Adsense

Pages - Menu

Tampilkan postingan dengan label sekolah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sekolah. Tampilkan semua postingan

Rabu, 11 Juli 2012

Kebahagiaan

Kau bahagiakan aku dengan caramu
Saat aku kecil, kau yang menimangku
Bukan orang lain
Kau yang memberiku susu
Bukan ibu yang lain
Kau beri aku perhiasaan
Agar terlihat cantik
Kau beri aku pakaian
Agar terlihat anggun
Semua itu hanya untuk kebahagiaan seorang ibu pada anaknya

Saat aku besar
kau sudah sediakan keperluaanku
Sungguh bahagia seorang ibu mampu memberikan keperluaan untuk anak-anaknya
Namun semua itu belum tentu dapat membuat anak itu bahagia

Seorang ibu mempunyai cara untuk membahagiaan dirinya terhadap anaknya
Kebahagiaan itu tidak diberikan oleh orang lain
Melainkan dengan cara meraihnya
Semua yang diberikan oleh orang lain kepada kita
Hanya untuk kebahagiaan dirinya tersendiri
Bukan kebahagiaan diri kita

Kebahagiaan memiliki arti sejuta perbedaan
Cara untuk merasakannya
Layaknya kebun bunga dengan sejuta warna
Hanya dihinggapi satu jenis kumbang

BR, Yogyakarta

Sabtu, 07 Juli 2012

Pesan yang tertinggal

Hari Sabtu pagi terlihat suasana di dalam asrama putra tampak ramai tidak seperti hari-hari biasanya, yahhhh, hari yang ditunggu-tunggu kami sebagai siswa-siswi SMA Unggulan Tenggarong, dimana setiap siswanya wajib tinggal di asrama baik putra dan putri. Ijin Bermalam atau IB singkatannya itulah yang kami dapatkan setiap akhir pekan. Keluar dari asrama untuk kembali pulang ke rumah dan menikmati liburan bersama keluarga atau teman-teman di luar satu sekolah. IB setiap sabtu pagi dan kembali lagi ke asrama minggu sore.
Aku lihat beberapa temanku yang ingin IB sudah sibuk menyiapkan perlengkapan mereka untuk pulang kerumah, pakaian kotor selama 1 minggu pun akhirnya keluar dari keranjang mereka untuk di bawa pulang dan dicuci di rumah mereka masing-masing. Mereka yang IB itu para murid-murid yang berdomilisi di Tenggarong, rumah mereka berada di sekitar Tenggarong yang tidak jauh dari lokasi sekolahku. Namun ada juga yang tidak IB di karenakan rumah mereka yang berada di luar kota dari Tenggarong, mereka yang tidak IB biasanya hanya tetap tinggal di asrama, sesekali keluar asrama untuk pergi jalan-jalan di kota Tenggarong. Nasib mereka yang ingin bersekolah ke luar kota jauh dari rumah tempat tinggalnya. Sekalipun mereka harus pulang ke rumah mereka itu karena uang saku yang sudah hamir habis dan harus kembali pulang agar dapat uang saku tambahan lagi.
Aku bersyukur rumahku berada di Tenggarong yang berjarak kurang lebih 5 kilo dari rumah ke sekolah. Namun entah kenapa aku tidak bersemangat untuk pulang IB ke rumah hari ini, hatiku mengatakan jangan pulang ke rumah sebaiknya pergi ketempat lain saja. Dalam benakku akhir pekan minggu yang lalu aku sudah IB dan pulang ke rumah, jadi tidak masalahjika tidak pulang di minggu ini.  Aku pun mengikuti kata hati ini, namun di sisi lain aku juga tidak menginginkan hanya berada di asrama selama akhir pekan ini, aku ingin pergi bermain keluar tidak hanya berada di asrama. Akhirnya aku putuskan untuk ikut ke rumah teman seasramaku yang kebetulan dia IB untuk pulang kerumahnya di Kota Samarinda, Ibu kota Provinsi Kaltim.
Tidak terasa asrama putra tampak mulai sepi, satu persatu para penghuni asrama putra ini berpamitan karena jemputan dari orang tua mereka sudah tiba di sekolah. Hanya tersisa mereka yang tidak IB, tampak mereka bersantai-santai di asrama menikmati kondisi dan suasana asrama yang sepi tidak dipenuhi dengan orang-orang yang lalu lalang, suara-suara teriakan dari ujung sudut, depan dan belakang sisi asrama seperti hari-hari biasanya ketika tidak IB. aku pun bersiap-siap untuk meninggalkan asrama sejenak menikmati akhir pekan minggu ini dengan pergi ke luar kota ikut bersama temanku untuk pulang ke rumahnya.
Akhirnya aku turut mengikuti kata hatiku dengan tidak pulang ke rumah, sesampainya di Samarinda aku merasakan sedikit kebebasan untuk melakukan apapun yang di asrama penuh dengan aturan-aturan yang ketat, mulai dari piket asrama, piket makan, piket kelas dan aturan-aturan lainnya yang di buat oleh Pembina kedisiplinan selama berada di asrama. Aku pun mulai merencanakan mau kemana nanti malam bersama dengan temanku ini. Kami putuskan untuk berkeliling kota Samarinda sambil menikmati keramaiannya.
Malampun tiba, aku bersama temanku sudah bersiap-siap untuk pergi jalan menikmati kota Samarinda di malam hari, dan kebetulan ini juga kan malam minggu pasti ramai sekali Ibu kota Kaltim. Aku yang masih berumur 17 tahun saat itu merupakan waktu beranjak dewasanya seseorang untuk mencari jati diri, mencoba hal-hal yang belum pernah dilakukan ketika masih kecil. Yahhhhhh,,, Samarinda dipenuhi dengan aktivitas remaja-remaja SMA yang turut meramaikan gemerlapnya kota Samarinda di malam hari. Aku lihat banyak para remaja yang berpasang-pasangan sambil mengendarai motor mereka hanya untuk sekedar menikmati suasana malam minggu ini. Tidak terkecuali hanya aku dan temanku yang sejenis yaitu kami para lelaki pemuda harapan bangsa… “heheheeeeeee, sedikit bercanda”. Aku pun menikmati malam minggu itu dengan perasaan senang tanpa ada rasa khawatir sedikitpun kenapa hatiku menuntun untuk tidak pulang ke rumah. Akhirnya malam itu pun ku lewati dengan ramainya suasana malam di Samarinda.
Esok harinya aku terbangun oleh panggilan suara temanku yang sengaja membangunkan ku, entah kenapa dia membangunkanku dengan suara yang halus padahal biasanya saat di asrama cara membangunkan kami yaitu dengan teriakan-teriakan yang keras bahkan kalo tidak bangun juga di bantu sedikit dengan cipratan air. Akhhhhhhh, aku pikir ini kan bukan di asrama, namun yang menjadi pertanyaan kenapa dia membangunkanku sepagi ini, saat jam masih menunjukkan ke angka 5. aku bangun secara perlahan dan membuka mata serambi mengumpulkan kembali jiwa yang masih setengah sadar.
Ternyata temanku juga terbangun karena telepon rumahnya yang berdering berkali-kali, dia mendapatkan panggilan telepon dari tantenya yang berada di Tenggarong, tantenya memberitahukan kabar agar segera kembali ke Tenggarong untuk mengantarkanku pulang ke rumah. Kemudian dia memberitahukan ku bahwa kabar itu untuk aku, dia memberitahukan bahwa kita pulang ke Tenggarong subuh ini juga. Aku yang belum sepenuhnya sadar masih merasakan kantuk segera bersiap-siap, tanpa bertanya kenapa kita kembali sepagi ini. Namun akhirnya dia memberitahukan bahwa terjadi sesuatu di rumahku. Tantenya memberitahukan bahwa keluarga ku mencari dari kemarin siang akhirnya baru dapat info ternyata aku pergi ke Samarinda. Dengan suara yang rendah dia mengatakan bahwa “Ayahmu Meninggal Dunia”. Aku merasakan aliran darahku terhenti setelah mendengar berita itu, tubuhku serasa tidak berenergi dan kaki ku pun seperti tidak mampu untuk menopang lagi badanku ini. Sesegera mungkin temanku itu mengendarai motornya untuk kembali ke Tenggarong dan mengantarkan ku ke rumah.  
Setibanya di rumah aku pun segera bergabung dengan ibu dan 2 adekku, para keluarga besar dari ayahku pun sudah berkumpul di rumahku sejak malam kemarin, dimana aku masih berada di Samarinda waktu itu. Ternyata orang-orang yang ada di rumahku sebelumnya sudah sibuk mencari aku, mendatangi ke asrama, bertanya dengan teman-temanku hingga tau aku ternyata pergi ke Samarinda. Tidak ada pembicaraan sedikitpun yang keluar dari mulutku ataupun dari ibu serta keluarga besar ayahku terkait meninggalnya ayahku. Saat aku tiba di rumahku, para saudara-saudara ayahku pun telah sibuk dengan prosesi sebelum pemakaman untuk orang yang sudah meninggal dunia. Aku pun segera bergabung untuk membantu, tiada banyak yang bisa ku lakukan waktu itu, hanya turut serta dalam memandikan, mensholatkan, dan menguburkan jasadNya, Kemudian selesailah seluruh proses pemakaman itu.
Rasa sedih menyelimutiku saat itu, tiada yang dapat membendungnya, air mata ini terus mengalir, siapa yang tidak sedih di dunia ini jika harus di tinggalkan seorang ayah yang sudah merawat dan mendidik anaknya hingga tumbuh besar. Jangankan seorang ayah, seorang wanita yang menjadi pacarpun jika dia pergi  memutuskan hubungannya bagi seorang pria pun bisa 7 hari 7 malam berduka cita. Tetapi aku teringat dengan pelajaran agama islam di sekolah, bahwa setiap yang hidup itu pasti akan meninggal. Aku pasrah karena itu sudah ketentuan yang Maha Kuasa, namun rasa kesal pun berkecimuk di hatiku, kenapa aku harus mengikuti kata hatiku itu, yang melarangku untuk tidak pulang ke rumah secepatnya. Yahhh,,,, bagi sebagian orang mengikuti kata hati itu adalah petunjuk yang baik. Tapi kenapa kenyataannya tidak seperti itu, penyesalan pun mulai mengakar di kepalaku, aku tidak tau harus menyalahkan siapa atas kejadian ini.
aku merasa kehilangan yang berat dalam hidup ini, tapi aku berpikir bahwa ibuku pun pasti merasakan hal yang lebih hebat lagi dari sedih yang kurasakan ini. Ibu ku memberitahukan bahwa sebelumnya ayahku sudah masuk rumah sakit selama 1 minggu, namun pesan dari ayah untuk tidak memberitahukan berita itu kepadaku. Dia takut mengganggu pelajaran di sekolahku, dia berpesan kepada ibuku untuk menyampaikan amanah agar aku terus sekolah yang tinggi. Pesen ayahku itu ternyata aku tafsirkan sebagai isyarat dari hatiku yang melarang aku untuk tidak pulang ke rumah. Ayahku 1 minggu berada di rumah sakit, dan kebetulan hari sabtu dia pengen kembali ke rumah. Dia merasa tidak nyaman berada di rumah sakit terus. Hari sabtu itu juga aku yang harusnya mempunyai waktu untuk pulang ke rumah namun tidak aku manfaatkan. aku merasa berdosa sekali saat tau di akhir hayatnya seluruh keluarga besar yang ada di Kalimantan itu sudah berkumpul dan hadir di saat detik-detik hembusan napas terakhir ayahku. Kenapa cuma aku yang tidak di perbolehkan hadir? apakah memang sudah takdirnya agar aku tidak berada di samping ayahku? Apa salahku hingga di takdirkan seperti ini?.
Sampai detik ini bagiku itu merupakan kesalahan terbesar semasa hidupku, namun kita harus percaya bahwa di setiap kejadian pasti ada hikmahnya. Yaaaa… selama ini aku terus hidup dengan hikmah itu, pesan dari ayahku merupakan cambukkan semangat untuk terus belajar dalam kondisi apapun. Kejadian itu membuat aku mengerti akan arti dari hidup, tujuan hidup di dunia. Aku merasa memiliki jalan yang telah di bukakan untuk ku kedepannya mau menjadi seperti apa. Dia boleh pergi meninggalkan dunia ini, namun dia terus hidup di dalam hati, dalam semangat, dalam setiap langkah ku untuk terus belajar.

Itulah sedikit kisah menarik yang tiada mungkin terlupakan olehku selama bersekolah di Sma Negeri 3 Unggulan Tenggarong. Kisah ini terjadi ketika aku kelas 2 Sma. Pada hari sabtu hingga minggu. 10-11/12/2005.

Budi Rahman, Yogyakarta



Minggu, 01 Juli 2012

Arti Sekolah


bagiku sekolah tiada lain layaknya rumah
ada ibu, ayah, kakak, adik, dan tetangga di samping kanan-kirinya
ituuu rumahhhh…….
ada bapak dan ibu guru layaknya ibu dan ayah
ada kakak senior dan adik junior layaknya saudara
ini sekolahhhhh…

sekolah dasar layaknya rumah kecil
sekolah menengah pertama layaknya rumah menengah
sekolah menengah akhir layaknya rumah besar
dan sekolah kampus itu layaknya rumah tiada batas

di rumah Orang tua mengajarkan untuk menjadi anak yang berbakti kepada mereka
di sekolah Guru mengajarkan untuk menjadi anak yang pandai
sudahkan kah kita menjadi apa yang diajarkan itu???

rumah adalah tempat pertama kali kita dirawat, dibesarkan, dan diajarkan
tentang kehidupan dan arti diri sebagai seorang Anak
sekolah adalah tempat kedua kita diajarkan, ditumbuhkan, ditanamkan
tentang kehidupan dan arti diri sebagai Manusia
sadarkah kita bahwa di luar rumah dan sekolah “ALAM” turut serta mengajarkan untuk menjadi “MANUSIA”

BR, Yogyakarta

Chitika