BERKELANA sebagai orang buangan di saat rekan-rekannya di
Tanah Air berjuang melawan imperialis membuat Ibrahim Datuk Tan Malaka
nelangsa. Ia kian kesal ketika permohonannya untuk kembali ke Jawa ditolak
Gubernur Jenderal Hindia Belanda Dick Fock. Padahal keinginannya mengabdi
kepada partai dan rakyat begitu menggebu-gebu.
Maka, di sela-sela tugasnya sebagai agen Komintern di
Tiongkok, Tan pun menulis sebuah brosur panjang: Naar de Republiek Indonesia
(Menuju Republik Indonesia). Dalam kata pengantar, dia menulis: ”Jiwa saya dari
sini dapat menghubungi golongan terpelajar (intelektuil) dari penduduk
Indonesia dengan buku ini sebagai alat.”
Naar de Republiek terbit di Kanton pada April 1925. Tak
jelas berapa eksemplar brosur ini dicetak. Yang pasti, cuma beberapa buah yang
berhasil masuk ke Indonesia. Tan kembali mencetak tulisan panjang itu ketika
dia berada di Filipina pada Desember 1925. Cetakan kedua inilah yang kemudian
menyebar luas melalui jaringan Perhimpunan Pelajar Indonesia. Para pemuda
bahkan mengetik ulang buku ini—setiap kali dengan karbon rangkap tujuh.
Para pemimpin perjuangan, termasuk Bung Karno yang kala itu
memimpin Klub Debat Bandung, membaca buku Tan. ”Bung Karno selalu membawanya,”
kata Sayuti Melik, seperti dikutip Hadidjojo Nitimihardjo dalam pengantar edisi
terjemahan Naar de Republiek.
Buku kecil ini terdiri atas tiga bab, masing-masing mengulas
situasi politik dunia, kondisi Indonesia, dan garis perjuangan Partai Komunis
Indonesia. Pada subbab terakhir, ”Halilintar Membersihkan Udara”, Tan mengecam
kaum terpelajar Indonesia yang, menurut dia, masa bodoh dengan perjuangan
kemerdekaan. Tulisnya: ”Kepada kaum intelek kita seruhkan.... Tak terdengarkah
olehmu, teriakan massa Indonesia untuk kemerdekaan yang senantiasa menjadi
semakin keras?”
Bukan cuma Soekarno yang selalu membawa-bawa Naar ke
mana-mana, Muhammad Yamin juga memuja Tan. Bagi Yamin—yang kemudian bergabung
dengan Tan dalam kelompok Persatuan Perjuangan—Tan tak ubahnya Bapak Bangsa
Amerika Serikat, Thomas Jefferson dan George Washington: merancangkan Republik
sebelum kemerdekaannya tercapai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar