Kekuasaan Kaum – Modal Berdiri atas didikan yang berdasar
kemodalan.
Kekuasaan Rakyat hanyalah bisa diperoleh dengan didikan kerakyatan.
Kata Pengantar Penerbit
Lagi sebuah buku kecil (brosur) Tan Malaka berjudul “SI
Semarang dan Onderwijs”, yang ejaan lama telah kita sesuaikan dengan ejaan
baru, dan juga telah kita tambah dengan daftar arti kata-kata asing hal 34-36.
Brosur ini diterbitkan di Semarang pada tahun 1921 oleh
Serikat Islam School (Sekolah Serikat Islam). Karya pendek Tan Malaka ini sudah
termasuk: “Barang Langka”. Brosur ini merupakan pengantar sebuah buku yang pada
waktu itu akan ditulis oleh Tan Malaka tentang sistem pendidikan yang bersifat
kerakyatan, dihadapkan pada sistem pendidikan yang diselenggarakan kaum
penjajah Belanda. Bagaimana nasib niat Tan Malaka untuk menulis buku tentang
pendidikan merakyat itu, kami sebagai penerbit kurang mengetahuinya. Mungkin
Tan malaka tidak sempat lagi menulisnya karena tidak lama kemudian beliau
dibuang oleh penjajah Belanda karena kegiatan perjuangannya dan sikapnya yang
tegar anti kolonialisme, imperialisme dan kapitalisme. Terserah kepada
penelitan sejarah Bangsa Indonesia nantinya untuk menelusuri perkara ini. Yang
jelas tujuan Tan Malaka dalam pendidikan ialah menciptakan suatu cara
pendidikan yang cocok dengan keperluan dan cita-cita Rakyat yang melarat !
Dalam hal merintis pendidikan untuk Rakyat miskin pada zaman
penjajahan Belanda itu, tujuan utama adalah usaha besar dan berat mencapai
Indonesia Merdeka. Tan Malaka berkeyakinan bahwa “Kemerdekaan Rakyat Hanyalah
bisa diperoleh dengan DIDIKAN KERAKYATAN” menghadapi “Kekuasan Kaum Modal yang
berdiri atas DIDIKAN YANG BERDASARKAN KEMODALAN”.
Jadi, usaha Tan Malaka secara aktif ikut merintis pendidikan
kerakyatan adalah menyatu dan tidak terpisah dari usaha besar memperjuangkan
kemerdekaan sejati Bangsa dan Rakyat Indonesia.
Untuk sekedar mengetahui latar-belakang mengapa Tan Malaka
sebagai seorang pejuang besar dan revolusioner itu sadar dan dengan ikhlas
terjun dalam dunia pendidikan pergerakan Islam seperti Sarekat Islam ? Tidak
lain karena keyakinannya bahwa kekuatan pendorong pergerakan Indonesia itu
adalah seluruh lapisan dan golongan Rakyat melarat Indonesia, tidak perduli
apakah ia seorang Islam, seorang nasionalis ataupun seorang sosialis.
Seluruh kekuatan Rakyat ini harus dihimpun dan disatukan
untuk menumbangkan kolonialisme Belanda di Tanah Air kita. Persatuan ini harus
di tempat di kawah candradimukanya perjuangan menumbangkan kolonialisme dan
imperialisme. Inilah mengapa Tan Malaka pun tidak ragu-ragu dan secara ikhlas
terjun dalam dunia pendidikan masyarakat Islam. Dalam lingkungan pendidikan
Serikat Islam yang merupakan pergerakan rakyat yang hebat pada waktu itu.
Jangan pula dilupakan bahwa usia Tan Malaka pada waktu itu masih sangat muda.
Memasuki ISI dari karya pendek Tan Malaka ini, dikemukakan
oleh Tan Malaka TIGA TUJUAN pendidikan dan kerakyatan sebagai berikut :
1. Pendidikan ketrampilan/Ilmu Pengetahuan seperti :
berhitung, menulis, ilmu bumi, bahasa dsb. Sebagai bekal dalam penghidupan
nanti dalam masyarakat KEMODALAN.
2. Pendidikan bergaul/berorganisasi serta berdemokrasi untuk mengembangkan kepribadian
yang tangguh, kepercayaan pada diri sendiri, harga diri dan cinta kepada rakyat
miskin.
3. Pendidikan untuk selalu berorientasi ke bawah.
Si Kromo, si-Marhaen, si-Murba tanpa memandang kepercayaan
agama, keyakinan dan kedudukan mereka, dalam hal ini termasuk golongan-golongan
rakyat miskin lainnya.
Ketiga TUJUAN pendidikan kerakyatan tersebut telah dirintis
oleh Tan Malaka dan para pemimpin Rakyat lainnya seperti Ki Hajar Dewantara,
Muhammadiyah, pesantren-pesantren Nahdatul Ulama, SI dsb. Semua usaha,
pengorbanan mereka itu tidak sedikit sahamnya dalam Pembangunan Bangsa/National
Building dan dalam membangkitkan semangat perjuangan memerdekakan Rakyat
Indonesia dari belenggu penjajahan. Merek atelah memberikan yang terbaik dalam
hidup mereka kepada Bangsa dan Rakyat Indonesia. Mereka telah tiada, tetapi
jiwanya yang menulis, jiwa-besar mereka, pikiran-pikirannya yang agung akan
tetap hidup sepanjang zaman.
Akhir kata dikutip di bawah ini ucapan tokoh besar
pergerakan kemerdekaan dan pemimpin besar Presiden Amerika Serikat ABRAHAM
LINCOLN sebagai berikut :
“WE MUST FIRST KNOW WHAT WE ARE, WHERE WE ARE AND WHERE WE
ARE GOING, BEFORE SAYING WHAT TO DO AND HOW TO DO IT”
”Pertama-tama harus diketahui Apa kita, dan Dimana Kita
serta Kemana Kita akan pergi, sebelum mengatakan apa yang harus dilakukan dan
bagaimana melakukanya”.
Penerbit,
Yayasan Massa, 1987
PENDAHULUAN
Tergopoh-gopoh kita mengeluarkan buku ini, yang maksudnya
hendak menggambar dan menuliskan percobaan Onderwijs, yang rasanya cocok dengan
keperluan dan cita-cita Rakyat, yang melarat.
Hampir semua lid SI Semarang kenal sama SI school. Mereka
yang hampir pada tiap-tiap vergadering mendengarkan propaganda yang berhubungan
dengan sekolah tiu, tentulah akan lebih suka lagi, kalau mempunyai suatu buku,
yang lebih jelas menerangkan keadaan serta hal ikhwalnya sekolah itu. Dengan
buku itu kita bisa pula mengumumkan haluan SI school dimana-mana , juga pada
tempat-tempat yang sudah setuju dengan Semarang.
Buku ini tentu belum sempurna, sebab sekolah SI masih baru
sekali. Lagi pula kita sengaja bercerita pendek, buat menerangkan yang perlu
saja, sehingga orang yang tidak paham dalam hal ilmu didikan, juga bisa
mengambil arti yang berguna bagi dirinya sendiri.
Kita berharap, bahwa dengan cerita yang pendek itu, beserta
gambar-gambaran, sampai maksud kita yakni hendak melukiskan didikan Rakyat yang
kita katakan tadi. Sungguhpun kita belum tahu, akan hasil perbuatan kita,
tetapi kalau kita tilik sikapnya pihak sana, maka kita boleh mengambil keyakinan,
bahwa jalan kita ada baik. Baru saja sekolah kita dibuka, Surabayasch
Handelsblad serta konco-konconya sudah berteriak : “Hai, pemerintah awasi
sekolah SI itu”. Wakil pemerintah di Semarang (Ass. Resident) sudah melarang
membikin pasar derma (dengan art 520. WVS ??), yang selamanya ini boleh
dilakukan, melarang anak-anak kromo meminta darma dengan menyanyi international
(sepanjang art 154. WVS).
Pendeknya sekalian halang-halangan itu, yang dirasa menutup
jalan untuk memperbaiki sekolah, sudah menimbulkan protest besar pada tanggal
13 Nopember ini, pada vergadering SI yang dikunjungi oleh kira-kira 5000 orang
lelaki dan plm. 4000 orang perempuan. Perkara tanah yang juga penting buat
Rakyat Semarang cuma memakan kira-kira 1 jam, sedangkan perkara onderwijs itu
ada menghabiskan waktu kira-kira 2 ½ jam.
Selama kita tinggal di Semarang, belumlah pernah kita
menyaksikan suara yang begitu tajam dan keras, baik dari pihak Destuur ataupun
lid-lid SI. Sikapnya vergadering tadi seolah-olah seekor burung, yang anaknya disambar
Elang. Di dalam di luar vergadering (di desa-desa) kita mendengar: SI school
mesti terus:
Ya, SI school mesti terus, inilah jawab kita.
PERATURAN ONDERBOUW (SEKOLAH RENDAH)
Bahwa sekolah SI bukan seperti sekolah particulier yang
lain-lain, yakni pertama sekali buat mencari keuntungan, bolehlah kita buktikan
dengan bermacam-macam jalan. Bukan saja karena ongkos buat uang sekolah adalah
lebih enteng, dan pengajaran ternyata lebih baik seperti keterangan anak-anak
sendiri yang datang dari sekolah-sekolah partkulier, tetapi yang terutama
sekali, karena hawa (=geest) di sekolah SI ada lebih sehat dan lebih dekat pada
watak dan sifat anak asal dari Timur, yakni kalau kita bandingkan dengan geewst
di sekolah-sekolah partikulier atau HIS Gouvernement. Nyata buat kita yang
anak-anak suka bekerja keras untuk mencari kepandaian, yang perlu kelak buat
keperluan hidup (seperti membaca, menulis, berhitung, bahasa dsb) pada dunia
kemodalan, yang tiada mempunyai kasihan satu sama lain, pada dunia yang memberi
rezeki dan keselamatan cuma pada yang kuat dan pintar saja. Itu memang
kewajiban kita sebagai gurunya, supaya kelak anak-anak yang keluar dari sekolah
SI cukup membawa senjata untuk perjuangan kelak dalam hal mencari pakaian dan
makanan buat anak istrinya.
Pula kita tidak lupa, bahwa ia masih kanak-kanak dalam usia
mana ia belum boleh merasa sengsaranya hidup dan berhak atas kesukaan bergaul
sebagai kanak-kanak.
Perkara yang ketiga kita ingat juga, bahwa murid-murid kita
kelak jangan hendaknya lupa pada berjuta-juta Kaum Kromo, yang hidup dalam
kemelaratan dan kegelapan. Bukanlah seperti pemuda-pemuda yang keluar dari
sekolah-sekolah biasa (Gouvernement) campur lupa dan menghina bangsa sendiri.
Ringkasnya maksud kita yang terutama :
Memberi senjata cukup, buat pencari penghidupan dalam dunia kemodalan
(berhitung, menulis, ilmu bumi, bahasa Belanda, Jawa, Melayu, dsb).
Memberi Haknya murid-murid, yakni kesukaan hidup, dengan jalan pergaulan
(verenniging).
Menunjukan kewajiban kelak, terhadap pada berjuta-juta Kaum Kromo.
I. Memberi senjata cukup, buat mencari penghidupan dalam dunia kemodalan
(berhitung, menulis, membacara, babad, ilmu bumi, bahasa Jawa, Melayu, Belanda
dan sebagainya).
Perkara yang pertama ini tidak perlu kita panjangkan.
Tiap-tiap kita yang keluar dari sekolah sudah tahu, apa artinya pengajaran
sekolah hari-hari. Cuma kita dengan pengajaran sekolah itu juga mesti bangunkan
hati merdeka, sebagai manusia dengan bermacam-macam jalan. Lagi pula kita mesti
bangunkan sifat-sifat kuno, yang terbilang baik. Nyanyi-nyanyi jawa dan
wayang-wayang begitu juga menggambarkan wayang-wayang yang begitu sukar kita
hargai tinggi. Dalam dua tiga hari saja dinding sekolah kita sudah penuh dengan
bermacam-macam gambaran wayang (Bambang Irawan, Prabu Doso Muko, Gatot Koco dan
sebagainya), yang digambar oleh anak-anak sendiri dalam waktu temponya. Dalam
kepintaran menggambar ini kita sebagai guru mengaku tunduk sama anak-anak yang
berumur 10 atau 12 tahun itu. Kita berani mengatakan, yang juga anak-anak eropa
yang berumur sebegitu, atau lebih, mesti akan kalah sama anak-anak kita. Nah,
kalau bangsa Eropa meninggikan betul kepintaran menggambar itu, lebih-lebih
bangsa Belanda1, kenapa tidak dikeluarkan kepandaian yang memang tersembunyi
pada bangsa jawa itu? Jawabnya: barangkali sebab pabrik gula atau kantor post
lebih suka sama yang pandai menyalin kopi, atau menghitung uang masuk dan
keluar, dari pada sama orang, yang pandai menggambar Doso Muko.
Perkara berhitung, tentu kita berani tanggung. Kita tahu,
bahwa orang-orang sekolah kelas II dahulu lebih pintar berhitung dari keluaran
sekolah HIS sekarang, seperti juga orang-orang keluaran sekolah kweekshchool 20
tahun yang lalau umpamanya, lebih gemar dan lebih pandai berhitung dari
keluaran kweekschool sekarang. Tentulah bahasa Belanda itu sangat menghambat
kemajuan berhitung. Juga caranya mengajar. Dahulu orang-orang itu disuruh
sendirinya saja berhitung. Cuma apa yang tidak bisa saja yang diterangkan.
Bukankah seperti sekarang guru-guru mabuk methode (cara
mengajar), sehingga anak-anak tidak bisa cari jalan sendiri. Kita ingat akan
babad onderwijs (sejarah pendidikan) di negeri Belanda, dimana orang-orang tani
desapun, beberapa ratus tahun dulunya, turut campur berhitung. Semua isi desa
memikirkan suatu persoalan, dan yang mendapat pendapatan dimuliakan betul. Kita
sendiri masih ingat akan masa, dimana teman-teman kita murid sekolah kelas II
(bukan HIS) kesana sini pergi mencari hitungan. Di sekolah SI kita biarkan juga
kemauan berhitung itu. Yang pandai kita suruh terus, beberapa kuatnya saja,
sehingga sudah ada anak yang duduk di kelas IV umpamanya, yang sekarang sama
kitab hitungannya dengan kelas V HIS.
Kita memang tidak pakai Rooster (daftar pengajaran) seperti
HIS. Tidak saja dalam berhitung kita lepas anak-anak sebagaimana kuatnya,
tetapi dalam hal mengajar bahasa (Belanda) kita melanggar Rooster. Di kelas II
umpamanya duduk anak-anak ada yang sampai berumur 13 tahun. Anak-anak ini
keluar sekolah kelas II. Kita mesti terima anak-anak ini. Kalau tidak tentu dia
mesti mondar-mandir saja di jalan rayat, karena sekolah yang lain buatnya tidak
ada, atau terlampau mahal.
Kita jangan lupa, bahwa diantaranya banyak yang kencang otak,
cuma tak bisa bahasa Belanda saja. Tetapi sebab kelak perlawanannya ialah kaum
modal, yang memakai bahasa Belanda, maka perlu sekali kita ajarkan betul bahasa
itu, terutama untuk mengerti, baru yang kedua untuk menulis atau berbicara
dalam bahasa itu. Jadi sebab anak-anak berumur 13 tahun ke bawah itu sudah bisa
berhitung buat kelas II, sementara kita pentingkan mengajarkan bahasa Belanda.
Tentulah sementara saja, karena kita tidak lupa akan pengajaran lain-lain.
Anak-anak keluaran kelas II itu menjadi pertimbangan yang
penting sekali buat kita. Untuk mencari pekerjaan mereka itu masih amat kecil.
Tetapi ia tiada bisa meneruskan pengajaran. Sebab itulah mereka itu merasa
sampai hati sanubarinya dihimpit oleh kemodalan, yang memberi onderwijs
(pendidikan) buat yang kaya dan yang mampu membayar saja. Inilah anak-anak yang
mudah dimasuki rasa kemerdekaan karena mau naik, tetapi tiada bisa.
Pemuda-pemuda semacam inilah di Rusia, yang di muka, di medan peperangan yang
menahan pelornya kaum Modal, yang mempertahankan peraturan Komunisme, yang
memberi kesempatan bagi kemajuan pikiran dan perasaan pada tiap-tiap manusia.
Anak-anak kita di SI school yang keluar kelas II ada serupa kaumnya di Rusia
tadi.
Dialah yang rajin, gemar dan kalau menyanyikan internasional
(lagunya kaum yang tertindas di atas dunia), maka suaranyalah yang keras dan
matanyalah yang bercahaya api, disebabkan oleh arti lagu internasional itu.
Selain dari pada vak-vak (mata pelajaran) berhitung,
menggambar, bahasa itu, tentulah vak-vak ilmu bumi, babad (sejarah) dunia,
menyanyi dan sebagainya kita ajarkan dengan cara dan dasar, yang cocok dengan
haluan kaum SI, ialah kaum yang melarat. Semua ini belumlah program yang
sempurna. Kalau ada perlu tentu disana-sini boleh dirubah.
II. Memberi haknya murid-murid, yakni kesukaan hidup, dengan jalan pergaulan.
Kalau kita perhatikan pergaulan anak-anak di sekolah-sekolah
masa sekarang, maka sia-sialah kita mencari geest (hawa) yang sepadan dengan
usianya anak-anak. Murid-murid sekarang kerjanya lain tidak semacam mesin
pabrik gula, yang siang malam tak berhenti bekerja. Siang malam anak-anak mesti
belajar dan menghafalkan pelajaran, sehingga tiadalah berapa waktu tinggal
untuk bermain-main. Lain dari pada waktu uitspanning, (main-main di pelataran)
tiadalah ada mereka sanggup bercampur-campur. Satu sama lain kenalnya di kelas
saja, sehingga kanak-kanak tiada merasa enaknya kumpul-berkumpul. Sifat ini
kelak kalau besar akan terbawa-bawa juga, sehingga tiap-tiapnya orang suka
mencari kesenangan sendiri-sendiri saja.
Anak-anak itu memangnya suka berkumpul-kumpul. Dalam
permainan apapun juga, ia ada mempunyai peraturan sendiri. Sungguhpun peraturan
tadi (dalam main layangan umpamanya) tidak dituliskan pada Reglement, tetapi
mereka yang kecil-kecil itu tiada akan melanggar peraturan yang tetap. Dalam
permainan apapun juga kita bisa pastikan, bahwa di sana ada kepala, yang
menguruskan permainan, sungguhpun kepala tadi tidak dipilih dengan cara memilih
seperti dalam sebuah vereeniging. Kalau ada anak yang melanggar adat bermain,
mak anak itu lekas kena tegur dan kalau tiada mau mendengar, maka ia akan kena
boycot.
Sifat yang batin-batin itu, mesti kita majukan, dan mesti
kita sambung. Apa yang kurang mesti kita tambah. Tetapi tidak semacam guru
tidak boleh jadi diktator dalam permainannya. Dia mesti merdeka sendirinya.
Cuma kalau dia salah atau tidak tahu jalan, baru kita memberi nasehat.
Sifat suka bergaul itu kita sudah mencoba membangunkan
sedikit dengan perkataan. Dengan lekas anak-anak kita di SI school mau mengambil
buktinya. Dengan segera terdiri suatu “Commite untuk Bibliotheek” (perkumpulan
buku-buku) dan baru-baru ini Commite Kebersihan, dan Voetbal Club (klub
sepakbola), Coorzitter dan bestuur yang lain-lain sama sekali dipilih oleh
anak-anak. Begitupun Reglementnya dibikinnya sendiri. Dalam watku uitspanning
atau sesudah sekolah, maka kita melihat mereka sering mengadakan Vergadering,
untuk merembukkan ini itu. Dalam Vergadering SI (orang besar) anak-anak kita
yang berumur 13 atau 14 tahun itu sudah pernah bicara, di Semarang ataupun Kali
Wungu.
Sedangkan orang-orang tua dan pintar masih gentar dan takut
bicara di muka orang banyak; tetapi anak-anak SI school sudah pernah menarik
hati orang-orang tua, lantaran keberaniannya. Mereka yang kecil, yang memakai
selempang, ditulis dengan rasa kemerdekaan, anak-anak yang berpidato dan
menyanyikan internasional, sudah pernah menjatuhkan air mata beberapa lid SI
yang mengunjungi Vergadering.
Anak-anak kita akan terus bikin propaganda untuk
Bibliotheeknya tadi. Selama ini disambut dengan girang hati. Begitu juga
murid-murid SI ada berpengarapan, yang kasnya akan lekas terisi derma, dan
lemarinya akan terisi buku-buku, yang dikehendakinya.
Dalam hal organisasinya tadi, kita hampir tiada menolong
apa-apa, karena maksud kita bukan hendak mendidik anak-anak jadi Gromopon. Kita
mau, supaya dia berpikir dan berjalan sendiri.
Besar pengharapan kita, bahwa kelak Vereeniging yang
lain-lain seperti tooneel (komidi, sandiwara), wayang menyanyi, surat kabar dan
lain-lain, yang setengahnya sekarang masih dalam pikiran saja akan hidup dan
maju seperti “Vereeniging Bibliotheeknya” ini.
III. Menuju kewajibannya kelak, terhadap pada berjuta-juta Kaum Kromo
Ini maksud mudah dituliskan, tetapi tiada mudah disampaikan.
Kita jangan lupa, bahwa kita mengajar kanak-kanak, yang belum pernah membanting
tulang sendiri buat mencari penghidupan untuk anak istrinya. Seorang yang
mempunyai hati dan pikiran yang suci mudah kemasukan iblis, kalau sudah ditimpa
bahaya kemelaratan hidup. Demikian juga kelak anak-anak keluaran SI tentu akan
ada juga yang pecah iman, kalau mesti masuk pada neraka kemodalan. Hal itu
tentu tiada boleh menakuti kita; hanyalah menambah memaksa memikirkan daya
upaya, supaya anak-anak keluaran sekolah SI jangan kelak membelakangi Rakyat.
Kalau kita periksa dalam-dalam segala perkara-perkara yang
memisahkan pemuda-pemuda keluaran sekolah Governement dari Kaum Kromo, maka
ternyatalah, bahwa perkara-perkara itu mesti dicari pada sifatnya didikan
sekolah-sekolah tersebut.
Di sekolah Governement diajarkan kebersihan pada
murid-murid, tetapi tiada dibilang, bahwa Kromo tiada tahu, apa yang bersih,
kalau tahu apa bahaya kekotoran. Nanti kalau murid-murid ini sudah besar, maka
tiadalah sedikit juga kehendak padanya untuk membangunkan kebiasan kebersihan
itu pada kaum melarat itu. Tidak, malah mereka dalam batinnya turut benci pada
si Kromo yang kotor katanya itu, dan turut membilang, bahwa kekotoran itu
memang sudah sifatnya si Kromo. Jadi didikan sekolah Governement semacam itu,
yang tiada disertai kecintaan atas Rakyat, tiada menanam kewajiban buat
menaikkan derajat Rakyat menyebabkan, maka didikan itu menimbulkan suatu kaum
(bernama kaum terpelajar) yang terpisah dari Rakyat.
Tentulah tiada perkara kebersihan saja yang mendatangkan
pisahan itu. Juga kepandaian, adat istiadat, yang didengarkan atau dibacanya
dalam sekolah, sama sekali tidak menanam belas kasihan pada Kromo. Dan kalau
tiada dibangunkan rasa kewajiban dan kecintaan, maka sudahlah tentu yang bersih
pandai dan sopan itu tiada akan tahu menahu yang kotor, bodoh dan biadab, kata
kaum sana itu.
Perkara juga yang bisa mendatangkan pisahan itu ialah
perceraian kerja tangan dan kerja otak. Sekolah biasa dianggap cuma buat
mencari kepandaian otak saja. Itulah pula kerjanya anak-anak itu hari-hari.
Dahulu kala, dan sekarang juga, anak-anak itu di desa turut mencangkul atau
bertukang. Semuanya dilakukannya dengan kegemaran. Tetapi pada sekolah zaman
sekarang bertukang atau mencangkul itu cuma dilihatnya saja baik dalam
perjalanan atau pada gambar-gambar sekolah. Kalau pekerjaan-pekerjaan itu
dilakukan oleh kaum kotor, bodoh dan sebagainya, heranlah kita, kalau
pemuda-pemuda yang bernama terpelajar itu kelak berpikir: Kerja tangan itu
rendah sekali?
Di sekolah SI tidak saja dibilang apa yang bersih, tetapi
diajarkan sendiri mencari kebersihan. Jongos-jongosan tidak ada.
Baru-baru ini sesudah kita mencela kekotoran sekolah dan
perkakasnya sekolah kita sendiri, maka segera dibangunkan “Commite kebersihan”,
Commite inilah yang menjaga supaya segala pekerjaan berhubung dengan kebersihan
sekolah (bangku, bord, dsb) dilangsungkan. Kalau sekarang belum pukul delapan
kita memasuki kantor SI maka kelihatanlah anak-anak yang bersingsing lengan
baju, memegang kain atau ember untuk membersihkan bangku atau bord (papan
tulis). Ini kemajuan besar. Karena, kalau 2 atau 3 bulan yang lalu, kita
sedikit minta tolong, umpamanya membersihkan papan, maka kita lihat muka yang
seolah-olah mau berkata : “Ini pekejaan jongos”.2
Memandang rendah pada pekerjaan tangan, yakni kerja ibu
bapaknya hari-harian, itulah yang mau kita perangi dengan sekuat-kuatnya.
Anak-anak mesti cinta pada segala macam pekerjaan yang disahkan (halal).
Sesudah kita bisa buang sifat didikan yang bisa mendatangkan
benci pada kaum Kromo (yang kerja tangan) itu, maka harus kita perhubungkan
anak-anak kita dengan kaum melarat. Itulah gunanya, kalau ada tempo kita
membicarakan nasib si kromo; kita menanam hati belas kasihan sama bangsa yang
tertindas; kita menunjukkan kewajiban sebagai anak kaum yang tertindas itu.
Sebab itulah kita membangunkan hatinya, supaya berani bicara dalam Vergadering
SI, atau Vergadering Kaum Buruh.
Bijak dan berani berpidato, yakni kepandaian yang dimuliakan
oleh segala bangsa yang merdeka, baik dahulu, baik sekarang, bisa ditanam cuma
dengan jalan Vergadering saja. Kalau kita amat-amati pemimpin-pemimpin muda
kita, baik dalam Commite Bibliotheek, “Commite kebersihan” atau “Voetbal Club”
dalam Vergaeringnya masing-masing, maka mudah kita saksikan, bahwa dalam
Vergaderingnya itu ada orde (aturan), dan ada hati sungguh (baik dari pihak
speker (pembicara) ataupun yang mendengar). Kadang-kadang kita heran melihat,
bagaimana seorang kanak-kanak bisa mengenggam Vergadering yang dikunjungi oleh lebih
kurang 180 anak-anak. Vereeniging inilah suatu sekolah, yang besar artinya
untuk mendidik rasa dan hati mereka; mendidik untuk memikirkan dan menjalankan
peraturan buat pergaulan hidup, mendidik untuk fasih dan berani bicara, didikan
mana dalam zaman perbudakan ini lebih besar harganya dari pada mengetahui,
berapa banyaknya sungai-sungai di pulau Borneo umpamanya.
Kalau kita bisa menyambungkan perkumpulannya dalam sekolah
itu dengan perkumpulannya ibu bapaknya seperti Serikat Islam, maka rasanya
kelak, kalau ia keluar sekolah tidak akan berpisah dengan ibu bapaknya itu.
Sebab itulah maka kalau ada vergaering SI Semarang, kita mengajak anak-anak
yang sudah mengerti, mengunjungi vergadering tadi.
RINGKASNYA :
Di sekolah anak-anak SI mendirikan dan menguruskan sendiri pelbagai-bagai
vereeniging, yang berguna buat lahir dan batin (kekuatan badan dan otak). Dalam
urusan vereeniging-vereeniging tadi anak-anak itu sudah belajar membikin
kerukunan dan tegasnya sudah mengerti dan merasa lezat pergaulan hidup.
Di sekolah diceritakan nasibnya Kaum Melarat di Hindia dan dunia lain, dan juga
sebab-sebab yang mendatangkan kemelaratan itu. Selainnya dari pada itu kita
membangunkan hati belas kasihan pada kaum terhina itu, dan berhubung dengan hal
ini, kita menunjukkan akan kewajiban kelak, kalau ia balik, ialah akan membela
berjuta-juta kaum Proletar.
Dalam vergadering SI dan Buruh, maka murid-murid yang sudah bisa mengerti,
diajak menyaksikan dengan mata sendiri suaranya kaum Kromo, dan diajak
mengeluarkan pikiran atau perasaan yang sepadan dengan usianya (umur),
pendeknya diajak berpidato.
Sehingga, kalau ia kelak menjadi besar, maka perhubungan pelajaran sekolah SI
dengan ikhtiar hendak membela Rakyat tidak dalam buku atau kenang-kenangan
saja, malah sudah menjadi watak dan kebiasannya masing-masing.
PERATURAN MIDDENBOUW (SEKOLAH TENGAH)
Demikianlah bunyinya program SI school di Semarang. Menilik
nama Brosure kita yakin bahwa maksud kita bukan hendak mengadakan satu sekolah
saja, malah mempertimbangkan hal onderwijs (haluan didikan), juga buat SI.
Tegasnya maksud kita mencari suatu macam didikan yang bisa mendatangkan faedah
bagi Rakyat, negeri-negeri lain di luar semarang, yang mau mendirikan sekolah
seperti di Semarang, maka kita mesti mengatur sekolah itu seperti di Semarang
juga.
Sampai sekarang sudah ada tiga atau empat kota yang sudah
meminta pada kita, supaya diadakan dan diatur pula sekolah-sekolah SI.
Kota-kota itu sudah siap murid, siap bangku sekolah dan perkakas yang
lain-lain. Cuma belum siap akan gurunya. Perkara guru itu penting sekali.
Jarang guru keluaran keewwkschool, yang mau atau berani memihak pada kita,
kalau memihak, ialah karena gaji saja, bukan karena hati atau haluannya.
Sebab itulah kita sendiri pula mesti menanam guru buat SI
school itu (sekolah tengah). Pekerjaan ini sudah kita mulai, jadi tidak tinggal
dalam pikiran saja lagi. Setiap sore (sementara ini baru 3 x satu minggu saja)
di kantor SI diadakan kursus mengajar murid-murid SI yang kelas V, VI, dan VII
(jadi murid-murid yang berumur dari 15 tahun ke atas) menjadi guru. Murid-murid
itu biasanya kebetulan keluaran sekolah kelas II, jadi sudah menerima
pengajaran dalam berbagai-bagai kepandaian. Dalam kepandaian yang tersebut dan
dalam bahasa Belanda mereka tiap-tiap pagi dari pukul 8 – 1 dapat pelajaran.
Sebab ia keluaran kelas II tadi, maka ia biasanya lekas sudah berhitung,
menulis dan sebagainya. Jika ia sudah, maka ia segera disuruh menolong mengajar
di kelas rendah SI school yakni pada anak-anak yang baru masuk sekolah. Jadi
murid-murid yang besar-besar tadi tiap-tiap hari boleh belajar mendidik, tidak
dalam teori saja, malah juga dalam praktek.
Pendeknya kerja murid-murid di atas dari kelas V yang
keluaran sekolah kelas II, dan berumur lebih dari 15 tahun adalah seperti di
bawah ini :
Dari pukul 8 – 1 (pagi) ia meneruskan pelajarannya di sekolah. Karena ia lekas
sudah mengerjakan tiap-tiap vak, maka selama ¼ jam temponya itu, ia disuruh
membantu guru-guru SI di kelas I dan II (semacam guru bantu).
Tiap-tiap sore murid-murid besar itu diberi ilmu pendidikan (paegogogie),
supaya teorinya buat mengajar semacam guru.
Selamanya ini pekerjaan ada langsung. Sebentar lagi kita
memang berani mempercayakan kelas I sama sekali kepada anak-anak yang sudah
kena kursus itu. Tentulah kursus sore itu belum bisa sempurna, sebab belum
cukup banyaknya anak-anak yang dari kelas V ke atas itu. Sesudah tiga atau
empat tahun lagi barulah kursus sore itu bisa diatur semacam kweekschool yakni
dikasih pengajaran sama tinggi dengan kweekschool Gouvernement. (kita sendiri
juga sudah keluaran Kweekschool Gouvernement itu).
Tetapi sebab permintaan negeri-negeri yang lain-lain di atas
tadi, maka dari sekarang kita mesti bersiap. Tiadalah ada salahnya kalau
sekarang lebih dahulu kita bicarakan gaji murid-murid keluaran kursus tadi.
Kalau murid sudah mendapat kursus 1 tahun, jadi dihitung berhak mengajar di
kelas I SI school, maka gajinya plm. bisa f 40,-. Kalau murid itu sudah dapat
kursus 2 tahun jadi dihitung berhak (bevoegd) mengajar di kelas II SI school,
maka gajinya kira-kira bisa f 50,-. Demikianlah berturut-turut, sehingga kalau
guru-guru tadi sudah berhak (bevoegd) mengajar di kelas VII SI dan umurnya
dipukul rata 22 tahun, maka gajinya bisa f 100,-. Kalau sekolah maju dan
muridnya bertambah-tambah, tentu gajinya guru keluaran kweekschool SI bisa
sempurna.
Di bawah ini kita kasih begrooting, yang kira-kira bisa
diteruskan di kota besar-besar seperti Semarang, Surabaya, Bandung, Jakarta,
dsb.
SI, school yang mempunyai murid 300. jumlah uang sekolah
sebulan = 300 x f 3 = f 900. Gaji guru-guru = f 40 + f 50 +f 60 + f 70 + f 80 +
f 90 + f 100 = f 490. Sisa = f 510.Yang f 500 lebihnya ini boleh sebagian
dipakai untuk menambah gaji guru yang sudah lama dinas, yang rajin, pandai dan
sebagainya sehingga rasanya maximum f 200 bisa didapat. Banyak murid itu bisa
lebih dari 300, karena kita bikin paralelklassen (Ia, Ib, Ic; kelas-kelas ini
sama pengajarannya, Cuma gurunya lain-lain, sehingga di klas I saja bisa masuk
lebih dari 2 atau 3 guru, dan murid lebih dari 100 atau 200).
Jadi pendeknya pemuda-pemuda keluaran kursus SI Semarang,
bisa jadi guru di SI school lain-lain. Buat anak-anak keluaran kelas II school
juga kita terima terbuka jalan buat memimpin Rakyat, baik yang kecil, baik yang
besar. Karena sesudah sekolah, maka guru-guru SI school bisa membela
perkumpulan politik atau Vakvereeniging, ilmu-ilmu mana di SI school sudah
diteori dan dipraktekan.
Berapa perlunya onderwijs di Hindia ini tiadalah berguna
dibicarakan lagi. Berapa banyaknya kota-kota yang bisa kita rebut sekolahnya
sudah terang, bahwa Gouvernement tidak akan bisa dalam 10 tahun ini memberi
pengajaran pada 50 % anak-anak saja (di tanah Jawa saja baru kira-kira 2 %
orang keluaran sekolah Gouvernement) karena memangnya tidak ada orang, kalau
buat ornderwijs, sebab sudah banyak termakan oleh lasykar darat dan laut.
Pemerintah sekarang asyik membicarakan dan meneruskan perkara armada laut, yang
akan memakai ongkos kira-kira f 220.000.000,- Apalagi leerplicht (paksaan
memasukan tiap-tiap anak ke sekolah), tentulah masih bertambah mustahil (jauh)
lagi.
Buat kita SI yang memihak pada Rakyat masih besar pasar yang
bisa direbut. Makin lekas kita bergerak, dan bersiaplah murid dan sekolah,
makin lekas sampai maksud. Kalau kita kaum Rakyat kerja keras semacam ini,
tentu dalam 10 atau 15 tahun sudah bisa memakan hasilnya pekerjaan kita. Sudah
bisa beribu kaum yang tepelajar, yang pandai mengerti dan memihak dengan
pikiran dan nyawanya pada Rakyat.
Peraturan onderwijs semacam ini tidak mimpi saja, tetapi
bisa menjadi, ya, dan mesti menjadinya. Berulang-ulang sudah diterangkan, bahwa
dari pemuda-pemuda keluaran sekolah Gouvernement tidak boleh kita mengharapkan
besar pertolongan buat pergerakan Rakyat. Seperti sudah diterangkan di atas,
anak-anak yang sebagian besar keluaran kweekschool SI bisa dapat pekerjaan di
golongan SI (lain dari pada sekolah tentu vak-vak vereeniging akan suka
mengambil anak-anak keluaran SI kita).
Anak-anak keluaran SI school, yang mau meneruskan pengajaran
pada ambachtschool Gouvernement dan sebagainya, tentu dari pihak kita tak akan
dapat halangan. Melainkan kita akan menjaga, supaya ia sanggup membuat examen
(ujian). Sekarangpun rupanya sudah ada satu dua anak-anak yang baru-baru ini
tidak diterima di HIS lantaran mana ia lari dari SI school kita, tetapi belum
lama ini diterima di HIS tadi. Jadi rupanya pintu HIS Gouvernement, tidak
ditutup buat anak-anak SI school.
Sebaliknya, kita tak perlu takut, bahwa skolah SI kita akan
jadi kosong. Anak-anak keluaran kelas II berumur 12 - 13, yakni bibit kita sejati,
tidak akan bisa diterima oleh Gouvernement. Lagi pula tiap-tiap minggu Kromo
membawa anaknya pada kita, dan tiap-tiap minggu anak-anak minta keluar dari
partikulir 1-1, dan masuk pada sekolah kita. Katanya sebab pelajaran baik,
bayaran lebih murah dan buat anak-anak ada bermacam-macam permainan dan
perkumpulan. Kebenaran itu boleh kita buktikan, dengan keterangan, bahwa ada
murid kita yang dari Cepu, dari Sragen (Solo), dari Jawa Barat dan lain-lain.
Diantaranya ada yang minta keluar dari HIS Gouvernement.
Pendek kata, dalam berlomba mencari pasar, yakni merebut
mendidik sekalian anak Kromo, SI tak perlu khawatir. Makin besar dan banyak
sekolah-sekolah kita dirikan, makin lekas kita sampai di padang kemajuan. Kalau
onderbouw (sekolah rendah) sudah cukup, maka niscaya kita dengan pertolongan SI
bisa mendirikan middenbouw (sekolah tengah). Kalau sudah ada umpamanya 6
sekolah rendah, dan sekolah-sekolah itu diatur dari central, maka tiadalah akan
susah bagi tiap-tiap sekolah mengadakan fonds (dana) kira-kira f 100 sebulan,
sehingga sesudah 5 tahun saja sudah bisa ada uang kira-kira f 40.000,- Dengan
derma dan l.l uang itu boleh ditambah-tambah. Sesudah 5 atau 6 tahun SI school
berdiri, yaitu sesudah kira-kira ada anak-anak yang mesti keluar, maka
anak-anak itu boleh meneruskan pengajarannya di sekolah tengah SI
ambachtsschool umpamanya.
Peraturan batin ambachtsschool itu kita mesti pegang sendiri
(buku-buku baca, ilmu bumi, babad, dan sebagainya). Hanya perkara bertukang
atau tehnik kita serahkan pada guru-guru yang biasa. Guru ini mudah saja
didapat. Di negeri Jepang, Swedia, atau Swiss ribuan orang yang pandai dan mau
meninggalkan engeri, kalau ada penghidupan yang sempurna di negeri lain. Juga
di Hindia ini lambat launnya akan timbul pemuda-pemuda yang rela memihak pada
kita. Ringkasnya perkara guru itu (tehnik) kita tak perlu sekejappun cemas,
asal ada uang di Kas.
Pun buat anak-anak keluaran ambachtsschool atau sekolah
tengah lain-lain itu, adalah akan mudah juga jalan penghidupan, asal didikannya
kerakyatan. Asal masih ada Rakyat dan pergerakan di Hindia ini, maka bagi
pemuda-pemuda itu akan cukup pekerjaan. Bersambung dengan Rakyat dia akan bisa
memimpin Koperasi dalam pertukangan umpamanya. Lagipun di tempat lain-lain
tentu ia bisa dapat kerja, asal pintar dan rajin saja.
Demikianlah ringkasnya saja maksud kita tentangan onderwijs
buat Rakyat. Barangkali reaksi dan musuh kita tak akan kurang terus memfitnah
dan menghalang-halangi daya upaya kita. Nyata sudah, bahwa dari pihak
pemerintah kita tidak akan mendapat bantuan. Jangankan bantuan, tetapi
kemerdekaan pun tidak kita peroleh, yakni kemerdekaan sepeti pada tiap-tiap
orang atau vereeniging (partikulier dan zending) buat mendirikan sekolah yang
cocok dengan haluan masing-masing.
Seperti Muhammadiyah, zending dan lain-lain di Hindia ini
dapat kepercayaan dan bantuan lahir dan batin dari pihak pemerintah. Pada bulan
Agustus tahun ini pemerintah sudah membenarkan statusnya “Vereeniging buat
mendirikan dan menguruskan sekolah-sekolah Kristen untuk uitgebreid Lager,
Middelbaar dan Vakonderwijs-nya di Jawa Tengah”. Dasar onderwijs-nya disebutkan
Gods-Woord = Firman Tuhan, yakni Tuhannya kaum Kristen. Memang sudah lama di
Hindia ini zending bergerak (Minahaasa, Batak, Ambon, Jawa). Memang sudah
banyak di Hindia ini kaum Kristen, lebih-lebih dalam bala tentara (Ambon,
Manado).
Meskipun di Hindia ini tinggal plm. 50 juta kaum Muslimin,
tetapi pemerintah tiada menaruh keberatan atas propaganda-nya kaum Kristen,
yang dalam babad sering berperang-perangan dengan kaum Muslimin. Kita orang
perjuangan tentu tidak akan mengurangkan satu agama terhadap kepada agama lain
– Cuma kita campur meminta kemerdekaan seluas-luasnya, buat onderwijs, yang
sepanjang keyakinan kita cocok dengan keperluan Rakyat, yang melarat, Onderwijs
mana juga oleh SI Semarang sudah di akui sah.
Tetapi seperti sudah disebutkan lebih dahulu, kita sudah
dapat halangan keras, ketika SI mau mengadakan pasar derma, untuk memperbaiki
sekolah saja. Juga baru-baru ini dilarang anak-anak mencari derma di desa-desa
dengan menyanyi international. Karena kita tidak mendapat subsidi, maka derma
itulah saja jalan buat kita, untuk meneruskan daya upaya. Sehingga kalau derma
itu dihalang-halangi, maka sama artinya dengan menghalang-halangi sekolah
Serikat Islam.
Pendeknya, sekolah kita ada bisa segenap waktu dapat ancaman
atau bahaya.
Terus atau tidak kita semata-mata bergantung pada SI. Kalau
SI sama sekali mau mempertahankan bibit yang sudah kita tanam itu seperti SI
Semarang (Bandung, Sukabumi, dll juga akan mau) maka halangan tentu semuanya
terhindar. Sesudah tentu maksud kita gampang dan lekas sampai.
Buat kita sendiri sudah cukup bukti yang menerangkan, bahwa
peraturan SI school Semarang, sudah dimufakati oleh beribu-ribu kaum SI. Hal
ini mengeraskan keyakinan kita, bahwa jalan dan haluan kita lurus dan sah. Apa
kehendak dan perbuatan kaum sama, kita tunggu dengan hati tetap. Ikhtiar kita,
yaitu hendak menarik hati SI terhadap kepada didikan kita, sudahlah cukup
hasilnya.
Kepercayaan Rakyat yang sudah diperoleh itu bagi kita
laksanakan sesuatu wet yang kita akui sah dan terkuasa; kepercayaan itulah saja
yang menumpu (mendorong) kita dari belakang untuk berjalan terus, dengan tiada
menoleh kiri kanan.
DAFTAR ARTI KATA-KATA ASING DALAM KARYA TAN MALAKA “SI SEMARANG
dan ONDERWIJS”
Onderwijs = Pengajaran, pendidikan,
atau perguruan.
Lid
SI
= Anggota Sarekat Islam.
SI School = Sekolah atau
Perguruan SI.
Surabayasch Hendelsblad = Harian perdagangan Belanda yag terbit di Surabaya.
Vergadering SI = Rapat atau pertemua SI.
Destuur =
Pimpinan / pengurus.
Peraturan Onderbouw (sekolah dasar) = Tingkat bawah / dasar.
Sekolah particulier = sekolah swasta.
Hawa (geest) di Sekolah SI = lebih tepat : jiwa di sekolah SI.
HIS Gouvernement = Hollands Indlandse School Governement = sekolah dasar
pemerintah (khusus untuk pribumi anak pegawai negeri tingkat menengah ke atas).
Vereeniging = perkumpulan, persatuan.
Sifat-sifat yang kuno = lebih tepat : sifat-sifat yang lama.
Dalam watku temponya = dalam waktu istirahat.
Kweekschool = sekolah pendidikan guru (untuk sekolah dasar).
Sekolah kelas II = sekolah ongko loro, sekolah dasar untuk anak pribumi
golongan rendahan.
Babad onderwijs = sejarah pendidikan.
Kencang otak = berotak cerdas.
Rusland =
Rusia.
Vak-vak berhitung, dll = mata pelajaran berhitung dll.
Boycot
= Boikot.
Reglement = Reglemen, peraturan.
Sifat yang batin-batin itu = Sifat kejiwaan itu.
Bibliotheek = Perpustakaan.
Voetbal Club = Perkumpulan sepak bola.
Gromopon = Gramopon, pesawat pemutar
piringan hitam.
Bangku, bord, dsb = Bangku, papan tulis, dsb.
Cukup aanleg dalam pertukangan = Cukup berbakat dalam pertukangan
Bisa menggenggam vergadering = bisa menguasai pertemuan / rapat.
Speker
= Pembicara.
Peraturan Middenbouw (sekolah tengah) peraturan tingkat menengah (sekolah
menengah).
Negeri-negeri lain = Daerah-daerah lain.
Uitspanning (pauze) = Waktu istirahat (jedah).
Begrooting = Anggaran.
Parallelkalassen = Kelas-kelas sejajar, misalnya kelas I a, I b, dsb.
Vakvereeniging = Serikat sekerja / buruh.
Lasykar darat dan laut = Angkatan darat dan laut.
Leerplicht = Wajib belajar.
Ambachtschool Gouvernement = Sekolah tehnik pemerintah.
Examen = Ujian.
Diatur dari Centraal = Diatur dari pusat.
Fonds
= Dana.
Uitgebreid Lager, Middelbaar dan Vakbonderwijs = pendidikan / pengajaran
tingkat rendah, menengah dan kejuruan.
Wet
= Hukum, undang-undang.
Babad
= Sejarah.
Commite = Panitia.
Orde
= Aturan.
Pulau Borneo = Kalimantan.
Ilmu didikan (paedagogie) = Ilmu pendidikan.
1 Tukang-tukang gambar seperti Rembrandt dan Jan Steen di
negeri Belanda memang lebih dimuliakan dari pada berpuluh menteri-menteri
(minister).
2 Kalau cukup modal segera akan kita ajarkan bertukang pada
anak yang besar-besar anak-anak Jawa yang cukup aanleg dalam bertukang dan
ukir-mengukir itu akan bisa membikin bangku, meja, kursi dan lain-lain. Maka
hasil pekerjaan itu akan dijual oleh murid-murid sendiri. Pendek kata urusan
pertukangan dan administrasi akan jatuh ditangan murid-murid. Sama sekali
dengan peraturan koperasi. Cita-cita ini sudah menggemparkan SI school dan
anak-anak bertanya : “Kapan, kapan dimulai”. Anak-anak bisa hidup merdeka, baik
di sekolah, ataupun kelak. Kalau mau menyingsingkan lengan baju, tiadalah kelak
perlu mengemis pada dan jadi budaknya kaum modal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar