Adsense

Pages - Menu

Tampilkan postingan dengan label tujuan hidup. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label tujuan hidup. Tampilkan semua postingan

Kamis, 26 Juli 2012

Sajak Buat Maryam "Sang Nenek"

Aku bagian dari keturunanmu
Hidup mengabdi sebagai Cucumu
Anakmu bagian dari Ibuku
Pemberi air susu menjadi darahku

Tubuhnya mengecil termakan usia
Kulit keriput rambut memutih
Saat ini 70th engkau hadir
Hanya sebagai penjaga rumah

Keras perjuangan hidup kau sudah lewati masanya
Berbaris rapat pohon galam menjadi sawah yang menguning
Hasil keringatmu bercucuran telapak tangan tergores luka
Semangat mu masih terlihat tak lekang termakan usia meruncing

Namun apadaya sekarang, anak-anakmu terpanggilkan
Sudahlah waktu mu untuk duduk beristirahat, menikmati usia tua
Biarkan anakmu yang akan melanjutkan

Do'a kan, Cucumu ini penerus masa depan,
Engkau simbol semangat hidup
Bagai air yang terus mengalir, dan api yang tak kunjung redup

Itulah cambukkan semangat langkah kaki kedepan

BR, Banjarbaru 6 Ramadhan 1433 H

Rabu, 18 Juli 2012

Doa Ku

Tuhanku yang maha lembut
Telah lama ku berdoa dalam syahduan
Agar engkau menghadirkan belahan jiwa yang kurindu itu
Yang menyapaku dengan getar lembut kesuciaan cinta

Jika belum cukup cantik jiwaku, maka indahkanlah hatiku
Jika belum cukup cantik ragaku, maka indahkanlah lakuku

Nikahkanlah aku dengannya
Dalam kemuliaan Cinta-Mu


BR, Yogyakarta

Kamis, 12 Juli 2012

Dua Keinginan


Di keheningan malam, Sang Maut turun dari hadirat Tuhan ke sebuah kota yang tertidur serta tempat kediaman di atas menara menjulang. Dia menembus dinding rumah dengan matanya yang bersinar gemilang dan melihat ke dalam jiwa manusia yang melayang di atas sayap-sayap mimpi, dan jasmani yang menyerah kepada sang tidur.
Dan, kala rembulan pundar ketika fajar menyingsing dan kota dibalut oleh kerudung yang mempesona, Sang Maut berjalan dengan langkah tenang di tengah pemukiman mereka sampai dia tiba di rumah mewah si kaya. Dia masuk dan tak seorang pun yang kuasa menghalangi. Dia tegak di sisi ranjang dan menyentuh pelupuk mata orang yang tidur. Orang itu bangun dengan ketakutan. Dan begitu melihat bayangan sang Maut di hadapannya, dia menjerit dengan suara ketakutan dan mengamuk.
“menyingkirlah kau dariku, mimpi yang mengerikan! Pergi, makhluk jahat! Bagaimana mungkin kau masuk, pencuri, dan yang kau inginkan, penjambret? Minggatlah, karena akulah empunya rumah ini. enyahlah kamu, kalau tidak kupanggil para budak dan para pengawal untuk mencincangmu menjadi kepingan!”
Lalu, sang Maut mendekat dan dengan suara menggeledek mengaum, “Akulah kematian; maka sambutlah dan merendah-hatilah.”
Dan si kaya berkuasa itu bertanya, “Apa yang kau inginkan dariku sekarang, dan benda apa yang kau cari? Kenapa kau dating sedang pekerjaanku belum lagi tuntas? Apa kau menginginkan kekuasaanku? Enyahlah kau dalam gelap. Menyingkirlah kau dariku dan jangan kau tunjukkan padaku cakar tajammu serta rambut yang terjela-jela laksana ular yang berbelit. Enyahlah, karena pemandangan yang rusak membangkitkan rasa benci padaku.” Tapi, setelah kebisuan yang gelisah itu dia berbicara lagi dan berkata.
“tidak-tidak, sang Maut nan lembut, jangan pedulikan apa yang telah kuucapkan, karena rasa takut membua diriku mengucapkan kata-kata yang sesungguhnya terlarang. Maka ambillah emasku seperlunya atau nyawa salah seorang budak dan tinggalkanlah diriku…. Aku masih memperhitungkan kehidupan yang masih belum terpenuhi dan kekayaan pada orang-orang yang belum terkuasai. Di atas laut aku memiliki kapal yang belum kembali ke pelabuhan, dan pada hasil bumi yang belum tersimpan. Ambillah olehmu barang yang kau inginkan dan tinggalkanlah daku. Aku punya selir cantik bagai pagi hari, untuk kau pilih, kematian. Dengarkanlah lagi : Aku punya seorang putra tunggal yang kusayangi, dialah biji mataku. Ambillah dia juga, tapi tinggalkanlah diriku sendirian.”
Kemudiaan sang Maut meletakkan tangan pada mulut budak kehidupan duniawi itu dan mencabut nyawanya dan menyerahkannya ke atas, ke udara.
Sang Maut meneruskan perjalanannya menuju tempat tinggal si miskin hingga dia mencapai gubuk reyot. Dia masuk ke sana dan menghampiri sebuah yang di atasnya terbaring seorang pemuda. Setelah memandang air mukannya yang tenang dia menyentuh matanya dan anak muda itu terjaga. Dan, ketika dia melihat Sang Maut berdiri di atas lututnya dan mengulurkan kedua tangannya kea rah dirinya dengan suara yang disentuh oleh kerinduaan jiwa dan cinta kasih,anak muda itu berkata,
“Aku di sini, wahai Sang Maut nan elok. Sambutlah ruhku, impianku yang mengejawantah dan hakikat harapanku. Peluklah diriku, kekasih jiwaku, karena kau sangat penyayang dan takkan meninggalkan diriku di sini. Kaulah utusan Ilahi, kaulah tangan kanan kebenaran. Jangan tinggalkan daku. Betapa lama aku mencarimu tanpa menemukan dan memanggilmu namun kau tak mendengarkan! Tapi, kini kau telah mendengarku, karena itu jangan kecewakan cintaku dengan pengelakan diri. Peluklah ruhku, Sang Maut terkasih.”
Lalu Sang Maut meletakkan jari-jarinya nan lembut pada bibir anak lelaki itu dan mencabut nyawanya dan menaruhnya di bawah sayap-sayapnya.
Dan, ketika Sang Maut melesat ke udara, dia menoleh ke belakang dunia ini, dan ke dalam kekosongan menghembuskan kata-kata ini,
“Dia yang tak berasal dari Zat Yang Maha Agung takkan kembali ke Zat Yang Maha Agung.”

Kahlil Gibran

Sebuah kisah yang menunjukkan bahwa kematian akan datang tanpa memberitahukan kedatangannya, bahkan saat semua terlelap disaat pikiran kosong tiada daya dan upaya menolaknya. Dua Keinginan menjadi pilihan bagi manusia, apa yang hendak dipersiapkan saat Sang Maut menghampiri. Setiap yang hidup akan mati, dan setiap yang diperbuat menberikan hasil yang setara.
BR, Yogyakarta

Sabtu, 07 Juli 2012

Pesan yang tertinggal

Hari Sabtu pagi terlihat suasana di dalam asrama putra tampak ramai tidak seperti hari-hari biasanya, yahhhh, hari yang ditunggu-tunggu kami sebagai siswa-siswi SMA Unggulan Tenggarong, dimana setiap siswanya wajib tinggal di asrama baik putra dan putri. Ijin Bermalam atau IB singkatannya itulah yang kami dapatkan setiap akhir pekan. Keluar dari asrama untuk kembali pulang ke rumah dan menikmati liburan bersama keluarga atau teman-teman di luar satu sekolah. IB setiap sabtu pagi dan kembali lagi ke asrama minggu sore.
Aku lihat beberapa temanku yang ingin IB sudah sibuk menyiapkan perlengkapan mereka untuk pulang kerumah, pakaian kotor selama 1 minggu pun akhirnya keluar dari keranjang mereka untuk di bawa pulang dan dicuci di rumah mereka masing-masing. Mereka yang IB itu para murid-murid yang berdomilisi di Tenggarong, rumah mereka berada di sekitar Tenggarong yang tidak jauh dari lokasi sekolahku. Namun ada juga yang tidak IB di karenakan rumah mereka yang berada di luar kota dari Tenggarong, mereka yang tidak IB biasanya hanya tetap tinggal di asrama, sesekali keluar asrama untuk pergi jalan-jalan di kota Tenggarong. Nasib mereka yang ingin bersekolah ke luar kota jauh dari rumah tempat tinggalnya. Sekalipun mereka harus pulang ke rumah mereka itu karena uang saku yang sudah hamir habis dan harus kembali pulang agar dapat uang saku tambahan lagi.
Aku bersyukur rumahku berada di Tenggarong yang berjarak kurang lebih 5 kilo dari rumah ke sekolah. Namun entah kenapa aku tidak bersemangat untuk pulang IB ke rumah hari ini, hatiku mengatakan jangan pulang ke rumah sebaiknya pergi ketempat lain saja. Dalam benakku akhir pekan minggu yang lalu aku sudah IB dan pulang ke rumah, jadi tidak masalahjika tidak pulang di minggu ini.  Aku pun mengikuti kata hati ini, namun di sisi lain aku juga tidak menginginkan hanya berada di asrama selama akhir pekan ini, aku ingin pergi bermain keluar tidak hanya berada di asrama. Akhirnya aku putuskan untuk ikut ke rumah teman seasramaku yang kebetulan dia IB untuk pulang kerumahnya di Kota Samarinda, Ibu kota Provinsi Kaltim.
Tidak terasa asrama putra tampak mulai sepi, satu persatu para penghuni asrama putra ini berpamitan karena jemputan dari orang tua mereka sudah tiba di sekolah. Hanya tersisa mereka yang tidak IB, tampak mereka bersantai-santai di asrama menikmati kondisi dan suasana asrama yang sepi tidak dipenuhi dengan orang-orang yang lalu lalang, suara-suara teriakan dari ujung sudut, depan dan belakang sisi asrama seperti hari-hari biasanya ketika tidak IB. aku pun bersiap-siap untuk meninggalkan asrama sejenak menikmati akhir pekan minggu ini dengan pergi ke luar kota ikut bersama temanku untuk pulang ke rumahnya.
Akhirnya aku turut mengikuti kata hatiku dengan tidak pulang ke rumah, sesampainya di Samarinda aku merasakan sedikit kebebasan untuk melakukan apapun yang di asrama penuh dengan aturan-aturan yang ketat, mulai dari piket asrama, piket makan, piket kelas dan aturan-aturan lainnya yang di buat oleh Pembina kedisiplinan selama berada di asrama. Aku pun mulai merencanakan mau kemana nanti malam bersama dengan temanku ini. Kami putuskan untuk berkeliling kota Samarinda sambil menikmati keramaiannya.
Malampun tiba, aku bersama temanku sudah bersiap-siap untuk pergi jalan menikmati kota Samarinda di malam hari, dan kebetulan ini juga kan malam minggu pasti ramai sekali Ibu kota Kaltim. Aku yang masih berumur 17 tahun saat itu merupakan waktu beranjak dewasanya seseorang untuk mencari jati diri, mencoba hal-hal yang belum pernah dilakukan ketika masih kecil. Yahhhhhh,,, Samarinda dipenuhi dengan aktivitas remaja-remaja SMA yang turut meramaikan gemerlapnya kota Samarinda di malam hari. Aku lihat banyak para remaja yang berpasang-pasangan sambil mengendarai motor mereka hanya untuk sekedar menikmati suasana malam minggu ini. Tidak terkecuali hanya aku dan temanku yang sejenis yaitu kami para lelaki pemuda harapan bangsa… “heheheeeeeee, sedikit bercanda”. Aku pun menikmati malam minggu itu dengan perasaan senang tanpa ada rasa khawatir sedikitpun kenapa hatiku menuntun untuk tidak pulang ke rumah. Akhirnya malam itu pun ku lewati dengan ramainya suasana malam di Samarinda.
Esok harinya aku terbangun oleh panggilan suara temanku yang sengaja membangunkan ku, entah kenapa dia membangunkanku dengan suara yang halus padahal biasanya saat di asrama cara membangunkan kami yaitu dengan teriakan-teriakan yang keras bahkan kalo tidak bangun juga di bantu sedikit dengan cipratan air. Akhhhhhhh, aku pikir ini kan bukan di asrama, namun yang menjadi pertanyaan kenapa dia membangunkanku sepagi ini, saat jam masih menunjukkan ke angka 5. aku bangun secara perlahan dan membuka mata serambi mengumpulkan kembali jiwa yang masih setengah sadar.
Ternyata temanku juga terbangun karena telepon rumahnya yang berdering berkali-kali, dia mendapatkan panggilan telepon dari tantenya yang berada di Tenggarong, tantenya memberitahukan kabar agar segera kembali ke Tenggarong untuk mengantarkanku pulang ke rumah. Kemudian dia memberitahukan ku bahwa kabar itu untuk aku, dia memberitahukan bahwa kita pulang ke Tenggarong subuh ini juga. Aku yang belum sepenuhnya sadar masih merasakan kantuk segera bersiap-siap, tanpa bertanya kenapa kita kembali sepagi ini. Namun akhirnya dia memberitahukan bahwa terjadi sesuatu di rumahku. Tantenya memberitahukan bahwa keluarga ku mencari dari kemarin siang akhirnya baru dapat info ternyata aku pergi ke Samarinda. Dengan suara yang rendah dia mengatakan bahwa “Ayahmu Meninggal Dunia”. Aku merasakan aliran darahku terhenti setelah mendengar berita itu, tubuhku serasa tidak berenergi dan kaki ku pun seperti tidak mampu untuk menopang lagi badanku ini. Sesegera mungkin temanku itu mengendarai motornya untuk kembali ke Tenggarong dan mengantarkan ku ke rumah.  
Setibanya di rumah aku pun segera bergabung dengan ibu dan 2 adekku, para keluarga besar dari ayahku pun sudah berkumpul di rumahku sejak malam kemarin, dimana aku masih berada di Samarinda waktu itu. Ternyata orang-orang yang ada di rumahku sebelumnya sudah sibuk mencari aku, mendatangi ke asrama, bertanya dengan teman-temanku hingga tau aku ternyata pergi ke Samarinda. Tidak ada pembicaraan sedikitpun yang keluar dari mulutku ataupun dari ibu serta keluarga besar ayahku terkait meninggalnya ayahku. Saat aku tiba di rumahku, para saudara-saudara ayahku pun telah sibuk dengan prosesi sebelum pemakaman untuk orang yang sudah meninggal dunia. Aku pun segera bergabung untuk membantu, tiada banyak yang bisa ku lakukan waktu itu, hanya turut serta dalam memandikan, mensholatkan, dan menguburkan jasadNya, Kemudian selesailah seluruh proses pemakaman itu.
Rasa sedih menyelimutiku saat itu, tiada yang dapat membendungnya, air mata ini terus mengalir, siapa yang tidak sedih di dunia ini jika harus di tinggalkan seorang ayah yang sudah merawat dan mendidik anaknya hingga tumbuh besar. Jangankan seorang ayah, seorang wanita yang menjadi pacarpun jika dia pergi  memutuskan hubungannya bagi seorang pria pun bisa 7 hari 7 malam berduka cita. Tetapi aku teringat dengan pelajaran agama islam di sekolah, bahwa setiap yang hidup itu pasti akan meninggal. Aku pasrah karena itu sudah ketentuan yang Maha Kuasa, namun rasa kesal pun berkecimuk di hatiku, kenapa aku harus mengikuti kata hatiku itu, yang melarangku untuk tidak pulang ke rumah secepatnya. Yahhh,,,, bagi sebagian orang mengikuti kata hati itu adalah petunjuk yang baik. Tapi kenapa kenyataannya tidak seperti itu, penyesalan pun mulai mengakar di kepalaku, aku tidak tau harus menyalahkan siapa atas kejadian ini.
aku merasa kehilangan yang berat dalam hidup ini, tapi aku berpikir bahwa ibuku pun pasti merasakan hal yang lebih hebat lagi dari sedih yang kurasakan ini. Ibu ku memberitahukan bahwa sebelumnya ayahku sudah masuk rumah sakit selama 1 minggu, namun pesan dari ayah untuk tidak memberitahukan berita itu kepadaku. Dia takut mengganggu pelajaran di sekolahku, dia berpesan kepada ibuku untuk menyampaikan amanah agar aku terus sekolah yang tinggi. Pesen ayahku itu ternyata aku tafsirkan sebagai isyarat dari hatiku yang melarang aku untuk tidak pulang ke rumah. Ayahku 1 minggu berada di rumah sakit, dan kebetulan hari sabtu dia pengen kembali ke rumah. Dia merasa tidak nyaman berada di rumah sakit terus. Hari sabtu itu juga aku yang harusnya mempunyai waktu untuk pulang ke rumah namun tidak aku manfaatkan. aku merasa berdosa sekali saat tau di akhir hayatnya seluruh keluarga besar yang ada di Kalimantan itu sudah berkumpul dan hadir di saat detik-detik hembusan napas terakhir ayahku. Kenapa cuma aku yang tidak di perbolehkan hadir? apakah memang sudah takdirnya agar aku tidak berada di samping ayahku? Apa salahku hingga di takdirkan seperti ini?.
Sampai detik ini bagiku itu merupakan kesalahan terbesar semasa hidupku, namun kita harus percaya bahwa di setiap kejadian pasti ada hikmahnya. Yaaaa… selama ini aku terus hidup dengan hikmah itu, pesan dari ayahku merupakan cambukkan semangat untuk terus belajar dalam kondisi apapun. Kejadian itu membuat aku mengerti akan arti dari hidup, tujuan hidup di dunia. Aku merasa memiliki jalan yang telah di bukakan untuk ku kedepannya mau menjadi seperti apa. Dia boleh pergi meninggalkan dunia ini, namun dia terus hidup di dalam hati, dalam semangat, dalam setiap langkah ku untuk terus belajar.

Itulah sedikit kisah menarik yang tiada mungkin terlupakan olehku selama bersekolah di Sma Negeri 3 Unggulan Tenggarong. Kisah ini terjadi ketika aku kelas 2 Sma. Pada hari sabtu hingga minggu. 10-11/12/2005.

Budi Rahman, Yogyakarta



Kamis, 28 Juni 2012

Pergilah dari rumahMu

Tidak terasa sudah 5 Th meninggalkan tanah kediaman di bumi zamrud khatulistiwa kalimantan, bukan karena keterpaksaan ataupun keinginan untuk angkat kaki dari sana namun satu alasan adalah untuk belajar di negeri orang. Teriring doa, semangat, harapan dari hati orang-orang yang berada di rumah semakin kuat untuk melangkahkan kaki sejauh mungkin menggapai harapan dan mimpi-mimpi yang tinggi. ketika sudah waktunya kembalilah ke tanah kediaman itu, bangunlah!! perbaikilah yang rusak!! ciptakan manisnya hidup setelah berjuang......


Budi Rahman, Yogyakarta

Orang berilmu dan beradab tidak akan diam di kampung halaman
tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang
merantaulah, kau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan
berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang.

Aku melihat air menjadi rusak karena diam tertahan
jika mengalir menjadi jernih, jika tidak, kan keruh menggenang

Singa jika tak tinggalkan sarang tak akan dapat mangsa
Anak panah jika tidak tinggalkan busur tak akan kena sasaran

Jika matahari di orbitnya tidak bergerak dan terus diam
tentu manusia bosan padanya dan enggan memandang

Bijih emas bagaikan tanah biasa sebelum digali dari tambang
Kayu gaharu tak ubahnya seperti kayu biasa
jika di dalam hutan

"Imam Syafii"

Rabu, 27 Juni 2012

Pengantar HidupKu

Apa sebetulnya yang dicari dari hidup yang sekedar mampir ini??? apakah Harta benda? Tahta? Wanita? atau  Popularitas??? yaahhhhh,,,, itulah sedikit alasan untuk tujuan hidup seseorang... hidup memang terdiri dari banyak kisah-kisah. sudah banyak kisah yang kulalui dalam hidupku. aku mulai becermin, kira-kira apa yang bakal aku berikan untuk hidupku ini???? aku tahu banyak orang hebat di dunia ini mereka berkarya sekaligus memberikan kontribusi kepada khalayak.

Menjadi manusia dengan memberikan karya-karya yang bermanfaat bagi umat manusia bukan hanya bagi diri sendiri, melainkan untuk kepentingan umat manusia. Sumbangsih mereka sangatlah berharga bagi umat manusia. Bahkan penuntun umat manusia Sang Nabi berpesan apa yang akan kita tinggalkan ketika kita mati, yang tertinggal hanya tiga perkara : ilmu yang bermanfaat, amal jariyah, dan anak yang sholeh. seperti peribahasa Indonesia, "harimau mati meninggalkan belang; gajah mati meninggalkan gading; dan Manusia mati meninggalkan nama." lalu jika aku mati meninggalkan apa????

Aku ingin meninggalkan ilmu yang diamalkan, amal jariyah, dan anak yang sholeh. sungguh aku sangat tergiur dan gila pada ketiga hal itu. dan yang perlu diingat seperti dalam Al-qur'an bahwa "janganlah kita meninggalkan generasi yang lemah". Pesan yang wajib kita lakukan untuk perhatian dengan lingkungan tempat kita tinggal, oleh karena itu akan ku bangun Roemah Abadi sebuah pusat Ilmu pengetahuan, Sosial, Sastra, Seni dan budaya, Leadership untuk anak-anak para generasi ku nanti.

Kita sudah tahu bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati. maka, aku pun suatu saat akan mati. tak ada yang bisa aku bawa. aku jelaskan maksud dan tujuanku membuat Roemah Abadi. semua boleh datang ke sini untuk belajar tanpa di pungut bayaran apa pun.

Yaaaaaaa, dengan memberikan kontribusi pada masyarakat dan lingkungan sekitar, aku merasa hidup ini ada tujuan, Hidup ini ada artinya, Hidupmu akan abadi di dunia.

Budi Rahman, Yogyakarta

Chitika