KATA PENGANTAR
Sudah kepinggir kita terdesak!
Sampailah konon sisa-ruangan yang tinggal bagi kita dalam
hal politik, ekonomi, keuangan, dan kemiliteran.
Inilah hasilnya lebih dari pada dua tahun berunding!
Lenyaplah sudah persatuan Rakyat untuk menentang
kapitalisme-imperialisme! Lepaslah sebagian besar daerah Indonesia ke bawah
kekuasaan musuh. Kembalilah sebagian besar bangsa Indonesia ke bawah
pemerasan-tindasan Belanda. Berdirilah pelbagai Negara boneka dalam daerah Indonesia,
yang boleh diadu-dombakan satu dengan lainnya! Kacau-balaulah perekonomian dan
keuangan dalam daerah Republik sisa. Akhirnya, tetapi tak kurang pula
pentingnya terancamlah pula Tentara Republik oleh tindakan REORGANISASI DAN
RATIONALISASI yang dalam hakekatnya menukar Tentara Republik menjadi tentara
Kolonial: SATU TENTARA TERPISAH DARI RAKYAT UNUTK MENINDAS RAKYAT ITU SENDIRI.
Alangkah besar perbedaannya keadaan sekarang dengan keadaan
pada enam bulan permulaan Revolusi!
Dikala itu 70 juta Rakyat Indonesia bertekat satu menentang
kapitalisme/imperialisme! Segala alat dan sumber kekuasaan berada di tangan
Rakyat Indonesia. Semua sumber ekonomi dipegang oleh Rakyat sendiri. Seluruhnya
Rakyat serentak mengambil inisiatif membentuk laskar dan Tentara, mengadakan
penjagaan di sepanjang pantai dan di tiap kota dan desa dan serentak-serempak
mengadakan pembelaan dan penyerbuan!
Dapatkah dikembalikan semangat 17 Agustus?
Sejarah sajalah kelak yang bisa memberi jawab!
Tetapi sementara putusan Sejarah itu dijalankan, maka kita
sebagai manusia dan anggota masyarakat ini tak boleh diam berpangku tangan saja
melihat gelombang memukul-mukul geladak Kapal Negara, yang sedang terancam
karam itu.
Saya rasa salah satunya Daya-Upaya untuk menyelamatkan Kapal
Negara yang terancam karam itu, ialah pembentukan Laskar Gerilya dimana-mana,
di darat dan di laut! Perasaan perlunya dibentuk laskar Gerilya dimana-mana
itulah yang sangat mendorong saya, merisalah “SANG GERILYA” ini!
Malangnya sedikit, penulis ini bukanlah seorang Ahli-Kemiliteran.
cuma ada sedikit banyak bergaul dengan prajurit di dalam ataupun di luar negeri
dan memangnya selalu tertarik oleh ilmu kemiliteran.
Pengetahuan yang dipakai buat membentuk risalah ini adalah
pengetahuan yang diperoleh dari percakapan dengan para prajurit itu serta dari
pembacaan Buku dan Majalah Kemiliteran. Tetapi bukanlah hasil pembacaan yang
masih segar-bugar. Melainkan sebagian besarnya adalah hasil pembacaan lebih
dari pada 30 tahun lampau.
Tertumbuklah kemauan penulis ini hendak menjadi opsir di
masa berusia pemuda di Eropa, pada pelbagai halangan dan rintangan maka
terbeloklah perhatian kepada pembacaan beberapa Buku dan Majalah Militer, dalam
suasana Perang-Dunia Pertama. Pengetahuan yang diperoleh di masa itulah yang
masih dipegang sekarang!
Pengetahuan itu memangnya mendapat beberapa perubahan selama
bertahun-tahun di luar Negeri. Tetapi tinggal pengetahuan lama dan keadaan
berada di antara empat tembok batu di belakang ruji-besi ini sama sekali tak
ada pustaka kemiliteran, untuk menguji kembali pengetahuan yang dipergunakan
dalam Risalah ini sebagai bahan.
Dalam keadaan begini, maka mungkin sekali beberapa Hukum
Keprajuritan, yang terpaksa dibentuk sendiri itu kurang tepat atau kurang memadai.
Tetapi mengharap dan percaya sungguh, bahwa para Ahli dan Pahlawan akan
mengambil yang baiknya saja dan akan membuang yang buruk; seterusnya akan
menambah yang kurang dan mengurangi yang berlebih. Kami mengharap dan percaya
pula, bahwa para Ahli dan Pahlawan akan memaafkan semua kekurangan dan
kesalahan kami.
Pokok perkara buat kami dalam keadaan terpaksa terpisah dari
Masyarakat ini, bukanlah terutama MENYELESAIKAN soal Militer, sebagai bagian
terpenting dari Revolusi ini, tetapi untuk MEMAJUKAN soal ini.
Mudah-mudahan para-teman-seperjuangan yang lebih ahli dan
lebih berpengalaman dalam keprajuritan itu, kelak akan mengambil inisiatif
mengarang buku kemiliteran itu, yang lebih sempurna. Buku semacam itu perlu
sekali buat mempopulerkan ilmu-keprajuritan di antara Rakyat serta Pemuda kita
justru sekarang ini!
Perkara latihan dan teknik Perang sengaja tiada kami majukan
disini! Dalam hal ini latihan-Jepang selama dua-tiga tahun dan teristimewa pula
latihan dan teknik perang selama dua-tiga tahun bertempur di medan peperangan
Indonesia yang sesungguhnya itu, kami rasa sudah lebih dari pada memadai, dan
diketahui oleh pulu ribuan prajurit kita sekarang.
Yang kami majukan disini cuma beberapa Hukum-Kemiliteran
yang kami rasa amat penting! Hukum Kemiliteran itulah, disamping pengetahuan
yang lain-lain tentang politik dan ekonomi yang kami rasa harus dimiliki oleh
SANG GERILYA, sebagai anggota atau pemimpin Laskarnya.
Taktik Gerilya yang mengacau-balaukan Tentara Napoleon di
Spanyol pada abad yang lalu; taktik Gerilya sekepal Laskar-Boor yang
mengocar-kacirkan Tentara Inggris yang kuat-modern pada permulaan abad ini di
Afrika-Selatan, taktik Gerilya yang memusing-menggila-bingungkan Tentara
ber-mesinnya Fasis Jerman di Rusia pada perang Dunia kedua yang baru lalu ini
……………. Taktik dan Laskar Gerilya adalah senjata yang maha-tajam bagi Rakyat
Miskin tertindas; bersenjata serba sederhana saja, untuk menghalaukan musuh
yang bersenjatakan modern.
Mudah-mudahan Risalah, yang tertulis tergesa-gesa dalam
keadaan serba sulit ini akan memberikan faedah kepada pemuda/pemudi,
pahlawan-perwira pembela bangsa dan Masyarakat-Murba Indonesia Raya!
Rumah Penjara Madiun, 17 Mei 1948
Penulis
T A N M A L A K A
I. REPUBLIK INDONESIA KEDALAM DAN KELUAR
DUA MUSIM REVOLUSI
Banyak sekali perubahan, yang diderita oleh REPUBLIK
INDONESIA, semenjak lahirnya pada tanggal 17 Agustus tahun 1945 sampai sekarang
17 Mei 1948. Dalam 2 ¾ (dua tiga perempat) tahun berdirinya itu, maka
merosotlah Republik itu dalam arti politik, ekonomi, kemiliteran, diplomasi dan
semangat. Jika usianya republik kita bagi atas dua periode (musim) maka
terbentanglah di depan mata kita musim JAYA BERJUANG dan musim RUNTUH
BERDIPLOMASI.
Musim-jaya-bertempur jatuh pada kala, antara 17 Agustus 1945
sampai 17 Maret 1946. Berkenaan dengan peristiwa politik, maka tempoh
jaya-bertempur itu terletak antara PROKLAMASI kemerdekaan dengan PENANGKAPAN
para pemimpin Persatuan Perjuangan di Madiun. Musim-runtuk berdiplomasi jatuh
pada kala antara 17 Maret 1946 sampai sekarang 17 Mei 1948. berkenaan dengan
perstiwa politik, maka tempoh runtuh berdiplomasi itu terletak antara
PENANGKAPAN Madiun dengan PERUNDINGAN sampai sekarang.
APAKAH DASAR UNTUK PEMBAGIAN ATAS DUA MUSIM ITU BERSAMAAN
DENGAN POLITIK?
JAWAB: Penangkapan para pemimpin Persatuan Perjuangan
berarti suatu percobaan pemerintah Republik menukar perjuangan MASSA AKSI atau
AKSI MURBA dengan AKSI BERDIPLOMASI. Menukar diplomasi BAMBU RUNCING dengan
DIPLOMASI BERUNDING. Menukar sikap “BERUNDING ATAS PENGAKUAN KEMERDEKAAN 100%”
dengan sikap “MENCARI PERDAMAIAN DENGAN MENGORBANKAN KEDAULATAN, KEMERDEKAAN,
DAERAH PEREKONOMIAN DAN PENDUDUK” yang pada musim jaya bertempur semuanya ini
sudah 100% berada di tangan bangsa Indonesia. Tegasnya menukar sikapnya
bertempur terus sebagai musuh lenyap berkikis dari seluruhnya daerah Indonesia
dengan sikap menyerah terus menerus buat mendapatkan perdamaian dengan musuh.
APAKAH DASAR UNTUK PEMBAGIAN ATAS DUA MUSIM BERKENAAN DENGAN
EKONOMI?
JAWAB: Menukar tindakan yang sudah mengembalikan semua milik
musuh ke tangan rakyat Indonesia, yang berhak penuh atas MILIK MUSUH
dengan usaha mengembalikan MILIK ASING walaupun MUSUH. Menukar kehendak
membangunkan ekonomi atas Rencana sendiri, Tenaga sendiri, dan Bahan sendiri
untuk Kemerdekaan seluruhnya Rakyat Indonesia dan kebahagiaan dunia lain dengan
usaha KERJA-SAMA dengan KAPITALIS-IMPERIALIS BELANDA, yang sudah 350 tahun
memeras dan menindas Rakyat Indonesia.
APAKAH DASAR UNTUK PEMBAGIAN ATAS DUA MUSIM BERDEKAAN DENGAN
DIPLOMASI?
JAWAB: Menukar serangan terus menerus baik secara GERILYA
ataupun secara GERAK-CEPAT (Mobile warfare) dengan maksud menghalaukan atau
menghancurkan musuh dengan tindakan “CEASE-FIRE-ORDER” (gencatan senjata) dan
tindakan mengosongkan “KANTONG”. Tegasnya menukar siasat keprajuritan yang bisa
MELEMAHKAH dan akhrinya MENAKLUKKAN MUSUH dengan siasat yang MEMBERI
KESEMPATAN PENUH KEPADA MUSUH untuk memperkokoh kedudukan dirinya sendiri
serta memperlemah kedudukan kita.
APAKAH DASAR UNTUK PEMBAGIAN ATAS DUA MUSIM BERKENAAN DENGAN
KEMILITERAN?
Berhubung dengan keterangan bekas perdana menteri Amir
Sjarifudin dalam Sidang Mahkamah Tentara Agung dalam pemeriksaaan peristiwa 3
Juli, maka nyatalah bahwa penangkapan para pemimpin Persatuan Perjuangan di
Madiun ada hubungannya dengan Diplomasi-Berunding. Menurut keterangan Amir
Sjarifudin penangkapan tersebut dilakukan oleh Pemerintah Republik berdasarkan
SIFAT PERMINTAAN dari DELEGASI INDONESIA.
DELEGASI adalah satu Badan Perantaraan Republik yang
berhubungan dengan wakil Inggris dan Belanda di masa itu.
SURAT PERMINTAAN menangkap rupanya bukanlah atas inisiatif
Pemerintah Republik. Kalau begitu maka surat-permintaan itu mestinya sebagai
suatu “Concessie” (penyerahan hak) dari pihak Republik kepada Inggris-Belanda
atas desakan Inggris-Belanda itu. Dalam hakekatnya maka pemerintah sudah
menerima “permintaan” Negara-Musuh buat menangkap warga-negaranya sendiri. Cuma
celakalah warga-negara yang menjadi korban concessie itu dan lebih celakalah
pula, Negara Indonesia yang terlanggar kedaulatannya itu.
APAKAH AKIBAT PERTUKARAN SIKAP-TINDAKAN BERJUANG ITU DENGAN
SIKAP-TINDAKAN-BERUNDING?
Pada sekalian pulau di Indonesia, dalam seluruhnya
masyarakat dan pada tiap-tiap partai badan ketentaraan dan kelaskaran semangat
berinisiatif, tabah-barani, dan bersatu menyerang bertukar menjadi semangat
passief menerima, melempem, pecah belah dan curiga mencurigai.
PERHITUNGAN (BALANS)
Jika kita mengadakan perhitungan laba-rugi semenjak
pertukaran musim jaya-berjuang dengan musim runtuh-diplomasi, dalam hal
politik, ekonomi, militer dan sosial, maka kita akan memperoleh gambaran lebih
kurang seperti berikut:
POLITIK.
A. Dalam hal Daerah.
Di-Musim-Jaya-Berjuang.
Seluruhnya tanah yang lebih dari 700.000 mil persegi serta
tanah dan pir yang lebih kurang 4.500.000 mil persegi itu berada di bawah
kedaulatan Republik.
Di-Musim-Runtuh-Berunding.
Cocok dengan pengakuan “de facto” Linggarjati, maka tanah
Jawa-Sumatra yang berada di bawah kekuasaan Republik luasnya cuma 210.000 mil
persegi atau 30% dari seluruhnya daratan Indonesia. Dengan laut di pesisir Jawa
/ Sumatra kita menerima 225.000 mil persegi, atau + 1/20 = 5 % dari Tanah dan
Air seluruhnya Indonesia.
Tetapi dengan perjanjian Renville, maka hasil perundingan
tadi sudah merosot lebih rendah lagi. Enam atau tujuh daerah di Jawa terpencar
dari – dan beberaa daerah di Sumatera belum lagi lebih dari 2% dari pada
seluruhnya Tanah dan Lautan Indonesia.
B. TENTANGAN PENDUDUK.
Di-Musim-Jaya-Berjuang.
Semuanya penduduk yang jumlahnya 70 juta berada di bawah
kedaulatan Negara Republik Merdeka.
Di-Musim-Runtuh-Berjuang.
Dengan menerima “de facto” Jawa, Sumatera, maka Republik
AKAN menerima kasarnya 50 juta penduduk. Ini AKAN berarti sedikit lebih 70%
penduduk.
Tetapi dengan penandatanganan RENVILLE dan langsung
berdirinya atau akan berdirinya Empat atau lebih “Negara” Baru dalam daerah
Jawa-Sumatra sendiri (ialah: Negara Sumatera Timur, Negara Jawa Barat, Negara
Jawa Utara, Negara Jawa Timur (Blambangan), Negara “Batavia” dll) maka Republik
akan meliputi paling mujurnya cuma 23 juta jiwa. Jadi kasar cuma 33% dari
seluruhnya Indonesia.
2. EKONOMI.
A. TENTANG PRODUKSI.
Di-Musim-Jaya-Berjuang.
Semua kebun (getah, kopi, kina, sisal dll) semuanya tambang
(minyak, arang, timah, bauxit, emas, perak dll), baik kepunyaan musuh ataupun
sahabat berada di bawah kekuasaan Republik.
Di-Musim-Runtuh-Berunding.
Perjanjian Linggarjati dan Renville mengakui pengembalian
Hak Milik Asing itu baikpun Milik Negara Sahabat, ataupun Miliknya Negara
Musuh, ialah sesuatu Negara yang memasukkan tentaranya ke daerah Republik.
B. TENTANGAN PERHUBUNGAN.
Di-Musim-Jaya-Berjuang.
Semuanya alat pengangkutan di darat dan di laut dimiliki dan
dikuasai oleh Republik.
Cuma auto, truk dan kereta untuk pengangkutan orang dan
barang dari desa ke kota, ke pelabuhan dan semua perahu atau kapal yang ada
atau yang akan dibikin untuk pengangkut orang dan barang dari pulau ke pulau
dan kelak dari Indonesia ke Negara lain berada di tangan Rakyat Indonesia.
Dengan demikian maka alat perdagangan yang terpenting dikuasai oleh Republik.
Dengan adanya sebagian besar dari kebun, tambang, pabrik, alat pengangkutan
serta pelbagai Bank di tangan Republik maka dengan cepat Rakyat Indonesia dapat
melenyapkan kemundurannya dalam ekonomi. Dengan cepat pula Rakyat Indonesia
dapat mengejar kemakmuran yang cukup tinggi buat tiap-tiap orang.
Di-Musim-Runtuh-Berunding.
Menurut Linggarjati dan Renville, maka Belanda berhak
menuntut haknya kembali atas miliknya di Indonesia. Dengan demikian maka kelak
Belanda akan mendapat kesempatan sepenuhnya menguasai kembali pengangkutan di
daratan dan/atau di lautan Idnonesia. Dengan begitu maka Belanda dengan kebun,
pabrik dan tambang serta semua Bnak yang ada di tangannya akan kembali
menguasai perdagangan baik ke dalam ataupun ke luar Indonesia seperti pada
zaman “HINDIA BELANDA” sekarangpun selama musim perundingan ini, Belanda sudah
dengan AMAN sekali memiliki dan menguasai hampir semua kebun, semua tambang semua
pabrik dan semua pelabuhan penting di Indonesia ini. Dengan begitu maka hampir
semua export dan import berada ditangannya. Dengan memblokade Republik, maka
perekonomian Republik mendapat hambatan yang hebat.
3. MILITER.
Di-Musim-Jaya-Berjuang.
Semua gunung, lapangan terbang yang penting buat pertahanan
tentara dan Angkatan Udara, beserta pelbagai senjata berada di tangan rakyat
serta pemuda Republik. Semua pelabuhan yang penting buat perdagangan dan
pembelaan tetap berada di tangan Republik, semua senjata dari granat tangan
sampai bom-peledak dari pistol sampai ke meriam, dari kapal perang sampai ke
pesawat terbang dengan “BAMBU RUNCING” sebagai modal pertama, direbut oleh
Rakyat/Pemuda dari Jepang dan Inggris.
Di seluruh kepulauan Indonesia tak ada bandar, kota dan desa
yang terbuka bagi musuh. Tak ada lagi jalan yang tiada dihalangi dengan 1001
macam penghalang, sehingga mustahil buat MENCEDERA Rakyat/Pemuda yang siap
sedia.
Di-Musim-Runtuh-Berunding.
Semuanya pelabuhan penting berkah diplomasi di Surabaya,
Semarang, Jakarta, Palembang, Medan dan lain-lain Pelabuhan jatuh ke tangan
Belanda.
Tiada berapa lagi banyaknya lapangan terbang yang berada di
tangan Republik, yang dapat dipergunakan. Dengan mengosongkan “kantong” di Jawa
Barat dan Jawa Timur, serta beberapa tempat di Sumatera, maka Belanda dengan
ujung lidah dapat menguasai tempat yang dengan tank, meriam dan pesawat
berbulan-bulan tak dapat direbutnya.
Dengan terus menerus mengirimkan bala-bantuan dan
mengusulkan “gencatan senjata” kalau terdesak ke laut dan mendapatkan
“rasionalisasi” dari pihak Republik, maka Belanda berada dalam kedudukan jauh
lebih kuat dari pada ketika gencatan Perang pertama pada bulan Oktober tahun
1946.
4. SOSIAL-POLITIK.
Di-Musim-Jaya-Berjuang.
Perpecahan di antara Partai dan Partai, Badan dan Badan
serta Laskar dan Laskar yang timbul pada permulaan Revolusi oleh “PERSATUAN
PERJUANGAN”, yang didirikan pada tangal 4-5 Januari 1946 di Purwokerto dapat
dipersatukan kembali. 114 organisasi yang terdiri hampir semua Partai, Badan
dan Ketentaraan bergabung dalam Persatuan Perjuangan untuk menentang musuh
bersama atas dasar MINIMUM PROGRAM yang disetujui Bersama.
Di-Musim-Runtuh-Berunding.
Baru saja perundingan dimulai dan “Persatuan Perjuangan”
diganti dengan “Konsentrasi Nasional”, maka timbullah pertentangan tajam antara
yang setuju dengan perjanjian Linggarjati dan yang Anti-perjanjian tersebut.
Partai pecah menjadi golongan yang pro dan yang anti terhadap Persetujuan
Linggarjati. Sekarang (Mei 1948) kita mendengar nama Sayap Kanan, Sayap Kiri
dan aliran “lebih Kiri dari Kiri”. Hampir tiap-tiap partai pecah. Pula PKI
sudah pecah menjadi tiga macam, PKI lama, PKI Merah dan PKI. PBI pecah dua
Partai Sosialis pecah dua pula dsb. Entah berapa front didapat sekarang dan
entah berapa pula Sarekat Sekerja yang sekarangnya bersatu itu. Semua
perpecahan itu memudahkan Belanda memasukkan kolonne ke 5-nya ke dalam semua
Badan, Kelaskaran dan Partai sampai ke dalam Tentara, Adminitrasi dan
Pemerintah.
KESIMPULAN.
Dengan adanya kedaulatan di tangan Raja Belanda menurut
Linggarjati serta adanya nanti kurang atau lebih dari selusin Negara Boneka,
dengan kembalinya kelak hampir semua kebun, pabrik, tambang, dan alat
pengangkutan serta Bank di tangan Asing, dengan beradanya hampir semua tempat,
yang mengandung banyak bahan-logam dengan aman di daerah pendudukan Belanda,
dengan adanya kekuatan militer Belanda di bumi Indonesia serta blokkade yang
terus dilakukan oleh Belanda terhadap Republik, dengan mudah masuknya kolonne
ke-5 Belanda ke dalam organisasi, administrasi, kemiliteran serta pemerintahan
Rakyat Indonesia, maka menurut Rencana Renville itu sekarang tak akan lebih
dari pada 10% kekuasaan lahir yang masih berada di tangan Republik Indonesia.
II. G E R P O L E K.
Apakah artinya GERPOLEK?
Gerpolek adalah perpaduan (Persatuan) dari suku pertama dari
tiga perkataan, ialah Gerilya, Politik, dan Ekonomi.
Apakah gunanya GERPOLEK?
GERPOLEK adalah senjata seorang Sang Gerillya buat membela
PROKLAMASI 17 Agustus dan melaksanakan Kemerdekaan 100 % yang sekarang sudah
merosot ke bawah 10 % itu!
Siapakah konon SANG GERILYA itu?
SANG GERILYA, adalah seorang Putera/Puteri, seorang
Pemuda/Pemudi, seorang Murba/Murbi Indonesia, yang taat-setia kepada PROKLAMASI
dan KEMERDEKAAN 100 % dengan menghancurkan SIAPA SAJA yang memusuhi Proklamasi
serta kemerdekaan 100 %.
SANG GERILYA, tiadalah pula menghiraukan lamanya tempoh buat
berjuang! Walaupun perjuangan akan membutuhkan seumur hidupnya, Sang Gerilya
dengan tabah-berani, serta dengan tekad bergembira, melakukan kewajibannya.
Yang dapat mengakhiri perjuangannya hanyalah tercapainya kemerdekaan 100 %.
SANG GERILYA, tiadalah pula akan berkecil hati karena
bersenjatakan sederhana menghadapi musuh bersenjatakan serba lengkap. Dengan
mengemudikan TAKTIK GERILYA, Politik dan Ekonomi, tegasnya dengan mempergunakan
GERPOLEK, maka SANG GERILYA merasa HIDUP BERBAHAGIA, bertempur-terus-menerus,
dengan hati yang tak dapat dipatahkan oleh musim, musuh ataupun maut.
Seperti Sang Anoman percaya, bahwa kodrat dan akalnya akan
sanggup membinasakan Dasamuka, demikianlah pula SANG GERILYA percaya, bahwa
GERPOLEK akan sanggup memperoleh kemenangan terakhir atas
kapitalisme-imperialisme.
III. JENISNYA PERANG.
Cocok dengan hasratnya Negara yang berperang-perangan,
baiklah peperangan itu kita bagi atas dua jenis saja. Pembagian yang
dimaksudkan itu berdasarkan pertentangan yang nyata. Jadi bagian yang satu sama
lainnya, tiadalah tutup-menutupi, melainkan benar-benar berpisah-pisahkan.
PERANG JENIS PERTAMA, ialah: Perang yang dilakukan oleh satu
Negara Ceroboh terhadap Negara lain dengan maksud memeras dan menindas Negara
lain itu.
PERANG JENIS KEDUA, ialah: Perang yang disambut oleh satu
Negara yang diserang untuk mengelakkan diri dari serangan atau bagi membebaskan
diri dari pemeras dan penindas Negara lain yang sudah berlaku.
Kita namakan saja Perang jenis-pertama itu PERANG PENINDASAN
dan Perang jenis-kedua itu PERANG KEMERDEKAAN. Syahdan maka kebanyakan
peperangan dijalankan di zaman feodal itu dikala NEGARA REBUT NEGARA, di benua
Asia, Afrika dan Eropa, yang banyak kita kenal dalam cerita dan dongeng adalah
Perang Penindasan. Perang Penindasan yang dilakukan di zaman kapitalisme ini
kita sebut PERANG IMPERIALISME. Hasratnya peperangan imperialisme itu ialah:
Pertama: untuk merebut bahan-pabrik serta bahan makanan dari
Negara yang hendak ditaklukkan itu.
Kedua : untuk merebut pasarannya Negara Takluk dan Negara
jajahan itu buat menjualkan barang pabriknya Negara Menang atau Negara
Penjajah.
Ketiga: Untuk menanamkan modal kaum penjajahan dalam kebun
tambang, pabrik, pengangkutan, perdagangan serta Bank Asuransinya di jajahan
dan dikuasainya itu.
Ketiga hasrat itu pada satu pihak menyebabkan bertambah
kaya-raya dan kuasanya kaum-kapitalis di Negara Penjajah itu. Di lain pihak
menyebabkan bertambah miskin, melarat dan bodohlah Rakyat di jajahan itu.
Tetapi sebaliknya pula dengan bermerajalelanya kemelaratan dan tindasan itu,
maka timbullah pula gerakan kemerdekaan buat melepaskan diri dari pada
pemerasan dan tindasan itu. Gerakan kemerdekaan itu pada satu tempo di satu
tempat bisa meletus menjadi perang kemerdekaan. Perang Kemerdekaan itulah yang
tadi di atas kita masuklah ke dalam Jenis-Kedua.
Baik di zaman feodal ataupun di zaman kapitalisme ini Perang
Kemerdekaan itu sering pula terjadi. Perang Kemerdekaaan itupun boleh pula kita
bagi atas dua golongan, ialah:
Pertama: Perang Kemerdekaan yang dilakukan oleh penduduk
Jajahan melawan Negara Penjajahan buat melepaskan belenggu yang dipasangkan
oleh Negara Penjajahan itu atas dirinya. Perang Kemerdekaan semacam ini sering
disebut juga PERANG KEMERDEKAAN NASIONAL. Perang Kemerdekaan Nasional yang
masyur sekali di abad ke-18, ialah perang kemerdekaan yang jaya, antara Amerika
Terjajah dan Inggris Penjajah. Lamanya Perang itu adalah lebih kurang tujuh
tahun. Tetapi perang kemerdekaan nasional di Amerika tiadalah berlaku antara
dua bangsa yang berlainan, melainkan di antara satu bangsa, ialah bangsa Anglo
Saxon.
Kedua: Perang Kemerdekaan oleh satu kelas dalam Negara
melawan kelas lain di antara sesama bangsa dan di dalam satu Negara. Perang
Kemerdekaan semacam ini disebut juga PERANG SAUDARA atau PEPERANGAN SOSIAL.
Perang saudara atau perang sosial ini mempunyai dua corak pula. Yang pertama
bercorak BORJUIS dan yang kedua bercorak PROLETARIS. Contoh yang masyhur buat
perang kemerdekaan borjuis berlaku di Perancis pada tahun 1789 sampai 1848.
Pada perang saudara atau perang sosial ini kaum borjuis melawan kaum feodal dan
pendeta. Perang kemerdekaan yang meletus pada tahun 1789 ini terakhir lebih
kurang pada tahun 1848 dengan kemenangan kaum borjuis. Contoh yang agak masyhur
pula buat perang proletar terdapat di Perancis pula, ialah pada tahun 1871.
Dalam perang kemerdekaan proletaris ini, kaum proletar Paris merebut dan
memegang kekuasaan di kota Paris selama kurang lebih 72 hari saja. Di Rusia
pada tahun 1917 berlakulah berturut-turut revolusi-borjuis dan revolusi
(perang) kemerdekaan proletaris. Pada tingkat pertama kaum borjuis menyingkirkan
kaum feodal dan pada tingkat kedua kaum proletar dengan kekerasan
menghancur-leburkan keduanya kaum feodal, pendeta dan kaum borjuis. Ada pula
orang menyebut-nyebut perang ideologis! Tetapi kalau ditinjau lebih dalam, maka
perang-ideologispun mengandung dasar yang nyata, ialah hasrat politik dan
ekonomi yang mengakibatkan atau mewujudkan dan keuntungan politik dan ekonomi
juga.
SCHEMA
Dua jenis PEPERANGAN
Jenis I: Perang Penindasan.
Jenis II: Perang Kemerdekaan.
Contoh: Kebanyakan peperangan di Asia, Afrika dan Eropa,
termasuk Peperangan dunia ke I dan ke II. Golongan ke I terjajah melawan
penjajahan (Perang Kemerdekaan Nasional).
Contoh: Amerika Serikat melawan Kerajaan Inggris (tahun
1776-1783). Golongan ke 2 Kelas Tertindas melawan Kelas Penindas.
Corak I: Borjuis Melawan feodal, seperti di Perancis (tahun
1789 dan 1884).
Corak II: Kaum proletar melawan Borjuis dan feodal, seperti
di Rusia (tahun 1917).
IV. PERANG DI INDONESIA
Yang dimaksudkan, ialah perang melawan Jepang, Inggris dan
Belanda semenjak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
APAKAH JENIS, GOLONGAN DAN CORAK PERANG INDONESIA ITU?
Bagi bangsa Indonesia sendiri, maka perang yang dilakukannya
semenjak Proklamasi itu, bukanlah satu peperangan untuk menindas bangsa Asing.
Dalam semua pertempuran yang sudah berlalu sampai sekarang Rakyat Indonesia
sama sekali tiada mempunyai hasrat hendak merampas Negara Asing, serta memeras
dan menindas Rakyatnya Negara Asing itu. Rakyat/Pemuda Indonesia cuma mempunyai
satu hasrat, ialah memerdekakan Negaranya dari Kedaulatan dan Kekuasaan bangsa
Asing. Untuk melaksanakan hasratnya itulah, maka pada tanggal 17 Agustus 1945
diproklamirkan dan dibentuk Republik Indonesia. Nyatalah sudah bahwa peperangan
yang dilakukan oleh Rakyat Indonesia selama ini termasuk ke dalam JENIS PERANG
KEMERDEKAAN.
APAKAH PERANG KEMERDEKAAN INDONESIA SEMATA-MATA PEPERANGAN
YANG DITIMBULKAN OLEH REVOLUSI NASIONAL SEMATA-MATA IALAH SATU REVOLUSI YANG
MAKSUDNYA SEMATA-MATA UNTUK MELEPASKAN DIRI DARI KEDAULATAN ATAU KEKUASAAN
ASING, JADI CUMA MEREBUT KEMBALI KEKUASAAN POLITIK BELAKA?
Di Amerika pada masa belum ada pabrik-bermesin dan belum ada
kereta api, jadi dimana pencarian hidup masih berdasarkan pertanian atau
perusahaan tangan belaka, REVOLUSI NASIONAL itu dapat dilakukan dengan tiada banyak
menyangkut-nyangkut urusan ekonomi. Mungkin di Amerika masih bersahaja dalam
ekonomi itu Inggris dapat bertolak dengan tiada meninggalkan pabrik, kebun,
tambang dan kereta ataupun perkapalan di Amerika Utara itu. Rakyat yang
ditinggalkan ialah bangsa Inggris pula. Yang mengambil oper kedaulatan dan
kekuasaan politik itu, ialah bangsa Inggris (Anglo Saxon) juga.
Tetapi bangsa Belanda yang memiliki kebun, tambang, pabrik,
kereta, perkapalan dan Bank-Asuransi di Indonesia tiadalah mungkin mau
menyerahkan begitu saja semua kedaulatan dan kekuasaaannya kepada bangsa
Indonesia. Teristimewa pula karena bangsa Indonesia itu umumnya tiada mempunyai
kebun, pabrik, pengangkutan dan Bank yang serba besar itu. Di mata Belanda
penyerahan semua kedaulatan dan kekuasaan politik itu kepada Bangsa Indonesia
berarti membahayakan harta-benda perusahaan dan bangsanya di Republik Indonesia
ini. Belanda takut, kalau-kalau hak miliknya akan dipajaki, dibeyai atau
diganggu oleh Pemerintah Bangsa Indonesia, dan takut perusahaannya dimogoki
oleh pekerja Indonesia atau sama sekali dirampas oleh bangsa Indonesia. Dengan
perkataan lain, Belanda tak akan mau menyerahkan semua kekuasaan dan kedaulatan
itu kepada bangsa Indonesia, tanpa Perkelahian.
Sebaliknya pula buat Rakyat Murba Indonesia mengembalikan
kedaulatan dan kekuasaan politik saja kepada Bangsa Indonesia, belum berarti
apa-apa. Seandainya kedaulatan dan Kekuasaan politik dikembalikan kepada bangsa
Indonesia serta semua cabang Pemerintahan dipegang oleh orang Indonesia seperti
Professor Husein Djajadiningrat, Kolonel Abdulkadir dan Sultan Hamid tetapi
semua kebun, pabrik, tambang, kereta, Bank dll masih berada di bawah tangan
Asing, maka KEMERDEKAAN NASIONAL, semacam itu buat kaum Murba sama artinya
dengan keadaan di “Hindia Belanda” dahulu. Ringkasnya KEMERDEKAAN NASIONAL
saja, KEMERDEKAAN POLITIK saja, belum lagi berarti apa-apa buat Murba
Indonesia, yakni buruh, tani dan Rakyat-Jembel Indonesia.
Di Indonesia ini, Belanda tidak bisa memberikan KEMERDEKAAN
NASIONAL, yang penuh kepada bangsa Indonesia dengan tiada membahayakan Hak
Milik dan pencahariannya sebagai kapitalis besar. Rakyat Indonesia tiadalah
bisa memperoleh jaminan bagi hidupnya dengan mendapatkan HAK-POLITIK, ialah
Kedaulatan dan Kekuasaan politik semata-mata, bilamana kapitalis Asing masih
terus merajalela disini. Urusan politik dan ekonomi tak bisa lagi
dipisah-pisahkan di Indonesia! PERANG KEMERDEKAAN Murba Indonesia berarti
keduanya kemerdekaan politik dan perjuangan buat jaminan ekonomi. Berarti
KEMERDEKAAN NASIONAL, yang serentak menjamin keadaan ekonomi dan sosial. Hasrat
perang kemerdekaan Indonesia tiada saja untuk melenyapkan tindasan politik
imperialisme, tetapi juga untuk melenyapkan pemerasan dan mendapatkan jaminan
hidup dalam masyarakat baru yang diperjuangkan itu.
Revolusi Indonesia, bukanlah Revolusi Nasional SEMATA-MATA,
seperti diciptakan beberapa gelitir orang Indonesia, yang maksudnya cuma
membelea atau merebut kursi buat dirinya saja, dan bersiap sedia menyerahkan
semua sumber pencaharian yang terpenting kepada SEMUANYA bangsa Asing, baik
MUSUH atau sahabat. Revolusi Indonesia, mau tak mau terpaksa mengambil tindakan
ekonomi dan sosial serentak dengan tindakan merebut dan membela kemerdekaan
100%. Revolusi kemerdekaan Indonesia tidak bisa diselesaikan dengan dibungkusi
dengan revolusi-nasional saja. Perang kemerdekaan Indonesia harus DI-ISI dengan
jaminan sosial dan ekonomi sekaligus.
Baru kalau disamping kekuasaan politik 100 % berada lebih
kurang 60 % kekuasaan atas ekonomi modern di tangan Murba Indonesia,
barulah revolusi-nasional itu ada artinya. Barulah ada jaminan hidup bagi Murba
Indonesia. Barulah pula kaum Murba akan giat bertindak menghadapi musuh dan
mengorbankan jiwa raganya buat memperoleh masyarakat baru bagi diri dan
turunannya. Baru apabila para wakil rakyat yang dipilih oleh rakyat Indonesia
sendiri atas pemilihan yang demokratis (umum langsung dan rahasia); baru
apabila para wakil rakyat yang sesungguhnya itu memegang pemerintah Indonesia,
disamping lebih kurang 60 % kebun, pabrik, tambang pengangkutan dan Bank Modern
berada di tangan rakyat Indonesia, barulah revolusi-nasional ada artinya dan
ada jaminannya, bagi Murba – Indonesia. Tetapi jika Pemerintah Indonesia
kembali dipegang oleh kaki tangan kapitalis Asing, walaupun bangsa Indonesia
sendiri, dan 100 % perusahaan modern berada di tangan kapitalis-asing, seperti
di zaman “HINDIA BELANDA”, maka revolusi nasional itu berarti membatalkan
Proklamasi dan kemerdekaan Nasional dan mengembalikan Proklamasi dan
kemerdekaan Nasional dan mengembalikan kapitalisme dan imperialisme
International.
Sesungguhnya dengan kecerobohan Belanda dengan tentaranya
menyerang Republik Indonesia dengan maksud hendak meruntuhkannya, maka
Indonesia Merdeka semenjak 17 Agustus 1945 itu sudah berhak penuh MENYITA
hak-milik si penyerang si-Ceroboh. Proklamasi Kemerdekaan Rakyat Indonesia pada
tanggal 17 Agustus tidak bertentangan dengan Hukum-International, yang mengakui
HAKNYA TIAP-TIAP BANGSA MENENTUKAN NASIBNYA SENDIRI. Sjahdan pada tanggal 17
Agustus Rakyat Indonesia sudah menetapkan hendak merdeka dan memutuskan semua
macam belenggu, yang diikatkan oleh bangsa Asing kepadanya. Selainnya dari pada
hak tersebut, maka menurut Hukum International pula, sesuatu Negara yang
diserang oleh Negara lain berhak membela dirinya dengan senjata dan berhak pula
MENYITA Harta-Benda si PENYERANG itu. Jadi penyerang Belanda terhadap Republik
Indonesia itu sebenarnya memberi kesempatan bagus kepada bangsa Indonesia untuk
MENYITA (artinya: memiliki tanpa mengganti kerugian hak-milik Belanda) yang
sesungguhnya adalah hasilnya TANAH dan TENAGA MURBA INDONESIA setelah 350
tahun.
Ringkasnya bagi SANG GERILYA membela KEMERDEKAAN 100 %,
serta MENYITA HAK MILIK MUSUH, adalah satu kesempatan bagus yang seolah-olah
jatuh dari langit yang dihadiahkan kepada Rakyat Indonesia untuk melakukan
kewajiban yang luhur serta menjalankan pekerjaan yang suci murni!! Cuma manusia
goblog yang tiada mengerti akan kesempatan yang bagus itu dan cuma manusia
pengecut atau curang yang tiada ingin melakukan pekerjaan yang berat, tetapi
bermanfaat buat masyarakat sekarang dan dihari kemudian itu.
V. SOAL PERANG
SOAL POKOK dalam peperangan cuma dua ialah pertama SOAL
MEMBELA dan kedua SOAL MENYERANG. Dalam perjuangan hewan melawan hewan, di
darat, di air dan di udara, dalam perjuangan manusia melawan hewan atau dalam
perkelahian manusia seorang melawan seorang, serta tentara melawan tentara,
maka SOAL MEMBELA dan MENYERANG itulah yang menjadi DUA POKOK perhatian. Dalam
perang besar yang kita kenal seperti perang KURAWA melawan PENDAWA; Panglima
WIDJAYA melawan tentara Kublaikan di daerah Kediri; Diponegoro, Tengku Umar dan
Tuanku Imam melawan tentara Belanda; Tentara Napoleon melawan Inggris Serikat
dan akhirnya tentara Jerman Serikat melawan sekutu dalam Perang dunia kesatu
dan kedua, semuanya ahli perang itu menghadapi soal membela dan soal menyerang.
Soal MEMBELA itu kalau kita bentangkan lebih panjang, maka kita berhadapan
dengan soal bagaimana melindungi diri dari musuh dan bagaimana membinasakan
penyerang sampai lumpuh, menyerah atau musnah sama sekali, ketika
memperlindungi diri itu. Soal MENYERANG itu kalau kita bentangkan lebih panjang
pula, maka kita peroleh soal bagaimana menyerang musuh dengan menimbulkan
kebinasaan sebanyak-banyaknya di pihak musuh atau menyebabkan penyerahan atau
kemusnahan musuh sama sekali dengan sedikit kerugian di pihak penyerang sendiri.
Maka berhubung dengan perbedaan sifat membela dan menyerang
itu timbullah pula perbedaan syarat senjata bagi si Pembela dan si Penyerang.
Si Pembela mengutamakan tempat yang tersembunyi yang dapat memberi perlindungan
dirinya terhadap penyelidik musuh, atau pakaian yang tidak nyata kelihatan dari
jauh dan terutama tempat yang dapat memberikan pukulan yang hebat terhadap
Penyerang. Di zaman lampau benteng beserta perisailah alat terutama untuk
melindungi diri prajurit. Tetapi perlindungan semacam kuno itu tak berharga
lagi di zaman perang modern ini; menghadapi meriam, roket, bom atom, alat
bactereologis, biologis, dan klimatologis di masa depan. Di daratan perang
modern pun menghendaki benteng, tetapi aturan (teknik) membikin dan benda, zat
serta alat pembikinnya jauh berbeda dari pada di zaman kuno. Pembelaan yang
penting buat di lautan di zaman modern, ialah kapal selam dan di udara pesawat
penggempur (fighter). Si Penyerang mengutamakan alat kendaraan yang cepat buat
bergerak, senjata yang dahsyat buat membinasakan musuh dari jarak jauh. Di
zaman kuno kuda, panah, bedil dan meriam kolot sudah cukup buat alat penyerang.
Tetapi di zaman perang modern alat semacam itu tak dipakai lagi. Buat penyerang
di darat didapati tank, meriam dan roket. Buat penyerang di laut dipakai kapal
penggempur pesawat bomber Jet yang terbang lari 600 mil kurang lebih 1000 km
atau lebih dalam satu jam, yaitu kelak dapat menaburkan wabah penyakit atau zat
yang dapat menghancur-leburkan tanah, rumah, tanaman, hewan dan manusia dalam ruang
yang besar di atas bumi kita ini.
Adapun artinya pembelaan itu tiadalah DIAM MENUNGGU musuh
begitu saja dengan senjata di tangan. Tiadalah berarti menghantam musuh kalau
musuh menyerang dan berhenti menghantam kalau musuh tiada kelihatan. Pepatah
kemiliteran yang manjur tepat bebunyi: “PEMBELAAN YANG SEBAIK-BAIKNYA IALAH
DILAKUKAN DENGAN MENYERANG”. Maknanya pembelaan itu bukanlah berarti
diam-menunggu saja, melainkan menunggu sambil mengadakan serangan kecil atau
besar. Tetapi SIASAT-POKOK ialah pembelaan. Pusat perhatian mesti ditumpuhkan
kepada pembelaan. Penyerangan itu dilakukan cuma untuk menyelenggarakan
pembelaan, ialah buat sementara waktu. Pada pukulan terakhir penyerang jugalah
yang menjadi kata-putusan!!!
Artinya penyerangan itu tiadalah pula bergerak menghantam
TERUS-MENERUS dengan tiada berhenti-hentinya. Banyak hentian dan lama pula
perhentian harus dilakukan untuk mengumpulkan orang, senjata dan persiapan
makanan dll sebelum penyerangan itu dijalankan. Selainnya dari pada itu banyak
dan lama pula penyelidikan yang berbahaya harus dilakukan buat mengetahui
kekuatan stelling dan maksudnya musuh. Penyerangan yang dilaksanakan dengan
tiada cukup persiapan dan dengan tiada cukup penyelidikan tentang keadaan
musuh; penyerangan yang dilakukan dengan sia-sia, sombong dan gegabah akan
berakhir dengan kemalangan atau kecelakaan bangsa, walaupun si penyerang
mempunyai cukup prajurit, keberanian dan alat senjata. Dalam keadaan
mempersiapkan diri buat menyerang itu, maka tentara yang sedang bersiap itu harus
pula bersedia membela, sambil menunggu serangan musuh, yang mungkin tiba-tiba
dilakukannya untuk mengacau balaukan persiapan. Ringkasnya sifat membela itu
banyak mengandung corak penyerangan. Sebaliknya pula sifat menyerang itu banyak
pula mengandung corak pembelaan. Cuma dalam siasat pembelaan perhatian
dipusatkan kepada pembelaaan dengan tiada mengabaikan penyerangan. Dan dalam
siasat penyerangan perhatian serta pikiran dipusatkan kepada penyerangan dengan
tiada mengabaikan pembelaan.
Berhubung dengan seluk-beluk serta kemenangannya pembelaan
dan penyerangan itulah, maka persenjataan bagi kedua muslihat tadi ialah bagi
muslihat pembelaan dan muslihat penyerangan bantu-membantu pula. Muslihat
membela membutuhkan senjata penyerangan. Begitulah benteng tanah atau batu
zaman kuno membutuhkan alat penyerang seperti panah yang bisa mengenai musuh
yang berjauhan. Demikian pula benteng beton di zaman modern memerlukan alat
penyerang sebagai meriam raksasa, roket atau pesawat penggempur buat melindungi
benteng beton atau baja itu. Muslihat menyerang membutuhkan senjata pembela
pula! Tank sebagai alat penyerang itu mempunyai dinding yang dirasa tebal,
ialah syarat pembelaan yang dirasa tiada sanggup atau tiada ditembus oleh pelor
biasa.
Akhirnya perlu sedikit disebutkan disini, bahwa berhubung
dengan dua soal tersebut, yakni soal pembelaan dan soal penyerangan itu, maka
LATIHAN keprajuritanpun harus disesuaikan dengan masing-masing muslihat perang
yang berkenaan. Berlainlah pula sifat latihannya para prajurit yang
dipersiapkan untuk pembelaan dan penyerangan itu. Bagi siapapun juga teranglah
sudah, bahwa penyerangan itu membutuhkan nafas panjang buat berjalan jauh di
dalam hujan dan panas. Selainnya dari pada kesehatan yang mengandung syarat
tersebut di atas, maka para prajurit harus pula mempunyai semangat menyerang
(offensive spirit), keberanian, ketabahan yang tiada bisa dipatahkan oleh
kekalahan atau kegagalan sementara. Pembelaan itu lebih mengutamakan ketenangan
fikiran, sifat tahan uji dan sifat tak akan patah hati, walaupun si-penyerang
datang bergerombolan dengan senjata serba lengkap. Pembela adalah seorang
anggota masyarakat, yang tetap percaya kepada kemenangan-terakhir, asal DIA
tetap bertahan sampai musuh kehilangan akal untuk mematahkan semangat yang tak
mengenal perkataan MENYERAH itu.
Ringkasnya si Penyerang mempunyai syarat teristimewa dalam
kejasmanian dan mempunyai semangat keberanian mau-menang dengan menyerang terus
menerus. Si Pembela, di luar kesehatan biasa, terutama mempunyai semangat
tenang, sabar, tabah tak mau mengakui kekalahan atau patah-hati. Semangatnya
cocok dengan jago yang mati di kalangan kalau perlu maka tempat pertahanan yang
terakhir itulah yang akan menjadi tanah kuburannya!
VI. ANASIR PERANG
Ada empat ANASIR PERANG yang terpenting, yakni:
SOAL KEADAAN BUMI.
SOAL KEADAAN SENJATA.
SOAL KEADAAN ORANG.
SOAL TEMPOH.
Anaisr yang lain tiadalah sebegitu penting. Lagi pula
anasir-lain bolehlah dimasukkan ke dalam empat anasir-pokok seperti tersebut di
atas sebagai anasir-cabang. Maka kewajibannya seorang Ahli-Siasat-Perang, ialah
mempertimbangkan, memperhubungkan serta mengemudikan keempat Anasir-Pokok
dengan segala Anasir-Cabang yang lain-lainnya.
Syahdan, kalau salah satu dari pada ke-empat Anasir-Pokok
itu berubah, yakni maju atau mundur atau jika semuanya ke-empat anasir itu
berubah atau bertukar, maka berubah bertukarlah pada sifatnya perang yang
dilakukan itu.
1. SOAL KEADAAN BUMI.
Adapun satu bangsa yang mendiami tanah, yang sebagian atau
seluruhnya dikelilingi lautan, menghadapi soal siasat perang (strategi) beserta
persenjataan dan latihan perang yang berlainan dengan bangsa lain, yang berada
ditengah-tengah benua dan berjauhan dari lautan tempat lalu-lintas. Pada masa
sekarang bangsa Inggris yang mendiami pulau menghadapi soal lain tentangan
sesuatu peperangan dengan bangsa Jerman, yang tinggal ditengah-tengah benua
Eropa, yang jauh letaknya dari pada Lautan-lalu-lintas dunia, dan cuma sebagian
daerahnya saja yang dibatasi oleh lautan yang kurang penting, ialah Laut Timur.
Betapakah pula bedanya persoalan perang itu buat bangsa Inggris dengan bangsa
Swiss, yang sama sekali jauh dari pesisir Laut. Berhubung dengan keadaan bumi
itu, maka Rakyat Inggris lebih mementingkan Armada dan angkatan Udara dari pada
angkatan Darat. Sedangkan sebaliknya Jerman lebih mementingkan angkatan Darat
dan Udara dari pada Armada. Dalam hal siasat perang, maka Inggris terutama
selama damai lebih mengutamakan siasat membela dari pada siasat menyerang.
Tetapi para Ahli Siasat Angkatan Perangnya Imperialisme Jerman lebih
mengutamakan Siasat-Menyerang dari pada Siasat-Membel, Swiss yang berada di
pegunungan di pusatnya benua Eropa sama sekali tiada mempunyai dan menghiraukan
Armada. Swiss memusatkan persenjataannya kepada Tentara Darat dan Angkatan
Udara serta memusatkan siasatnya kepada siasat membela.
2. SOAL KEADAAN SENJATA.
Keadaan senjata berhubungan rapat dengan tingginya alat
perkakas (teknik) dan dengan tinggi rendahnya pula pengetahuan sesuatu bangsa.
Di zaman biadab, kampak dan tombak batulah yang menajdi senjata. Di zaman logam
besi, maka keris, pedang dan bedillah yang menjadi senjata. Sekarang di zaman
teknik dan pengetahuan yang tinggi, meriam, tank, pesawat, roket, kapal, bom
atom, bacteriologis, biologis dan klimatologislah yang menjadi alat senjata.
Berhubung dengan perubahan senjata dari zaman kapak dan tombak batu sampai ke
zaman tank dan bom atom itu, maka berubah bertukarlah pula dalam masa ribuan
tahun ini, siasat perang bagi ahli Siasat-perang dan Latihan Perang, bagi para
prajurit perang. Latihan pembelaan bagi seorang prajurit yang berdiri di
belakang parit atau perisai yang menghadapi serangan musuh bersenjatakan kapak
dan tombak batu, berlainan sekali dengan latihan pembelaan seorang prajurit
zaman sekarang, yang diam di dalam gedung di bawah tanah, dan terbuat dari
beton dan baja, yang dilindungi pula oleh meriam dan pesawat terbang. Latihan
Penyerangan yang harus dipelajari oleh seorang prajurit bersenjatakan kapak
atau tombak batu terhadap musuh, yang berdiri di belakang parit memegang
perisai, berbeda pula dengan latihan seorang juru terbang yang mengemudikan
sebuah bomber yang menuju ke benteng pertahanan musuh, yang jaraknya sampai
2000 km, atau lebih dari pangkalannya, dan yang harus pula mengatasi semua
pembelaan musuh seperti meriam dan pesawat penggempur.
3. SOAL KEADAAN ORANG.
Kita bicara dalam sejarah dunia, bahwa Iskandar Zulkarnaen
yang disebut juga penakluk dunia, mengalahkan hampir semua Negara beradab di
masa itu dengan tentara Yunani, yang terdiri dari pada cuma 40.000 orang (empat
puluh ribu orang). Dalam perang dunia ke- I (tahun 1914-1918) Jerman
mempergunakan lebih kurang 6.000.000 (6 juta) prajurit. Dalam perang dunia
ke-II (1939-1945) Soviet Rusia mempergunakan lebih kurang 20.000.000 (20 juta)
prajurit. Dengan naiknya jumlah prajurit perang dari 40.000 sampai kepada
6.000.000 atau 20.000.000 orang, maka berubahlah pula PANJANGNYA front dimana
kedua belah pihak musuh berhadapan. Dengan berubahnya panjang front itu maka
berubahlah pula SIASAT membela dan menyerang itu.
Marilah kita sebentar memperingati front-Barat di eropa di
masa perang dunia ke-I. Dengan tentara yang besarnya antara 2 dan 3 juta, maka
Inggris, Perancis dapat melindungi seluruhnya front Barat dari laut sampai ke
batas Swiss yang netral itu. Barisan Jerman yang berhadapan dengan barisan
Inggris/Perancis itu tak bisa melakukan siasat pengepungan (umfassung). Kedua
ujung barisan Inggris/Perancis tak dapat dilalui oleh Barisan Jerman. Siasat
perang yang harus dilakukan, ialah siasat yang dinamai SIASAT PERANG STELLING
(Trench-Warfare). Dalam hal perang stelling itu, maka Barisan Jerman dapat maju
kalau stelling Inggris/Prancis dapat diterobos, ditembus dengan “Druchstross”
yang bisa diperdalam atau diperluas. Atau kalau seluruhnya front
Inggris/Perancis yang dipanjangnya lebih kurang 8002 km dapat dihalaukan terus
menerus dengan hujan pelor. Dalam peperangan di zaman Iskandar atau Hannibal,
dilakukan di lapangan luas, dengan tentara kaki dan kuda, yang terdiri dari
beberapa puluh ribu orang saja, satu tentara bisa melaksanakan penyerangan
menurut SIASAT-GERAK CEPAT (mobile-warfare) ialah siasat kepung-mengepung dan
tembus menembus barisan musuh. Dengan naiknya jumlah prajurit sampai jutaan
orang dengan semakin sempitnya ruang dan berubahnya persenjataan, maka pada
perang dunia ke-II ahli-Siasat-Perang menemui soal perang stelling. Siasat
GERAK CEPAT tiadalah LANGSUNG lagi dapat dijalankan seperti di zaman dahulu
kala, di zaman Iskandar, Hannibal, Caesar dan Napoleon.
4. SOAL TEMPO
Anasir keempat, ialah soal tempo ini tampaknya tiada begitu
penting, tetapi sebenarnya amat penting pula jika diperhubungkan dengan tiga
anasir tersebut pula. Jika diperhubungkan dengan tiga anasir tersebut di atas
itu, maka Sang Tempo itu adalah penting sekali. Tempo menentukan Siasat Perang
di waktu pecahnya perang dan menentukan persiapan pertahanan di masa sebelumnya
perang. Soal tempo itu dipergunakan dengan baik sekali oleh seorang Jendral
Romawi yang bernama Pabius Cunctator, Jendral Maju Mundur. Jendral ini
berhadapan dengan Jendral yang sangat ulung dan sangat populer di masa yan
lampau, ialah Jendral Hanibal masuk menyerbu ke Italia dengan melintasi
pegunungan Alpen. Satu pekerjaan militer yang dianggap mustahil dapat dilakukan
di masa itu. Sekonyong-konyong Hannibal sudah tiba di Italia Utara dan akhirnya
di pintu gerbang Rome, Ibu Kota, setelah mengalahkan tentara Romawi di Canmae
Fabius, Jendral Maju-Mundur tak mau melawan musuh yang ulung itu
berhadap-hadapan, tetapi maju kalau Hannibal berhenti dan mundur kalau Hannibal
menyerang. Dengan demikian dia mengharapkan tentara Hannibal yang berada jauh
dari pangkalannya di Carthago itu lama-kelamaan akan kehilangan orang, seorang
demi seorang, kehabisan perlengkapan dan kehilangan kesabaran. Sedangkan
tentara Romawi akan tetap bertambah kuat dalam segala-galanya itu. Pengikut
Fabius, bernama Scipio Afrikanus Minor dan Scipio Afrikanus Minor ini
meneruskan siasat Maju Mundur itu pula. Walaupun akhirnya Hannibal menjadi
lemah, lantaran jerih payah, kehilangan prajurit, senjata, perlengkapan serta
kesabaran, sedikit demi sedikit, dan akhirnya terpaksa kembali pula, tetapi
Scipio masih meneruskan taktik Fabius Conctator itu. Taktik Maju-Mundur
itu oleh Scipio diteruskan juga, walaupun Hannibal sudah terpaksa mundur sampai
ke pangkalannya sendiri di Afrika. Belum juga lagi Scipio memukul musuhnya
dengan berhadapan, tetapi lebih dahulu dia memotong jalan yang harus dilalui
oleh bala-bantuan, berupa makanan dan kuda yang dikirimkan kepada Hannibal.
Akhirnya setelah menderita kekuarangan dalam segala-galanya lahir dan batin,
barulah Scipio memberikan pukulan terakhir dan mencapai kemenangan.
Boleh dikatakan, bahwa Jendral Hannibal, salah satu Jendral
terulung dikalahkan oleh Jendral Tempo. Sang Tempolah pula disamping keadaan
sebagai penduduk sebuah pulau mengizinkan Inggris kurang mengindahkan Tentara
Darat di musim damai. Dan Sang Tempo pula yang memberi kesempatan penuh buat
mengadakan persiapan setelah perang meletus dan mengadakan siasat membela dalam
waktu lama sekali pada permulaan perang. Ditemani terutama oleh Jendral Tempo,
karena berada diseberang laut itulah maka Inggris dapat membatalkan penyerbuan
Napoleon, Hindenburg dan Hitler berturut-turut.
Ringkasnya perubahan empat anasir perang ialah:
keadaan bumi.
persenjataan.
banyak prajurit.
tempo masing-masing
Atau semuanya sangat mempengaruhi merubah-merombak serta
menukar Siasat Perang, baik dalam hal pembelaan ataupun dalam hal penyerbuan.
VII. SYARAT PERANG YANG TETAP.
Sudah dijelaskan pada Bab VI tadi, bahwa empat anasir,
ialah:
kebumian.
teknik persenjataan.
banyaknya prajurit serta.
soal tempo
sangat mempengaruhi dan malah bisa merubah-merombak siasat
perang, yakni siasat membela dan siasat menyerang. Demikianlah dengan berubah
bertukarnya ke-empat anasir itu dari zaman biadab ke zaman Julius Caesar, dari
zaman Julius Caesar itu ke zaman Napoleon dan dari zaman Napoleon ke masa
perang dunia ke-I dan ke-II, maka berubah bertukarlah pula siasat membela dan
menyerang itu. Seperti sudah diuraikan lebih dahulu, maka perubahan keempat
anasir itu pada perang Dunia pertama mengakibatkan perang Gerak-Cepat (Mobile
warfare) TERPAKU kepada perang STELLING (Trench Warfare). Tetapi ada yang
tinggal tetap ditengah-tengah perubahan besar-kecil selama ribuan tahun itu:
yakni TETAP menurut pengertian kita manusia biasa! YANG TETAP itu ialah
beberapa syarat untuk memperoleh kemenangan.
Syarat Perang YANG TETAP selama ribuan tahun itu, yang
terutama sekali diantaranya, ialah:
KETINGGIAN NILAINYA SIASAT-MENYERANG.
PENYERANGAN SEBAGAI PUKULAN BAGI KEMENANGAN TERAKHIR.
SELUK-BELUK PEMBELAAN DAN PENYERANGAN.
CARA MEMUSATKAN TENTARA.
CARA MENENTUKAN PUSAT YANG BAIK ITU.
MEMPERBEDAKAN SIASAT PERANG DENGAN POLITIK.
TEKAD MAU MENANG.
Sekedang keterangan bagi satu persatunya 7 syarat tersebut:
1. KETINGGIAN NILAINYA SIASAT MENYERANG.
Seperti sudah dijelaskan di atas, maka tidak saja menurut
Siasat-Menyerang, tetapi juga menurut Siasat-Pembelaan, penyerangan itu harus
dilakukan sampai kemenangan itu tercapai. Alasan yang tepat buat sikap
menyerang itu, ialah:
1. Si-penyerang itu berada dalam gerakan jasmani ataupun
rohani. Keadaan ini memberi kepuasan kepada watak yang aktif, yang suka
beritndak, seperti seharusnya watak seseorang prajurit. Sebaliknya Si-Pembela
berada dalam keadaan berhenti, menunggu, dalam keadaan pasif. Berhenti menunggu
lebih mengganggu urat syarat dari pada bergerak berbuat. Apabila pula buat
seorang prajurit yang berwatak bertindak, maka berhenti menunggu itu adalah
satu siksaan hidup.
2. Si-penyerang tahu lebih dahulu dimana tempat yang akan
diserangnya. Apabila kalau para penyelidik sudah memastikan lebih dahulu, bahwa
tempat yang akan diserang itu adalah tempat barisan musuh, yang lalai-lemah,
maka Si-penyerang tak akan mengenal lelah atau takut. Yang dalam pikiran dan
perhatiannya cuma kemenangan yang sempurna dan yang harus diperoleh dengan
cepat. Sebaliknya Si-pembela, yang berhenti menunggu di-belakang parit tiada
tahu dari penjuru mana musuh itu akan datang, bila musuh itu akan datang.
Beberapa banyaknya musuh yang akan datang itu dan apakah pula senjatanya musuh
itu. Semuanya itu mendebar-debarkan jantung dan melemahkan urat syarat mereka,
yang tiada berwatak sabar-tenang.
2. PENYERANGAN SEBAGAI PUKULAN BAGI KEMENANGAN TERAKHIR
Maksud yang penghabisan dari semua peperangan ialah
memperoleh kemenangan terakhir. Dalam perang yang bersifat GERAK CEPAT, maka
kemenangan terakhir itu bisa langsung diperoleh dengan memecah-belah mengepung
menawan atau memusnahkan musuh. Dalam perang yang bersifat maju-mundur-pun musuh
belum lagi akan pulang kembali ke negerinya atau menyerah kalah sebelum
merasakan pukulan yang hebat dari pihak si-pembela. Seperti sudah disebutkan di
atas, maka pembelaan itu harus dilaksanakan dengan penyerangan. Jadi
bagaimanapun juga siasat yang dilakukan, maka penyerangan jugalah yang akan
memberi-putusan terakhir kepada sembarang macam peperangan itu.
3. SELUK BELUK PEMBELAAN DAN PENYERANGAN.
Jika musuh mempertahankan diri dengan kekuatan yang besar, maka haruslah
si-penyerang mempersiapkan tentara yang seimbang besarnya.
Apabila musuh mengadakan pertahanan yang barlapis-lapis yang semakin ke
belakang semakin kuat barisannya maka haruslah si-penyerang mengadakan serangan
dengan tentara berlapis-lapis pula. Dasar bagi beberapa lapisan penyerang itu
ialah lapisan yang paling belakang menyerang haruslah yang paling kuat pula.
Dengan begitu maka serangan yang menghadapi lapisan pertahanan musuh yang kian
dalam kian kuat itu bisa dilakukan dengan beberapa lapisan pasukan yang kuat
pula. Penyerang bisa berlaku cepat demi cepat pula sehingga musuh terperajat,
kacau-balau dan akhirnya menyerah atau binasa.
Persiapan musuh yang dilaporkan oleh barisan patroli tak bolah dibiarkan begitu
saja. Persiapan itu harus dikacau-balaukan dengan penyerangan terus-menerus.
Dengan demikian maka persiapan musuh itu tak bisa kuat selesai.
4. CARA MEMUSATKAN TENTARA.
Pemusatan itu dilakukan dengan terpisah dan bergelombangan.
Kita masih ingat bagaimana tentara Jepang menyerbu Indonesia pada tahun 1942.
Penyerbuan itu dilakukan oleh 3 pasukan yang berpisahan:
Pasukan yang berangkat dari Jepang melalui Malaya, terus ke Sumatera;
Pasukan yang langsung dari Jepang menuju pulau Jawa
Pasukan yang berangkat dari Jepang melalui Kalimantan dan menuju Sunda kecil
dll.
Tiap-tiap pasukan itu maju berlapis-lapis dan
bergelombangan. Pasukan (2) yang ditujukan ke pulau Jawa itu dipecah pula
menjadi beberapa barisan, yang mendarat di empat tempat di pulau Jawa.
Tiap-tiap barisan itu dipecah pula menjadi beberapa lapisan yang maju bergelombangan.
5. CARA MENENTUKAN PUSAT YANG BAIK ITU.
Pusat yang baik buat dituju, ialah sesuatu GELANG dalam
rantai pertahan musuh. GELANG ITU harus dipecahkan. Dengan pecahnya gelang itu,
maka terpotonglah rantai pertahanan musuh itu. Ahli siasat Jepang menganggap
Bandung-lah salah satu gelang yang penting buat pertahanan pulau Jawa ini.
Berhubungan dengan itu, maka dari Bantam (Banjarnegara) dan dari Cirebon
(Eretan) ditujukan berlapis-lapis pasukan ke arah Bandung itu. Melihat tentara
Jepang yang datang dari pelbagai pihak dan bergelombang, maka Belanda sudah
menyerah sebelum bertempur dengan sungguh-sungguh.
6. MEMPERBEDAKAN SIASAT PERANG DENGAN POLITIK.
Perang adalah kelancaran politik. Apabila pertikaian politik
antara Negara dan Negara, antara satu bangsa-tertindas dengan
bangsa-penjajahan, atau antara satu kelas tertindas dengan klas penindas, tiada
dapat lagi diselesaikan dengan jalan damai, maka peranglah yang akan menjadi
hakim. Peranglah yang akan menentukan siapa yang benar, siapa yang salah. Dalam
hal ini dunia menganggap yang menang peranglah pihak yang benar.
Tetapi Siasat Perang harus dibedakan dengan Politik.
Oleh sesuatu Negara Merdeka, maka kalimat di atas ini
biasanya ditafsirkan, bahwa janganlah perbedaan paham politik dimasukkan ke
dalam tentara. Tegasnya janganlah percekcokan antara Partai Kolot
(conservatif), Partai Liberal atau Demokratis, Partai Sosialis atau Komunis dll
ditarik-tarik pula dalam ketentaraan. Petuah yang biasa dipakai berbunyi:
Tentara itu tiada berpolitik. Oleh Keizer Wilhelm ke II, ketika meletusnya
perang dunia ke I, petuah itu dilaksanakan dengan ucapan: “Saya tak mengenal
partai, saya cuma mengenal orang Jerman”, Kedua petuah tersebut bermaksud
supaya tentara cuma memikirkan soal pertempuran saja. Tak usahlah tentara itu
memikirkan garis politik Negaranya. Serahkan sajalah urusan poltiik itu kepada
para Ahli-politik.
Selain dari pada tafsiran di atas, maka ada pula tafsiran
yang lain. Yaitu: bedakanlah urusan yang semata-mata urusan politik (dalam arti
bentuk dan kewajiban sesuatu Pemerintahan) dengan urusan Perang semata-mata.
Tegasnya pula! Bedakanlah soal garis politik serta CARA BAGAIMANA mendapatkan
makanan, pakaian dan senjata untuk Tentara itu dengan CARA BAGAIMANA mengatasi
musuh dalam pembelaan serta penyerangan.
Kedua tafsiran dari Negara Merdeka tersebut di atas mendapat
corak lain bagi sesuatu masyarakat yang sedang BEREVOLUSI. Bukankah pula
sesuatu Negara merdeka itu SUDAH mempunyai kepastian tentangan soal daerah dan
batas, soal kebangsaan-kewarganegaraan dan jumlah penduduk, serta soal bentuk
dan kewajiban pemerintahannya dll itu? Dan bukanlah sebaliknya sesuatu BANGSA
atau Kelas yang berrevolusi itu, JUSTRU SEDANG memperjuangkan Masyarakat dan
Negara itu yakni memperjuangkan daerah batas warga penduduk serta bentuk dan
kewajiban Pemerintah dll itu?
Memangnya ada Persamaan, tetapi ada pula perbedaan bagi
sesuatu Negara Merdeka dan bagi sesuatu Masyarakat Berjuang berhubung dengan
kedua tafsiran di atas tadi. Masyarakat Berjuang dan Negara Perang memangnya
keduanya sama-sama membedakan urusan politik dengan kewajiban tentara. Tegasnya
ialah, bahwa, kedua itu haruslah sama-sama membedakan urusan menentukan
garis-politik dan cara bagaimana mendapatkan makanan, pakaian dan senjata bagi
tentara dengan Siasat Membela dan Menyerang.
Tetapi berbeda dengan Negara Merdeka, maka bagi bangsa dan
kelas berjuang (seperti kita sekarang) memangnya politik dalam arti PAHAM,
IDIOLOGI, itulah yang sebenarnya menjadi otak-jantung, atau keyakinan-tekadnya
sesuatu tentara Rakyat, Tentara Murba, Tentara Bambu Runcing! Bangsa atau Kelas
Berjuang itu, yang bersenjata serba sederhana itu, justru harus mempunyai
tentara yang berpaham beridiologi, yang berkeyakinan politik, paham, idiologi
dan politik kebangsaan atau politik keproletaran itulah senjata Tentara
Kemerdekaan yang Nomor Satu! Begitu di masa revolusi Borjuis di Perancis (1789)
dan demikian pula halnya di masa revolusi Borjusi dan Proletar di Rusia (1917).
SANG GERILYA yang berpolitik jelas-tegas itu berkewajiban berusaha
sekeras-kerasnya mempengaruhi paham pasukannya, serta Rakyat disekitarnya
sambil berusaha mendapatkan semua kebutuhan hidup dan pertempuran bagi
pasukannya. Pasukan dan Rakyat berjuang buat kemerdekaan itu harus mengerti dan
setuju dengan isi kemerdekaan itu! Memang juga SANG GERILYA membedakan dan memisahkan
siasat perang dan politik. Berhubungan dengan itu maka di belakang pula
organisasi keprajuritan dengan organiasi Politik dan Ekonomi. Tetapi (seperti
juga Negara Merdeka tadi), maka organisasi politik dan tentara itu Kerja-sama
dimana tentara berada di bawah pengawasan (supervision-nya politik).
7. TEKAD MAU MENANG.
Seperti udara bagi rabu (paru-paru) untuk bernafas,
demikianlah pula TEKAD MAU MENANG itu adalah syarat bagi seseorang prajurit
untuk berperang. Seorang prajurit yang tiada mempunyai tekad semacam itu,
tiadalah pula mempunyai banyak harapan akan menang. Dia akan mudah
diombang-ambingkan oleh kesulitan atau kekalahan sementara. Satu petuah militer
dari bangsa Asing berbunyi: Dia menang, karena dia berpantang kalah. Kata
petuah pahlawan Indonesia : “Satu hilang, kedua terbilang; namanya anak
laki-laki." Artinya: Sesudah memasuki gelanggang peperangan itu, maka cuma
dua kata kemungkinan buat seorang pahlawan. PERTAMA: Dia mungkin hilang atau
tewas dalam perjuangannya. KEDUA: Dia mungkin terbilang artinya terhitung
sebagai seorang prajurit yang menang, sebagai seorang pahlawan jaya, karena
tekad semacam itulah, maka 300 (tiga ratus) pahlawan Sparta memperoleh ujian
dan pujaan luar biasa di zaman lampau. Mereka sanggup mempertahankan Negaranya
dan mengusir musuhnya yang datang menyerbu meskipun musuhnya terdiri dari
tentara yang berlipat ganda besarnya.
VIII. HUKUM MENYERANG.
Panglima Perang yang ulung di zaman purbakala seperti
Iskandar, Caesar, Hannibal, Djengis Khan dan Timurleng sudah menganut paham
yang pasti tentang siasat menyerang untuk memperoleh kemenangan. Napoleon, yang
sebagian besar dari siasat perangnya dipusatkan kepada penyerangan sudah dapat
menetapkan siasat menyerang itu lebih nyata dan lebih sistematis dari pada para
ahli sejarah di zaman lampau. Tetapi beru ditengah-tengah bangsa Germanialah
terutama timbul dan tumbuh ilmu perang itu (kriegwissenschaft) dalam arti ilmu
yang sesungguhnya, yakni sistematis (tersusun) logis (menurut hukum berfikir)
dan consistent (tetap memegang dasar). Di sekitar pujangga Germania, seperti
Clausewitz, Ludendorft dll nyatalah tampil ke muka pujangga militer di
Perancis, Inggris dll. Memanglah juga di Tiongkok, malah ribuan tahun lampau
sudah ada pujangga kepahlawanan bernama Luan Yu (?) yang banyak memberikan
petunjuk yang berharga kepada keturunannya bangsa Tionghoa bangsa Jepang dan
bangsa Mongolia. Tetapi karangannya itu belum lagi merupakan satu ilmu
kemiliteran yang tersusun, logis dan consistent. Karangannya itu baru karangan,
yang mengandung banyak nasehat serta petuah saja.
Kalau kita sekedar mengadakan tinjauan atas ilmu kemiliteran
yang tertulis lebih kurang satu abad dibelakangan ini oleh para pujangga Barat,
teristimewa pula di antara para pujangga Jerman, maka kita mendapatkan kesan
bahwa siasat menyeranglah yang mendapat pusat perhatian para ahli itu. Hal ini
adalah cocok dengan sifatnya Imperialisme Barat pada abad yang di belakang ini,
terutama di antara bangsa Germania. Ingatlah saja, bahwa pada perang dunia ke I
dan ke II, Negara Jermanlah pihak yang menyerang lebih dahulu. Kapitalisme
Imerpialisme Germania yang terlambat datangnya di medan penjajahan di Amerika,
Afrika, Asia dan Australia itu terpaksa merebut jajahan yang sudah berada di
tangannya Inggris, Perancis dan Belanda. Jadi karena itulah maka tiada
mengherankan kita kalau para ahli militer Jermanlah yang bermula dapat
membentuk KARANGAN-KEMILITERAN yang tersusun (sistematis) logis dan consistent.
Para ahli militer Jermanlah yang permata sekali membentuk formule (ketetapan) dari
hukumnya SIASAT-MENYERANG itu.
HUKUM-PERANG itu lebih kurang berbunyi: Dengan Kodrat
terpusat, dengan cepat dan dengan sekonyong-konyong memecahkan gelang rantai
pertahanan musuh yang lemah dengan maksud memecah-belahkan hubungan
organisasinya dan akhirnya menghancurkan musuh itu. Tampaklah sudah beberapa
anasir yang terpenting dalam hukum itu. Kalau hukum itu kita kupas maka kita
memperoleh:
Anasir kodrat yang terpusat.
Anasir kecepatan.
Anasir sekonyong-konyong.
Anasir Gelang lemah di rantai pertahanan musuh.
Anasir hubungan organisasi musuh.
Anasir tekad menghancurkan musuh.
Semuanya anasir itu adalah penting satu-persatunya dan lebih
penting lagi kalau semuanya dipersambungkan.
Panglima perang harus MEMUSATKAN tenaganya lebih dahulu sebelum dia menyerang.
Menyerang dengan kekuatan yang tiada seimbang, mungkin akan percuma atau akan
membahayakan yang menyerang saja.
Anasir CEPAT itu adalah amat penting: apalagi kalau disambung dengan (3) Anasir
sekonyong-konyong yang cepat dan sekonyong-konyong tiba di belakang musuh,
tentu tak akan menjumpai perlawanan musuh yang sempurna. Tetapi siapa yang
menyerang dengan lambat akan mudah diketahui oleh musuh. Dan mudah pula musuh
mempersiapkan dirinya buat mempertahankan diri.
4. Pasukan yang menyerang GELANG RANTAI yang kuat sukar
mendapatkan hasil yang memuaskan. Mungkin pasukan itu sendiri akan mendapat
pukulan yang hebat.
5. Barang siapa dapat MEMECAH BELAHKAN pasukan musuh dengan
menggempur tempat yang MEMPERHUBUNGKAN satu bagian pasukan musuh dengan bagian
pasukan musuh yang lainnya akan bisa memusatkan tenaga untuk memukul pecah
belahkan musuh itu. Inilah kemenangan permualaan yang baik buat melakukan
anasir (6) yakni TEKAD menghancur-leburkan musuh.
Seperti sudah disebutkan di atas para ahli di zaman lampau
juga sudah lebih kurang menganut sebagian atau seluruhnya paham yang termaktub
dalam HUKUM MENYERANG itu. Memangnya pula beberapa kemenangan Napoleon, yang
oleh para ahli dianggap gilang gemilang, selalu berdasarkan atas HUKUM
MENYERANG, seperti kita cantumkan di atas tadi. Sebelumnya dan sesudahnya
Napoleon, maka sudah banyak pula Panglima Perang yang mengucapkan petuah perang
yang berarti Friedrich Besar, Raja Prusia, yang hidup sebelum Napoleon berkata,
bahwa: “barang siapa yang hendak mempertahankan seluruh barisannya, orang itu
tiada akan dapat mempertahankan SESUATU apa”. Artinya itu Panglima yang tiada
berani mengurangi prajurtinya pada beberapa bagian, buat dipusatkan pada
PASUKAN PENYERANG; yang ditujukan kepada gelang-rantai pertahanan musuh, yang sudah
ditujukan kepada gelang-rantai pertahanan musuh, yang sudah ditentukan maka
Panglima yang terlampau “AWAS-WASPADA” itu akan mengalami “PUKULAN TERPUSAT”
dari lawannya yang lebih berani nekad. Petuah Friedrich ini diucapkan pula oleh
Panglima Hindenburg pada masa perang dunia ke I dengan perubahan kalimat yang
berbunyi: “Orang harus selalu menyerang dengan mengadakan Pemusatan”.
Berapa pula pentingnya anasir CEPAT dan anasir
sekonyong-konyong itu, kita pelajari dari siasat dan tindakan Hannibal, yang
dengan tentara dan kuda serta gajahnya melintasi gunung Alpen yang tinggi,
jurang dan penuh salju. Dengan tiada disangka-sangka oleh Panglima Romawi maka
sekonyong-konyong Hannibal sudah berada di Italia. Tentara Rumawi yang terpaksa
dikumpulkan dan dikerahkan dengan tergesa-gesa dan sembarangan dengan mudah
sekali dapat dihancur leburkan oleh Hannibal. Begitu CEPAT dan begitu
SEKONYONG-KONYONG Caesar menjalankan HUKUM MENYERANG seperti termaktub pada
permulaan karangan ini tadi, sehingga kemenangan yang diperolehnya di atas
Tentara Egypte demikian cepat dan begitu sempurna sehingga dia dapat
mencatatkan seluruhnya peristiwa perang di Egypte dengan tiga kata saja, ialah
VENI, VIDI, VICI! (Saya lihat, saya gempur dan saya kalahkan!).
IX. PENGLAKSANAAN HUKUM MENYERANG.
Seperti kita sudah jelaskan di atas tadi, maka hukum
menyerang itu terutama dilakukan untuk mendapatkan kemenangan dalam sesuatu
peperangan yang bersifat bergerak. Dengan perkataan lain Hukum Menyerang itu
berlaku dengan leluasa dalam Perang-Gerak-Cepat (Mobile Warfare). Tetapi dalam
Perang-Stelling (Loopgraven-onring atau Trench-Warfare) atau dalam perang
menghadapi Benteng, maka tentulah Hukum Menyerang itu tiada dapat dilakukan.
Dalam sejarahnya Iskandar Zulkarnaen kita baca, bahwa dia
melakukan perang gerak cepat menghadapi kita hanya, bahwa dia melakukan perang
gerak cepat menghadapi Raja Persia. Disinilah dia melaksanakan Hukum-Menyerang
itu dengan gilang-gemilang. Dengan tentara yang cuma terdiri dari empat puluh
ribu prajurit, tetapi tersusun dan terlatih, dia sekonyong-konyong dan secepat
kilat menunjukkan pasukan istimewanya ke pusat tentara musuh, ialah kepada
Markasnya Raja Persia sendiri. Dengan hancurnya Markas Besar itu, maka
pecah-belah, kacau-balau dan kalahlah tentara Persia yang terdiri dari satu
juta prajurit itu, atau 25 kali sebesar tentara Yunani di bawah pimpinan
Iskandar. Tetapi selainnya dari Perang-Gerak Cepat, Iskandar sering pula
terpaksa berhenti, kalau dia menghadapi kota yang diperlindungi oleh benteng,
berupa dinding batu yang kokoh yang dipertahankan oleh prajurit pula. Dalam
keadaan begini, maka Iskandar terpaksa menjalankan siasat mengepung, sampai
dinding batu itu bisa dirobohkan atau dilintasi dan tentara pembelanya
ditaklukkan. Atau sampai penduduk prajurit yang dikepung itu menyerah kalah,
karena kekurangan makanan dan air atau mulai musuhan, karena diserang oleh
wabah penyakit.
Setelah Hannibal mendapatkan kemenangan yang masyhur sekali
dalam sejarah kemiliteran, bilamana dia menjalankan Hukum Menyerang itu dengan
cemerlang di Cannae, maka dia berbulan-bulan terpaksa berhenti di depan pintu
Gerbang Rome. Dia terpaksa melakukan pengepungan, karena tiada merasa cukup
kuat buat menyerbu ke dalam kota Rome dan melakukan perang dalam kota, yang
berlainan pula sifatnya dengan Perang-Gerak-Cepat. Ketika dia mengepung itu,
maka dia terpaksa menyaksikan, bahwa musuhnya kian hari kian kuat, sedangkan
tentaranya kian hari kian lemah. Pemimpin politik bangsa Romawi sanggup
memperkokoh persatuan bangsa Romawi dan memusatkan pertahanan di dalam kota.
Panglima Romawi yang insyaf akan keulungan Hannibal dan Perang-Gerak-Cepat,
dengan luas terbuka tiadalah mau mengukur kekuatan dan kepintaran dalam
Perang-Gerak-Cepat itu. Tetapi dia melakukan alasan maju-mundur yang lama
kelamaan sangat memperlemah tentara Hannibal, sehingga Hannibal terpaksa
mengundurkan diri. Julius Caesar dan Napoleon lebih banyak melakukan Hukum
Menyerang itu, karena mereka banyak sekali berhadapan dengan musuh diruangan
luas terbuka.
Pada permulaan Perang dunia Pertama, maka para Panglima
Jerman merencanakan perang Gerak-Cepat, yang ditujukan ke Eropa Barat. Seorang
Ahli Siasat Jerman, bernama Von Schieffen mengadakan satu rencana Siasat
Menyerang untuk merebut Perancis dalam satu bulan, dengan melalui Belgia, yang
bersikap netral itu. Siasat yang cermelang itu berwujud memancing pasukan
Perancis memasuki Germania Selatan. Apabila pasukan Perancis itu kelak cukup
jauh mengeluarkan “lehernya” ke dalam daerah Jermania Selatan itu, maka tentara
Jerman di bawah Von-Kluek yang menyerbu ke Perancis Utara berkewajiban memotong
“leher” (tentara) Perancis yang diulurkan itu. Cemas terhadap penyerbuan
Perancis di Selatan Germania itu, maka Kepala Staf Jerman memperkuat pasukan
yang menghadapi pasuka Perancis yang menyerbu itu dengan memperlemah pasukan
Von-Kluek. Dengan demikian maka Von-Kluek tak sanggup memotong “leher” yang
diulurkan itu. Baru pada perang Dunia Kedua, di bawah pimpinan Hitler, maka
siasat Von Schlieffen dilaksanakan dengan cemerlang dan secepat kilat. Disamping
kegagalan siasat Menyerang, yang diselenggarakan di Eropa Barat itu panglima
Von Hindenburg dengan jaya melakukan siasat menyerang itu terhadap pasukan
tentara Caesar-Rusia. Di Rusia Timur serangan Caesar-Rusia yang kuat dan
berbahaya sekali, dipatahkan oleh pasukan Jerman yang lebih kecil. Siasat
menyerang dalam Perang-Gerak-Cepat, yang dapat dilakukan pada permulaan perang
dunia pertama itu terpaku pada perang stelling, pada penghabisan perang dunia
pertama itu. Dua tentara dari kedua pihak, yang terdiri dari jutaan prajurit,
yang menduduki PARIT (Stelling) yang ratusan KM, panjangnya, berbulan-bulan
lamanya hadap-menghadapi, tembak-menembak dengan tiada mendapatkan banyak
kemajuan. Barulah setelah tentara Inggris/Perancis diperkuat dengan prajurit dan
senjata dari Amerika barulah Tentara Sekutu dengan hujan pelor dapat
menghalaukan tentara Jerman di Eropa Barat. Mulanya menghalauan itu berlaku
lambat. Kemudian cepat demi cepat, sebagai akibatnya penglaksanaan petuah
Jendral Foch, yang berbunyi: "Frappa toyours” ialah pukul terus menerus,
sekarang disini, nanti disana, supaya musuh tak sempat bersiap menyerang, dan
akhirnya kacau balau dan menyerah.
Ahli Siasat Perancis sebelumnya Perang Dunia Kedua
berpendapat bahwa pada Perang Dunia ke II itu, Perang Stelling atau perang
paritlah pula yang berlaku seperti pada penghabisan perang dunia pertama.
Berhubung dengan mendapat itu maka didirikanlah di batas Timur Perancis satu
parit panjang, yang masyhur, bernama Lini Maginot, yang terdiri dari beton-besi
yang lengkap dengan gudang makanan dan persenjataan untuk pertahanan yang lama
sekali. Mulanya para ahli menyangka, bahwa Lini Maginot tak akan bisa dilalui,
apalagi direbut. Tak akan bisa dilalui oleh tank, karena banyak mempunyai
perkakas anti tank. Tak bisa dipecahkan dengan bom, yang dijatuhkan oleh
pesawat udara, ataupun oleh bom yang ditembakkan dengan mortir, karena betonnya
garis Maginot dianggap kuat kebal. Dengan demikian maka para ahli berpendapat
bahwa perang dunia keuda akan bersifat perang-parit, yang lama sekali. Tetapi
sejarah menyaksikan, bahwa kemajuan ilmu dan tehnik dapat mengatasi kekebalan
Garis Maginot itu. Dengan jatuhnya Maginot, oleh tehnik Jerman, maka jatuhlah
pula Perang Parit dan berlakulah pula kembali Perang-Gerak-Cepat. Sedang para
prajurit Perancis di Garis Maginot masih menunggu-nunggu Tentara Jerman dari
depan, maka dua tiga PRAJURIT BERMOTOR Jerman sebagai Prajurit pelopor, sudah
berada jauh di dalam Negara Perancis, di belakang Garis Maginot dengan
menyeludupi front Utara Perancis. Berbarengan dengan itu pesawat Stuka Jerman
sudah mendengung-dengungkan di atas Ibu Kota Paris mengancam menjatuhkan bomnya
kalau Pemerintah Perancis tak lekas menyerah. Demikianlah Garis Maginot yang
tak dikira dapat ditembus dari depan itu, dapat ditembus dari belakang.
Demikianlah selanjutnya Perang Parit pada Perang dunia Kedua bertukar pula
menjadi Perang-Gerak-Cepat seperti di zaman lampau.
Dalam Perang-Gerak-Cepat dengan ilmu dan tehnik modern itu,
amat pentinglah TIGA ANASIR dalam siasat menyerang yang terang tercantum pada
pasukan bermotor, tank dan pasukan udaranya ataupun pada kapal perang. Tiga
anasir itu ialah:
KECEPATAN.
PERPUTARAN (mobility). dan
KODRAT TEMBAKAN.
Satu mesin perang di darat, laut atau udara belum lagi
sempurna kalau cuma bisa lagi cepat saja. Mesin itu harus sanggup berputar
cepat memperlindungi bagian yang lemah yang tiba-tiba diserang musuh. Tank,
pesawat dan kapal perang yang cepat tetapi tiada lekas bisa berputar menghadapi
musuh dari belakang akan kalah, walaupun larinya cepat, seperti kilat.
Seterunya pula, walaupun syarat kecepatan dan pemutaran itu ada, tetapi kalau
kodrat tembakan itu lemah, maka kedua anasir pertama tak berarti. Kapal
penjelajah bisa berputar lebih cepat dari pada kapal penggempur yang lebih
besar pula itu. Tetapi karena kapal penggempur itu jauh lebih besar, maka dia
bisa mengangkut meriam lebih banyak dan dengan sekaligus dapat memuntahkan
lebih banyak pula pelor dari pada penjelajah yang lebih cepat itu. Jadi kodrat
tembakan kapal penggempur itu lebih besar dari pada kodrat tembakan kapal
penjelajah. Ketiga anasir, ialah kecepatan, perputaran, dan kodrat tembakan itu
haruslah diperhitungkan laba-rugi masing-masingnya. Kemudian haruslah pula
ketiganya anasir itu digabungkan menjadi satu kekuatan militer, yang
setinggi-tinggi dan seefficient-efficientnya. Inilah kewajibannya para ahli
teknik militer.
Syahdan dalam sejarah kemiliteran tampaklah bagi kita
pengaruhnya tehnik dalam ketentaraan itu serta dalam penglaksanaan Hukum
Menyerang. Pasukan berkuda yang amat diutamakan untuk melaksanakan siasat
menyerang dari zaman Iskandar samapai ke zaman Napoleon, semenjak perang dunia
pertama dan sesudah perang dunia Kedua sudah digantikan oleh pasukan tank dan
pasukan bermotor serta pasukan udara. Penyelidikan terlebih dahulu dilakukan
oleh pasukan berkuda itu sekarang dijalankan oleh pasukan bermotor atau oleh
pasukan udara. Kecepatan tank dan motor buat tentara darat itu haruslah
diimbangi pula oleh infanteri dan artileri. Pasukan infanteri dan artileri
harus dengan cepat dapat mengikuti tank. Demikian artileri (meriam) dan
infanteri itu harus dimekanisir, yakni harus diangkat dengan mesin. Artileri
diangkut dengan truk. Infanteri diangkut dengan truk, kereta berlapis baja atau
dengan pesawat terbang.
Berhubungan dengan bertukarnya alat perang itu, disebabkan
oleh kemajuan ilmu dan tehnik, maka bertukarlah pula taktik dan latihan untuk
mengemudikan alat perang modern itu. Tetapi bagaimanapun juga pertukaran alat
perang, serta taktik dan latihan perang itu HUKUM MENYERANG, tetapi berlaku
sepeti sediakala, ialah yang berlaku semenjak Iskandar samapai ke Zukov, Rommel
dan Dwight D. Eisenhower, yakni seperti yang tercantum pada BAB yang lampau.
Dengan tiba-tiba menghancurkan Markas-Besar Tentara Polandia yang gagah berani
itu dengan Stuka, maka seolah-olah kena pukullah “otak” tentara Polandia itu.
Dengan sekonyong-konyong pula menghancurkan pesawat udara Polandia yang berada
di bawah, maka hancurlah pula “mata” dan “tinju” ialah alat penyelidikan dan
alat penggempurnya Tentara Polandia. Dengan menghancurkan semua jembatan
penting sebagai alat penghubung di Polandia, maka pecah-belahlah tentara
Polandia dalam beberapa pasukan yang sukar buat dipusatkan. Dengan dua orang
prajurit bermotor, sebagai pelopor dan beberapa Sutka di udara, maka lemahlah
urat-syarafnya Rakyat Polandia. Akhirnya dengan “Stoss Truppe”, Tentara pelopor
yang tiada begitu besar, kalau dibandingkan dengan masa yang silam, maka dalam
satu dua minggu saja tentara Jerman dapat menguasai Polandia. Perang Kilat
menurut Hukum Menyerang jugalah, yang menjatuhkan Norwegia, Belanda, Belgia,
Perancis, masing-masing dalam beberapa hari saja.
X. PERANG RAKYAT
Perang di Indonesia bukanlah Perang yang dilakukan oelh
Rakyat Indonesia dengan maksud hendak menindas bangsa Asing. Perang Rakyat
Indonesia adalah sebaliknya, yaitu perang yang terpaksa dijalankan untuk
menolak penindasarn Asing atas Rakyat Indonesia. Perang di Indonesia adalah
Perang Kemerdekaan. Perang Kemerdekaan Indonesia tiada akan berharga sepeserpun
bagi kaum Murba kalau hasilnya cuma menukar Pemerintah Asing dengan Pemerintah
Putra Bumi. Kalau cuma menukar pemerintahannya orang berkulit putih dengan
Pemerintah orang berkulit coklat. Pemerintah orang berkulit coklat akan
langsung atau tidak langsung, cepat atau lambat menjadi Pemerintah Boneka,
kalau 100 % kebun, pabrik, tambang, pengangkutan, dan Bank berada di tangan
Asing, seperti di zaman “Hindia Belanda”.
Perang Kemerdekaan Indonesia baru berhasil, kalau sehabisnya
Perang juga (bukan kelak dikemudian hari) 100 % para pemimpin Negara langsung
dipilih dan bisa diberhentikan oleh Rakyat Indonesia. Dan kalau disamping
Pemerintah yang 100 % Indonesia itu SEKURANGNYA 60 % kebun, pabrik, tambang,
pengangkutan, Bank, dll DIMILIKI, DIKUASAI, DIURUS dan DIKERJAKAN oleh Negara
dan Murba Indonesia. Ringkasnya Kemerdekaan Rakyat Indonesia baru TERJAMIN
kalau Kemerdekaan POLITIK ada 100 % berada di tangan Rakyat Indonesia. Dan
kalau Hak milik serta Kekuasaan atas EKONOMI modern sekurangnya 60 % berada di
tangan Rakyat Indonesia pula. Bukan NANTI, melainkan SEKARANG juga! Ini berarti
bahwa tak seorangpun anggota tentara atau polisi Belanda boleh tinggal dibagian
mana saja di Indonesia! Ini pula berarti, bahwa semua harta benda MUSUH harus
DISITA, di-beslag DIAMBIL-OVER, TANPA DIGANTI KERUGIAN. Penyitaan itu adalah
cocok dengan Hukum Perang yang sudah diakui oleh Dunia International.
Mempertimbangkan empat anasir Perang (1) kebumian, (2)
Persenjataan, (3) banyak orang (4) tempo, maka TEMPO itu adalah perkara yang
amat penting bagi kita. Makin lama perang berlaku (yakni kalau Musuh terus
menerus diserang!) makin habis orangnya, makin miskin negaranya, makin gelisah
rakyatnya dan makin kehilangan kepercayaan dunia kepada musuh itu sebagai
bangsa ceroboh (agresor).
Bandingkanlah:
1. CACAH JIWA
Belanda 7
juta
Indonesia 70 juta.
2. PERTANIAN
Negara Belanda datar buminya dan sejuk hawanya berhubung
dengan itu, maka serdadu totok tak kuat turun naik gunung, apalagi di musim
hujan atau panas. Serdadu Belanda (totok) harus didatangkan dari jauh yaitu
10.000 KM jaraknya dari Indonesia. Hal ini banyak memakan tempo dan belanja.
Rakyat Indonesia biasa dengan hujan dan panas dan senang naik turun gunung
dalam waktu apapun juga Prajurit Indonesia berada di kampung halamannya
sendiri.
3. KEUANGAN.
Belanda sudah miskin lantara 5 tahun diperas dan diinjak-injak
oleh Fasis Jerman, semakin hari semakin miskin, kalau di Indonesia tiada diberi
kesempatan MEMBANGUN saban hari dia terpaksa memakai N.C f 3.000.000 (uang
lama). Belanda tak akan dapat pinjaman lagi dari Amerika, kalau di Indonesia
dia tak bisa MEMBANGUN yakni menjadi untung buat membelanjai serdadu dan
kaki-tangannya. Kalau terus diserang, maka Belanda kian hari kian miskin
melarat. Walaupun Rakyat Indonesia tiga setengah tahun lama diperas oleh Jepang
dan dua tiga perempat tahun diblokir (dikepung) oleh Belanda dan dimana-mana
dirampas hartanya oleh Belanda, tetapi Bumi Indonesia SEDIA memberikan cukup
makanan pakaian dan senjata kepada prajuritnya. Kalau ekonomi Indonesia
disesuaikan dengan keadaan perang, maka Rakyat Indonesia akan cukup menjamin hidupnya.
4. KESUSILAAN (moral).
Serdadu Belanda yang jauh dari ibu-bapak, anak-istri dan
handai tolan, yang ditipu dikirim ke-Indonesia tak mempunyai tekad dan
kebernaian untuk menghadapi perang yang lama pada bumi dan hawa yang asing dan
sukar baginya. Prajurit Indonesia yang sudah insyaf akan Bahaya dan sedang
melakukan pembelaan kampung halamannya sepatutnyalah mempunyai moral yang
luruh, itulah yang dibutuhkan oleh perang yang lama dan sukar. Moral itu
ternyata ada pada waktu enam bulan JAYA BERJUANG.
5. ORGANISASI DAN SIASAT.
Di zaman “Hindia Belanda” maka dalam hal organisasi dan
siasat peperangan, memangnya Belanda jauh melebihi bangsa Indonesia. Sesudah
dua tiga tahun lamanya mendapatkan latihan dalam organisasi serta latihan dan
gemblengan yang hebat dalam hal ketentaraan, maka keprajuritan Rakyat Indonesia
sudah menyamai kalau tidak melebihi keprajuritan Belanda.
Kalau kita ambil BALANS (perhitungan) dari pada perbandingan
di atas dalam hal (1) cacah jiwa (2) kebumian (3) keuangan (4) kesusilaan dan
(5) organisasi dan siasat, maka nyatalah sudah bahwa keuntungan adalah di pihak
Rakyat Indonesia. Yakni, jikalau Rakyat Indonesia insaf akan perbandingan yang
sebenarnya dan dengan sadar dan ulet mempergunakan semua keuntungan itu.
Kita tahu akan kekurangan kita dalam satu hal, ialah dalam
hal PERSENJATAAN. Jadi dalam sekurangnya lima perkara kita berada dalam
kelebihan, cuma dalam satu perkara saja kita berada dalam kekurangan! Tetapi
dalam hal PERSENJATAAN-pun kita jauh dari pada harus berpangku tangan saja.
Insyaflah, bahwa kita dari tingkat Laskar-Bambu-Runcing sudah sampai ke tingkat
tentara yang bersenjata bedil, tommy-gun, mitralyur, mortir, meriam, dan
pesawat udara. Sembarang prajurit dapat menceritakan pengalamannya menghadapi
TANK dan pesawat terbang, ialah dua senjata yang menyebabkan KELEBIHAN tentara
Belanda pada perjuangan di darat dan udara. (Perang laut adalah faktor
(perkara) yang penting sekali untuk kita. Tetapi dalam PERANG KEMERDEKAAN ini
Perang Laut itu bukanlah faktor yang terakhir bagi kita! Artinya itu, kalau
kita dapat menang di darat tanpa menang di laut. Belanda akan terpaksa juga
meninggalkan Indonesia! Belanda tak akan bisa hidup dengan air laut kita
saja!).
Kembali kita kepada tank dan pesawat tadi! Tank biasanya
dibiarkan saja oleh prajurit kita mondar-mandir di jalan raya. Tetapi tank cuma
sanggup menguasai jalan Raya saja. Itupun kalau tiada berjumpakan barang
peledak atau TORPEDO BERJIWA. Sebentar saja si-pengemudi tank mengeluarkan
kepalanya keluar tank buat mencari makanan atau air minum, maka pada saat iu
pula dia akan disambut oleh pelor atau ujungnya bambu-runcing. Tak sedikit tank
yang rusak atau direbut oleh prajurit kita. Insyaflah bahwa semuanya senjata
kita itu adalah senjata yang direbut dari tangan musuh.
Pesawat biasanya terbang tinggi. Dalam hal itu Sang Prajurit
bisa meniarap di tanah tiada mendapat gangguan. Sekiranya pesawat itu terbang
rendah SANG PRAJURIT segera mempergunakan mitralyur saja, ialah kalau dia tiada
mempunyai alat penangkis serangan udara. Di stasiunnya di tanah pesawat itu
selalu berada dalam bahaya kebakaran dan kemusnahan oleh barisan terpendam!
Pendeknya prajurit yang berpengalaman tiada menganggap tank
dan pesawat itu sebagai KELEBIHAN MUTALAK-nya tentara Belanda. Kelebihan dalam
kedua senjata itu dapat diatasi dengan kelebihan yang ada pada prajurit dan
Rakyat Indonesia dalam sekurangnya lima perkara tersebut di atas.
KESIMPULAN:
Mengingat kelebihan kita dalam beberapa perkara yang penting
tertentu dan kekurangan kita pula dalam beberapa perkara lain, maka timbullah
pertanyaan dihati kita yakni:
SIASAT APAKAH YANG TERBAIK BUAT KITA UNTUK MEMPEROLEH
KEMERDEKAAN 100 % ITU?
Mengingat pula, bahwa lebih kurang 700.000 mil persegi
ruangan daratan Indonesia dan 4.500.000 mil persegi tanah dan air Indonesia
dengan gunung, hutan dan rimba-rayanya, maka MUSTAHIL seribu kali MUSTAHIL,
akan dapat direbut serta dipertahankan oleh 100.000 tentara Belanda itu, asal
saja 70 juta Rakyat itu tetap menolak penjajahan dan prajuritnya terus menerus
menyerang maka kita berani memutuskan, bahwa siasat yang terbaik buat kita
ialah:
Kalau kita terpaksa, kita buat sementara waktu akan
menyerahkan sebagian DAERAH kita untuk memelihara prajurit dan senjata.
Disamping itu kita akan mempergunakan TEMPO untuk memperlemah musuh dan
memperkuat diri kita dengan PERSATUAN yang kokoh dalam politik, siasat-perang
dan per-ekonomian yang semuanya didasarkan atas PERJUANGAN KELUAR yakni:
PERANG SELURUH RAKYAT JELATA KEPULAUAN INDONESIA TERUS
MENERUS.
Tak ada tempat dan tempoh buat membangun dan BERISTIRAHAT
bagi Belanda.
Perang Rakyat, ialah Perang dalam semua lapangan hidup,
ialah dalam perkara (1) Keprajuritan (2) politik, (3) ekonomi dll. Dalam tiga
lapangan hidup itu kita harus mengadakan PERSATUAN yang erat di antara PEMEGANG
tampuk perjuangan yang sesungguhnya pada tingkat sekarang ialah di antara KAUM
MURBA, KAUM TANI, RAKYAT dan INTELLEKT DJEMBEL.
Sumber : http://www.tanmalaka.estranky.cz/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar