia yang menang. Tak ada kecualinya.
Orang Inggris-Nica belum pernah menang sama orang Indonesia. Yang menang cuma
senjata luar biasa seperti meriam kapal perang yang menembak dari jauh di
tengah laut, atau kapal terbang yang tinggi sekali terbangnya. Apalagi kelak di
benteng kita yang paling akhir, yakni di pegunungan yang membujur di semua
kepulauan Indonesia, di sana Inggris-Nica akan berjumpa perjuangan yang
sesungguhnya. Di sana meriam armada takkan berdaya. Di pegunungan itu bom kapal
terbangnya takkan berarti. Di pegunungan tentara Indonesia akan menunggu,
seperti harimau menunggu musuh di tempat dan tempat yang menguntungkan bagi
dirinya sendiri dan mencelakakan musuhnya. Dari gunung gerilya Indonesia dengan
tak putus-putusnya akan menyerbu ke kota-kota, seandainya semua kota bisa
diduduki Inggris-Nica, yakni kalau Inggris- Nica bisa menduduki kota yang
hangus dan dikeringkan air minum dan makanannya. Di kota hangus Inggris-Nica
menderita serangan gerilya di hari malam dan kekuarangan makan di hari siang.
Siapakah di antara Saudara yang percaya Inggris-Nica bisa satu tahun saja duduk
di kota neraka semacam itu? Duduk siang malam dalam bahaya dan kekurangan
makan, tidur, dan ke plesiran? Di telinganya terdengar pula ocehan dan sumpah
dunia? Saudara-saudara! Diplomasi kita bukan diplomasi bertekuk lutut.
Diplomasi yang patah hati, diplomasi setengah atau tiga perempat jalan.
Diplomasi kita menghendaki kemerdekaan 100% sempurna. Kita tidak akan berhenti
selama kemerdekaan sempurna itu belum tercapai. Kita bisa tahan karena sudah
bisa melarat, karena bumi, iklim, memihak pula pada kita. Kita percaya kita
bisa mencapai kemerdekaan sempurna itu kalau kita cukup sabar, cukup tahan!
Cukup percaya akan hak dan kebenaran diri sendiri. Percaya akan kesalahan
Inggris-Nica. Akhirnya percaya akan keadilan manusia di dunia ini. Dunia sedang
mengamati kita! Dunia ikut menimbang siapa yang benar siapa yang salah. Dunia
ikut menimbang dan memperhatikan Indonesia kacau dan dikacaukan. Suara umum di
dunia besok atau lusa akan memihak kepada yang berhak dan menuduh serta
menghukum mereka yang mengcaukan serta berdosa. Kita menunggu sambil berjuang
sampai si penjajah itu musnah atau berangkat meninggalkan pesisir kita. Sampai
suara umum di dunia menyalahkan si penjajah. Saudara jangan lupa bahwa
Indonesia selain penting buat lalu-lintas, penting pula buat pembangunan
ekonomi di dunia yang rusak ini. Bahan dari Indonesia dibutuhkan buat semua
negara beradab di dunia. Kemauan dunia beradab buat perdamaian, kebencian
proletar Indonesia, kebencian rakyat jajahan terhadap imperialisme dan
persetujuannya dengan kemerdekaan, inilah semua perkara yang memihak kepada
Rakyat Indonesia Berjuang. Inilah diplomasi kita! Diplomasi berjuang! Dengan
begitu membangunkan rasa kebenaran dan keadilan di dunia dalam dan luar
Indonesia. Dengan begitu membelah dua kaum imperialisme dengan kaum pendamai.
Bukan diplomasi kompromis, diplomasi bertekuk lutut. Karena diplomasi bertekuk
lutut itu membimbangkan proletar dunia dan rakyat jajahan. Diplomasi bertekuk
lutut itu membencikan rakyat beradab di dunia, yang insyaf akan hak kemerdekaan
suatu bangsa dan hormat kepada rakyat lain yang membela kehormatannya sendiri.
Si lemah, si sangsi, si pesimis, seperti si pengkhianat memang banyak
alasannya. “Oh,” katanya, “kasihan sama rakyat, yang mesti berkorban!” Bukankah
Inggris-Nica yang menyebabkan korban itu? Bukankah imperialisme yang selalu
siap sedia mengorbankan puluhan juta manusia buat menjalankan politiknya? Di
zaman manakah, di negara manakah “kemerdekaan” itu diperoleh dan dipertahankan
dengan berdiplomasi dari gedung besar, bukan dengan pengorbanan puluhan malah
sering jutaan manusia? Lagipula apa artinya “senjata” Indonesia sekarang
mengorbankan 2 atau 3 juta rakyatnya buat kemerdekaan 68 juta sisanya? Bukankah
keamanan (!) dan ketentraman di bawah Jepang saja sudah menuntut korban 3
sampai 4 juta jiwa manusia? Jika Indonesia sekarang takut mengorbankan 1 atau 2
juta rakyatnya (“seandainya” perlu pengorbanan begitu banyak dalam perjuangan,
yang tidak dikehendaki oleh rakyat Indonesia sendiri itu), kelak 70 juta orang
Indonesia akan dikorbankan selama-lamanya buat budak dalam kebun, pabrik, dan
tambang bangsa asing. Bukan Indonesia saja yang berkorban dalam perjuangannya
mempertahankan kemerdekaan sebagai hak mutlak dan hak alamnya itu, juga si
pemerkosa kemerdekaan kita itu mesti berkorban! Juga mereka perlu mengorbankan
harta bendanya, jiwanya, dan waktunya. Akhirnya yang tak boleh Saudara lupakan
adalah bahwa Inggris-Belanda sehari demi sehari mengorbankan namanya sebagai
negara beradab. Sekali dunia beradab mengutuki tindakan mereka terhadap satu
bangsa yang salahnya cuma karena ia mempertahankan haknya, pada saat itulah
kemenangan berada di tangan Indonesia. Indonesia akan terus berjuang sampai
saat itu tiba. Sampai si ceroboh, si penjajah bertekuk lutut. Muslihat Rakyat
Indonesia ialah berjuang lama, menyingkiri semua yang bersifat terburu nafsu,
bersifat tergesa-gesa, bersifat fanatik, dan bersifat perjudian. Dengan hati
tenang-tegap seperti baja, otak teduh berputar, dan akhirnya dengan kemauan dan
keyakinan kokoh-kuat, Rakyat Indonesia menunggu sampai fajar kemerdekaan itu
menyingsing! Kalau kita para prajurit kemerdekaan ini gagal dalam
perjuangannya, maka ini tidak berarti kita gagal karena salah dasar atau salah
muslihat. Kalau kita kelak gagal maka kegagalan itu mesti dicari pada kurang
teguhnya organisasi, lemahnya disiplin, serta kurangnya kecerdasan, kecerdikan,
dan kecakapan. Semua kekurangan bisa dan mesti kita singkirkan dari sekarang
juga! Tetapi di atas segala-galanya yang tiada boleh kurang, yang mesti
diperkokoh sekarang ini dan terus diperkokoh di hari depan ialah persatuan.
Jauhilah curiga mencurigai dan tuduh menuduh dengan tak ada alasan cukup. PERSATUAN
DAN DISIPLIN! DISIPLIN DAN PERSATUAN! SEKIANLAH!!
Sumber : http://www.tanmalaka.estranky.cz/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar